
BANDAR UDARA Rembele yang berkedudukan di Kabupaten Bener Meriah tampaknya memang dipersiapkan untuk menunjang ekonomi masyarakat Gayo secara umum. Master plan yang dirancang tahun 2003, akhirnya dipercepat 4 tahun oleh pemerintah pusat yang seharusnya baru dikerjakan tahun 2018 nanti.
“Mau dipercepat atau tidak, kalau sudah ada master plan itu bisa cepat berjalan,” kata Pejabat Pembuat Komitmen pembangunan Bandara Rembele Ir Yan Budianto kepada LintasGayo.co beberapa hari lalu di Bener Meriah.
Sungguh tidak pernah terbayangkan apabila Bandara Rembele sudah memasuki pembangunan fase ke-2, dimana dari biasa mendarat pesawat perintis sejinis “Susi Air”, segera daya bandara untuk pendaratan pesawat lebih besar sejenis herkules atau foker 100, hingga sampai pada fase ke-3 nanti dapat disinggahi pesawat besar sejenis Boing 737.
Diceritakan Yan Budianto, pada bulan juli 2013 dia diminta kepala Bandara Rembela Khairul Iman untuk menyambut tim protokoler Pangdam Iskandar Muda, karena Khairul Iman sedang berada diluar daerah. Waktu itu, kehadiran protokoler untuk memastikan kondisi bandara karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengunjungi korban Gempa.
Lalu ada beberapa permintaan protokoler soal bandara, salah satunya gedung penumpang dan beberapa kondisi landasan agar diperbaiki, namun Yan menolak atas alasan tehnis yang memang tidak memungkinkan, apalagi untuk mendaratkan presiden menggunakan pesawat sejenis herkules.
Karena menolak permintaan membangun beberapa lokasi untuk pendaratan presiden, lantas pihak protokoler menghubunbungi bupati Bener meriah Ruslan Abdul Gani menyangkut hal tersebut. Kepada bupati Yan menjelaskan persoalan Bandara yang tidak mungkin diperbaiki dalam waktu singkat, dan bupati dapat memahami penjelasan tersebut, sehingga akhirnya Presiden menggunakan bandara Malikulsaleh dan diteruskan menggunakan helikopter ke lokasi pengungsi gempa di ketol, Aceh Tengah.
Selepas itu sebagai orang “Gayo” yang menguasai pembangunan bandara, Yan Budianto meneruskan cerita Bandara Rembele kepada bupati Bener Meriah, dan dia adalah salah seorang yang berlatarbelakang tehnik yang ikut mengusulkan disain “Master Plan” untuk bandara Rembele, hingga akhirnya pemerintah pusat menjadikan pola “Master Plan” dalam setiap perencanaan pembangunan Bandara di seluruh daerah di Indonesia.
“Kalau dulu pembangunan fase pertama dibongkar setelah masuk fase kedua, tapi sekarang tidak lagi, fase selanjutnya tinggal meneruskan pembangunan awal,” jelas Yan Budianto.
Tentu masukan Yan Budianto disambut baik bupati Ruslan hingga akhirnya bupati mengirimkan surat ke Presiden meminta perluasan bandara Rembele dipercepat. Hanya beberapa waktu saja, Ditjen perhubungan langsung menghubungi kepala Bandara Khairul Iman untuk segera mempresentasi kelanjutan pembangunan Bandara Rembele.
Yan Budianto yang tercatat sebagai pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Tengah diminta untuk segera ke Jakarta untuk menjelaskan masalah Bandara Rembele, dan presentasi dilakukan dengan baik, bahkan Dirjen perhubungan terkejut, lantaran Bandara Rembele punya “Master Plan”, dan ada dalam arsip kementerian.
Sejak itulah, Yan dikirim ke jakarta untuk menyelesaikan segala kebutuhan bandara, termasuk pembahasan anggaran dari APBN untuk pembangunan fisik Bandara Rembele untuk fase ke-2. “Waktunya tidak lama, hanya beberapa minggu saja, dan Januari 2014 sudah mulai dikerjakan,” jelas Yan Budianto.
Untuk peneyelesaian pembangunan fase kedua ketiga dilakukan dengan anggaran dari APBN 2014 dan 2015, sementara pembebasan tanah perluasan menjadi tanggungan pemerintah provinsi Aceh.(tarina)