Oleh : Qien Mattane Lao*
Mahalnya Minum dan Pipis di Eropa
Selain mengunjungi patung anak kecil pipis. Di Belgia aku juga jalan-jalan di kota Bruxelles menikmati suasana. Aku sempat nongkrong di sebuah Cafe yang menunya mahal luar biasa. Suasananya seperti cafe-cafe yang ada di sekitar Oberoi dan Petitenget di Bali. Pengunjungnya juga sama, kebanyakan orang kulit putih.

Dari cafe ini, aku jalan melewati toko coklat dan toko mainan. Di sini lebih aman daripada di Champs-Élysées . Di sini nggak banyak pencopet.

Aku di tengah Kota Brussels
Aku terus jalan kaki dan ketemu dengan warung es krim. Aku beli es krim yang ada waffle- nya. Di sana aku ketemu sama orang yang mirip sekali dengan Dumbledore, kepala sekolahnya Harry Potter. Tapi sayang dia tidak mau difoto.
Setelah capek jalan kaki, kami semua dibawa ke restoran untuk makan siang yang lagi-lagi di restoran masakan Cina.
Cerita soal makan, di eropa ini harganya udah nggak usah ditanya. Mahalnya luar biasa, Mc Donald adalah makanan yang paling murah. Big Mac harganya nggak terlalu beda jauh dengan di negara kita. Kalo restoran lain, sangat enggak terjangkau oleh kantong kita orang Indonesia.
Untungnya karena saya ikut dalam rombongan tur. Rata-rata makan sudah ditanggung oleh penyelenggara tur. Tapi minum harus beli sendiri. Nah di sini baru masalah, air minum dalam botol di sini luar biasa mahalnya. Kalau di Indonesia dengan uang 4000 rupiah kita udah bisa beli satu botol besar Aqua. Di sini, satu botol kecil Aqua aja harganya bisa mahal sekali.
Di Perancis dan Belgia ini harganya, 0.80 Euro (80 cent) sekitar 13 ribu rupiah cuma dapat satu botol kecil mungil, separuh ukuran Aqua tanggung. Belakangan baru aku tau kalau harga ini terhitung murah, karena di negara lain, mulai dari Belanda, Jerman, Austria, Lichtenstein, Swiss sampai Italia. Nggak ada lagi harga air botolan yang harganya di bawah 1,5 Euro (sekitar 25 ribu rupiah).
Di Eropa, urusan air ini. Yang mahal bukan cuma air yang dimasukkan ke badan. Tapi untuk mengeluarkan air dari badan juga mahal luar biasa. Malah lebih mahal dibandingkan harga air botolan.
Bayangin, untuk pipis aja di sini kita harus bayar sampai 3 Euro. Itu kan udah hampir 50 ribu uang kita.
Makanya, kalo aku. Daripada pipis di WC umum mendingan ditahan , kalo kesempatan berhenti di toko numpang pipis. Deh. Gratis.
Memang sih WC di sini bersih-bersih. Beberapa desainnya sangat unik, contohnya seperti WC yang ada Jerman. WC-nya udah ada pembersih tempat duduk otomatis yang kalo di flush keluar alat untuk membersihkan tempat duduknya. Nge-flush nya juga unik, flashnya pakek sensor.
Tapi biarpun WC-nya bersih dan unik, tetap aja. Aku nggak rela bayar bayangin 50 ribu rupiah cuma untuk buang air.
Oh iya, selain WC tempat unik yang lainnya juga banyak. Contohnya seperti tempat sampah ada yang bentuknya lucu seperti Handphone (hp).
Selesai makan siang, aku dan rombongan diajak untuk mengunjungi taman atomium yang bergaya futuristik. Di taman ini sembilan bola baja raksasa disusun sehingga terlihat seperti struktur kristal. Melihat bangunan ini aku teringat pelajaran IPA di sekolah.
Atomium ini sudah menjadi salah satu ikon Brussels, selain patung anak kecil pipis yang sudah ada sejak abad ke-13.

Letak atomium sedikit di luar kota, tepatnya di kawasan Heysel Park. Tidak jauh dari Stadion Heysel, yang terkenal dengan tragedi Heysel yang menewaskan puluhan penonton dalam pertandingan final Piala Champion antara Liverpool melawan Juventus pada tahun 1985. Tentu saja waktu itu aku belum lahir. Ayahku saja waktu itu baru seumuran aku sekarang dan ibuku belum masuk TK karena baru lancar berjalan.
Kata om David yang menjadi pemandu kami, atomium ini dirancang oleh Andre Waterkeyn . Aku sangat kagum dengan rancangan ini . Gimana enggak, bayangin aja. Semua bola raksasa yang masing-masing berdiameter 18 meter ini. Bisa tegak berdiri dengan bertumpu cuma pada satu bola utama saja dengan bantuan 3 tiang penunjang.
Setelah puas mengunjungi Bruxelles, kami melanjutkan perjalanan ke Belanda.
Ada banyak cerita seru di sana. Dalam ukuran eropa, berada di negara yang pernah lama menjajah kita ini. Serasa berada di kampung sendiri.
Kisah lengkapnya akan aku ceritakan di tulisan selanjutnya.
*Penulis adalah Putri Gayo asal Kute Rayang, Isak. Kelahiran Desember 2004.