Mimpi dapatkan “Labar dan Sophe Penget” makanan khas Leuser di bulan Ramadhan

oleh
Raemah pedagang makanan sebagai menu buka puasa sedang menyusun dagangannya berupa pulut panggang dan air tebu di kota Kutacane Minggu (6/7). (LGco_Jubel)
Raemah pedagang makanan sebagai menu buka puasa
sedang menyusun dagangannya berupa pulut panggang dan air tebu di kota
Kutacane Minggu (6/7). (LGco_Jubel)

Tamu khusus pemerintah Kabupaten Gayo Lues yang berkunjung ke Kabupaten Aceh Tenggara di luar bulan Ramadhan dipastikan mesti melewati prosesi penyambutan dan tepung tawar dan akan disuguhi hidangan yang khas kebanggaan khas daerah Sepakat Segenep tersebut.

Namanya Labar, makanan yang rasanya menggoda lidah dan selera apalagi disamping menu Labar tersebut juga tersedia sayur Sophe Penget yang diramu dengan ikan kering atau ikan Jurung dari Sungai Alas. Waw, seperti sudah diujung lidah rasanya jika berbicara tentang kedua menu makanan khas ini.

Muncul pertanyaan, apa sebenarnya Labar tersebut. Makanan yang bisa menjadi lauk makan nasi dan bisa juga dimakan tanpa nasi,Labar juga diakui dapat menjadi obat agar perut tetap sehat.

Bahan makanan Labar lebih sering dibuat dari daging bebek dan ayam kampung yang dikukus atau direbus, bumbu lainnya dicampur setelah daging usai direbus, bumbu seperti santan kelapa sengaja dibuat mentah dan kelapa ginseng serta bawang mentah plus merica dan ditambah bumbu lainnya.

Sedangkan Sophe Penget yang sebenarnya merupakan gulai biasa namun menjadi luar biasa setelah melalui cara memasaknya, karena Sophe Penget sama dengan pakis disayur kering.

Sophe dalam Indonesia adalah Pakis yang digulai dengan ikan kering atau ikan jurung dari Sungai Alas dimasak hingga kering tanpa kuah. Setelah mendapat pengeringan tersebut maka rasanya akan berbeda dengan gulai yang masih ada kuahnya, pasti ketagihan jika telah mencobanya.

Namun sangat disayangkan, masakan dan makanan khas Aceh Tenggara ini sulit ditemui dipasar-pasar Ramadhan yang ada di Kutacane ibukota Aceh Tenggara, tidak diketahui apa yang menjadi penyebab kelangkaan makanan khas tersebut.

Penelusuran LintasGayo.co disejumlah pasar Ramadhan yang ada di beberapa Kecamatan di Aceh Tenggara, dari deretan lapak pedagang makanan tidak satupun ditemukan yang menjajakan makanan khas Labar dan Sophe Penget tersebut.

Beberapa pedagang tersebut saat ditanyai menyatakan tidak tertarik menjual jenis makanan khas tersebut saat bulan Ramadhan dengan alasan selain jarang dicari masyarakat juga mahal harganya serta kebanyakan masyarakat hanya mencari menu untuk berbuka puasa saja seperti kue atau sejenis makanan ringan lainnya.

“Saya tidak tertarik menjual makanan khas itu karena tidak banyak dicari orang dan semua masyarakat hanya mencari menu makanan untuk berbuka puasa saja,” kata Arif (35) pedagang makanan di pasar Ramadhan Kota lembah Leuser tersebut.

Dikatakan lagi, untuk menu makan malam dan sahur, masyarakat lebih dominan membuat menu sendiri di rumah masing-masing sehingga jenis kue yang sifatnya tidak mengganggu pencernaan yang dicari oleh masyarakat

Sementara menurut Ratna (37), ibu rumah tangga yang mengaku hanya menjadi pedagang makanan ketika bulan Ramadhan saja, satu lapak di pasar Ramadhan kota Kutacane tetap diperjuangkannya untuk meraih Rupiah sebagai biaya lebaran. Dia juga tidak tertarik menjual Labar dan Sophe Penget.

Ratna mengaku lebih laris jika hanya menjual makanan ringan saja, jika menjual makanan untuk makan malam dan sahur maka dipastikan para pedagang musiman ini tidak mendapat rejeki.

Bahkan Ratna yang mengaku memiliki tanggungan empat orang anak itu tidak mengerti bagaimana cara memasak makanan khas seperti Labar dan Sophe Penget itu. Menurut Ratna makanan khas suatu daerah seharusnya tidak sulit ditemui namun dia juga mengaku bingung kenapa saat Ramadhan makanan khas itu sulit ditemui.

Di lokasi lain, Raemah (60) yang membuka lapak dagangannya di depan Ruko ABC Kutacane dan memilih menu dagangan pulut panggang dan air tebu mengakui makanan khas Aceh Tenggara sudah diketahuinya sejak dia ingat dunia ini.

Namun diusianya yang sudah nenek-nenek tersebut sempat diakuinya jika makanan khas tersebut sebenarnya belum dapat dikategorikan sebagai makanan khas karena tidak semua masyarakat mengerti tentang makanan itu dan sulit sekali mendapatkannya.

Makanan itu pada jaman dahulu seperti cerita para orang tua sebelumnya hanya dimakan oleh para raja dan pengikutnya. Selain itu makanan Labar dan Sophe Penget juga hanya di konsumsi oleh para masyarakat yang memiliki tingkat kehidupan diatas rata-rata atau menengah keatas.

“Kalaupun ada masyarakat kecil yang memakan makanan khas itu hanyalah suatu kebetulan saja karena dapat rejeki berlebih dari biasanya, buktinya hingga kini makanan itu hanya muncul ketika ada tamu daerah yang datang, jangan-jangan salah pilih makanan khas kita disini,” tandas Raemah sambil melayani pembeli pulut panggangnya. (Jubel | Kha)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.