
SERANGKAIAN pengambilan gambar dan wawancara kru stasiun televisi swasta nasional SCTV digelar di tanah Gayo. Setelah merampungkan shooting tentang penemuan arkeologi di Loyang Mendale dan Ujung Karang, berlanjut pada produksi film semi dokumenter tentang seni Didong Gayo.
Didamping tim LintasGayo.co kru SCTV mewawancai tokoh Gayo sekaligus ulama kharismatik Drs. Tgk. H. Mahmud Ibrahim., MA, Jum’at 18/7 siang di masjid Agung Ruhama Takengon.
Dihadapan lensa kamera Drs. Tgk. H. Mahmud Ibrahim., MA menyatakan bahwa kesenian Didong adalah salah satu jenis seni yang sudah berkembang sejak lama dan menjadi identitas masyarakat. Kesenian ini, katanya, awalnya menjadi media siar agama Islam di tanah Gayo. Meski hari ini peran itu sudah agak kabur, jelasnya.
Lebih lanjut Drs. Tgk. H. Mahmud Ibrahim., MA yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa program doktoral (S3) di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry menjelaskan seni Didong juga pernah menjadi media propaganda kolonialis dalam memecah belah kesatuan masyarakat. Dulu kita tidak malu datang menonton pertandingan Didong dengan membawa anak dan istri, karena isi dan syair-syairnya sangat santun dan berisi petuah-petuah adat yang bersumber dari kearifan lokal. Tetapi sekarang hal itu justru terbalik,” jelasnya kepada Dimas yang mewawancarainya.
“Tanggungjawab kita dan pelaku seni di Gayo untuk mengembalikannya menjadi seni yang bermanfaat dalam kehidupan masyarakat”, jelasnya.
Usai melakoni pengambilan gambar dan menjawab sejumlah pertanyaan prihal sejarah Didong dan masuknya agama Islam di tanah Gayo Drs. Tgk. H. Mahmud Ibrahim., MA megaku sangat lega dan senang. Alasannya karena ia dapat berperan dalam melestarikan dan mensiarkan kekayaan budaya Gayo.
“Saya pernah hidup!” kata Drs. Tgk. H. Mahmud Ibrahim., MA sambil menyalami kru SCTV. (Aman Renggali)