Jamu Belang potensi lain di Ketapang Linge

oleh
Jemblang Ketapang (LGco : Muna)
Jemblang Ketapang (LGco : Muna)
Jemblang Ketapang (LGco : Muna)

Selain dijadikan sebagai kawasan pengembangan ternak Sapi Bali sejak tahun 2005 silam oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, Ketapang Kecamatan Linge rupanya juga menyimpan berbagai potensi, salah satunya adalah buah yang tumbuh liar dimana buahnya dapat dimakan berasa kelat kemanis-manisan. Buah tersebut dikenal dengan nama Jemblang.

Uniknya lagi, Jemblang dikawasan ini memiliki cita rasa yang enak, berbeda hal nya dengam Jemblang yang ada dikawasan pesisir Aceh pada umumnya. Tumbuhan yang berbentuk pohon ini biasa hidup di padang rumput (Gayo : Belang). Meski tanah gersang, Jemblang mampu hidup dan berkembang dengan baik.

Di kawasan peternakan Ketapang dan sekitarnya buah Jemblang dikenal dengan istilah Jamu Belang ini dan sangat mudah dijumpai tanpa mencari ke tengah hutan. Jamu Belang pun tumbuh subur di pekarang rumah warga, perkebunan dan daerah lainnya.

Di daerah ini, buah Jamu Belang biasanya berbuah pada setiap bulan Agustus, dimana pada bulan itu juga diselenggarakan event pacuan kuda tradisional Gayo. Jamu Belang biasanya laris di arena pacuan kuda.

“Banyak pedagang Jamu Belang yang tersebar diseputaran Takengon pada bulan Agustus datang kemari untuk membeli dan kemudian dijual kembali di lapangan pacuan kuda,”demikian disampaikan Shaf aman Tiwi seorang warga Ketapang, Minggu 24 Agustus 2014.

Karena tumbuh liar, sebagian pedagang ada yang memetik sendiri ada juga yang membelinya dari warga yang sudah mengumpul kan terlebih dahulu buahnya.  “Ada yang memetik sendiri ada juga yang langsung membeli dari warga, biasanya kalo dibeli dari warga harganya berkisar 4 hingga 5 ribu rupiah per bambu, sebagian warga sekitar menjadikan buah ini menjadi penghasilan tambahannya” ungkapnya.

Shaf dan warga Ketapang lainnya mengaku resah dengan ulah sebahagian dari pedagang yang memetik sendiri tersebut, sebahagian dari mereka ada yang memilih menebang batang Jamu Belang karena terlalu tinggi dan sulit untuk mengumpulkan buahnya.

“Kan sayang kalau ditebang terus batangnya, harus menunggu beberapa tahun lagi untuk kembali bisa tumbuh dan berbuah, memang Jamu Belang hidup liar, tapi setidaknya kan mereka juga harus menjaga kearifan lokal,” keluhnya.

Shaf bersama warga lainnya sering menegur pedagang yang ketahuan menebang pohon Jamu Belang dan bahkan sering beradu mulut dengan para pedagang tersebut.

Hati-hati memetik Jamu Belang
Jamu Belang biasanya memiliki buah yang sangat banyak, namun hati-hati memetik buah Jamu Belang karena bisa berakibat buruk bagi pemetiknya.

“Tidak semua buah Jamu Belang dapat dipetik begitu kita melihatnya, bisa-bisa kita kesakitan saat naik keatas pohonnya,” tambah Shaf.

Dia melanjutkan, biasanya pohon Jamu Belang dihuni oleh 3 mahluk yang memiliki serangan yang menyakitkan. “Ada 3 jenis semut yang gemar hidup dibatangnya, biasanya orang disini menyebutnya Inen Nuri (sejenis semut besar berwarna merah), Sernga (sejenis semut kecil berwarna merah), dan penyengat (sejenis lebah), dimana ketiganya sangat sakit bila mengigit, dan yang paling berbahaya adalah penyengat,” ungkapnya.

Shaf mengatakan, biasanya ketiga serangga tersebut biasanya berada di batang-batang Jamu Belang yang buahnya sudah matang dan jarang ada bekas orang memetik buahnya.

“Jadi sebelum memetik buahnya, perhatikan dulu tanda-tandanya, jangan-jangan ketiga serangga itu ada disana, lebih baik berhati-hati,” demikian Shaf.

(Darmawan Masri)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.