Oleh : Tgk. Mukhlisuddin Marzuki[1]
Pilpres 2014 yang akan dihelat pada 9 Juli 2014 menjadi sangat istimewa karena berbarengan dengan bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, disamping itu juga bersamaan dengan event Piala Dunia 2014 yang digelar di Brazil. Di Indonesia, sejak puluhan tahun lalu event piala dunia disambut dengan meriah, apalagi di Aceh. Rupanya ada yang menarik dalam gelaran Piala Dunia 2014, ternyata ini adalah Piala Dunia pertama yang digelar berbarengan dengan bulan Ramadhan sejak tahun 1986. Walhasil, bangsa Indonesia akan berhadapan dengan tiga agenda besar yang berbeda maksud dan tujuan, namun ada benang merah di antara ketiganya, ada kaitan bahkan saling mempengaruhi satu sama lain walau berbeda makna.
Start Pemilu Presiden 2014 sudah dimulai sejak 4 Juni 2014 sebagai awal masa kampanye, nuansa kampanye terus terasa hingga Ramadhan. Bahkan pada 11 Ramadhan 1435 H bertepatan 9 Juli 2014, bangsa Indonesia akan menunaikan hajat dalam menentukan pilihan mereka terhadap kader terbaik bangsa sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019. Berikutnya, Piala Dunia 2014 yang berlangsung di Brazil, mulai 12 Juni hingga final 14 Juli yang merupakan event sepakbola terbesar di jagad ini dan semua bangsa di Dunia menyambut hiruk pikuk piala dunia dengan beragam ekspresi den eforia yang berbeda, piala dunia menerapkan Fair Play sebagai moto sportifitas dalam berkompetisi. Selanjutnya adalah Ramadhan, bulan suci bagi umat Muslim, yang mulai 29 Juni hingga Lebaran Idul Fitri 1435 Hijriah pada 28 Juli. Ketiga kegiatan akbar tersebut merupakan aktivitas rutin. Pilpres lima tahunan, Piala Dunia empat tahunan dan Puasa Ramadhan setahun sekali. Bedanya hanya pada Piala Dunia, di mana Indonesia hingga kini belum pernah berpartisipasi.
Terkait Pilpres 2014, bangsa Indonesia sering dihadapkan oleh isu-isu politik yang tidak bertanggungjawab yang saling menjelekan antar satu pasangan capres/cawapres dengan pasangan lainnya, saling melontar isu negatif dan saling menjatuhkan, sebenarnya hal tersebut sangat merugikan bangsa indonesia sebagai proses pendidikan politik bagi masyarakat dan juga merugikan pasangan calon presiden sendiri, membuka aib pasangan lain sama halnya membuka aib sendiri.Kecenderungan yang paling menonjol dalam pilpres 2014 dibandingkan Pilpres 2009, yakni semaraknya kampanye hitam, saling menjelek-jelekkan dengan maksud menjatuhkan pihak lain, ini sepertinya sudah menjadi sesuatu yang lumrah pada masa kampanye.
Islam menentang perbuatan semacam itu. Malah menyebutkan bahwa jika kejelekan seseorang yang digembor-gemborkan adalah benar, tindakan tersebut jatuh sebagai ghibah atau gosip. Sebaliknya, jika faktanya tidak sebagaimana yang disebut-sebut, perbuatan itu dinilai fitnah. Jelas kedua hal itu harus dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Kerisauan terhadap kampanye hitam tidak hanya membuat penyelenggara Pemilu (KPU/Bawaslu) turun tangan, bahkan tokoh agamapun turut serta membendung meluasnya kampanye hitam terus melebar. Kenyataannya, bukan terbendung malah semakin dekatnya “hari penentuan” 9 Juli, kampanye hitam semakin menjadi-jadi yang tidak hanya menyerang pribadi pasangan capres tetapi termasuk masa lalu yang belum tentu kebenarannya. Seharusnya di Bulan Ramadhan yang penuh berkah, para pihak dapat menahan diri untuk tidak saling menjelekkan karena menjaga kemuliaan Ramadhan.
Memaknai Ruh Ramadhan
Ramadhan sebagai bulan penuh cinta, menganjur kasih sayang antar manusia, hanya dalam Ramadhan (tidak pada bulan lain) setiap individu—walaupun baru lahir—memberikan sebagian kecil bahan makanannya untuk pihak lain berdasarkan ketentuan yang telah berlaku dalam syara’ yang disebut dengan zakat fitrah. Ramadhan juga sebagai bulan meredam hawa nafsu dengan berpuasa yang menuntut umat Manusia untuk dapat meminimalisir peluang dosa. Kampanye hitam dengan saling menjelekkan akibat dorongan nafsu buruk seperti amarah dan dendam menjadi musuh besar dalam kehidupanm, bahkan dapat mengotori puasa Ramadhan. Ini dapat dipahami dari sabda Nabi Muhammad SAW setelah memimpin Perang Badar sebagai perang pertama dalam Islam untuk membela hak yang terjadi pada bulan Ramadhan. Menurut Rasulullah, ada perang yang lebih besar dibandingkan Badar, yakni mengalahkan hawa nafsu. Membatasi kinerja hawa nafsu akan membawa kita mencapai kesempurnaan Ramadhan.
Pelaku kampanye hitam memang tidak mau diajak untuk melakukan suatu kebaikan walaupun telah diingatkan dengan berbagai cara, termasuk melalui merefleksikan hikmah Ramadhan. Dalam kaitan dengan pilpres, Ramadhan kita tahun ini justru mendapat tambahan ujian, yakni berusaha terhindar dari jelek-menjelekkan yang dilakukan secara masif dan sistemik dengan nama kampanye hitam. Di sisi lain, tidak pula dapat dilupakan bahwa ujian juga namanya berbagai usaha menghentikan kampanye hitam—termasuk melalui usaha agar memetik hikmah bulan Ramadhan—tidak berhasil dilakukan. Artinya, demokrasi yang kita anut, bahkan negara ini, sedang menghadapi ujian yang tak kecil, sampai mengancam kehidupan bernegara. Setiap ujian memang tidak mudah untuk dilalui, namun setiap ujian pasti berujung pada peningkatan kualitas yang menuju pada tingkat pencapaian taraf hidup yang lebih baik.
Hikmah puasa yang dapat dikaitkan dengan kecenderungan pilpres sebagai upaya untuk meredam dampak buruk yang lebih parah lagi dari pesta demokrasi tersebut dengan meredam kampanye hitam yang dapat merusak persaudaraan, menghancurkan ukhwah serta meruntuhkan nilai Ramadhan, saatnya kampanye santun untuk diterapkan dalam memaknai ruh Ramadhan dalam nuansa Pilpres 2014, tidak ada saling menjelekkan, tidak saling menjatuhkan dan tidak saling memfitnah tentunya.
Memaknai Semangat Piala Dunia
Selama Pilpres berlangsung diharapkan roh Piala Dunia merasuk pada pesta demokrasi dalam menentukan pemimpin Bangsa Indonesia lima tahun ke depan, yaitu diwarnai dan dijalankan dengan penuh sportivitas serta Fair Play antar kandididat pasangan. Setidaknya, Pilpres sunyi dari kampanye hitam, saling menjelekkan, fitnah, adu domba, bahkan SARA. Menjaga sportivitas selayaknya para pesepak bola dari 32 negara yang berebut supremasi di Brazil, serta menahan diri dari tindakan terkutuk, meninggalkan setiap larangan yang diatur oleh “FIFA-nya Pilpres” (Dibaca; KPU/Bawaslu). Ada hikmahnya memang Pilpres “berbarengan” dengan Piala Dunia, setidaknya saat sahur bisa tepat waktu, karena Piala Dunia berlangsung di Tanah Air saat subuh hingga pagi hari. Dengan kondisi seperti itu, tentunya bisa meminimalkan “serangan fajar” dari tim sukses capres-cawapres yang merasa jagonya bakal kalah –berdasarkan hasil survei–. Tim sukses tentu akan berpikir melakukan hal negatif karena menyebabkan rusaknya puasa.
Hikmah ramadhan dan fair play yang menjadi moto Piala Dunia dapat memberikan pencerahan dalam proses menuju pemilihan Presiden-Wakil Presiden, sehingga persaudaraan dan ukhuwah akan tetap terjaga meski berbeda pilihan dan dukungan, perbedaan pilihan sejatinya akan tetap membina kebersamaan dan persatuan bangsa ini, sebab Indonesia hanya akan dapat dibangun dengan persatuan dan kesatuan seluruh rakyatnya. Amin.
[1] Penulis adalah Staf Pengajar di Dayah MUDI Mesjid Raya, Pengajar di STAI Al-Aziziyah dan Penyuluh Agama Islam Fungsional di Kemenag Kab. Pidie Jaya