Sang Akhwat (4)

oleh

[Cerbung]

Bagian 4 Dari 5 Carita

Irama Br Sinaga

Fanny memiliki hati dan jiwa yang tenang langsung mengambil air wudhu dan salat istikharah. Akhwat tangguh itu tidak membalas sms Zulfikar karena jawaban belum ada dan masih dalam keadaan dilema.

Shalat istikharah sudah tiga kali dilakukan dan hasilnya tetap sama. Untuk hal ini dia tidak mau curhat dengan siapapun selain kepada sang Khalik Allah SWT. Dia yakin atas takdirnya dan apapun jawabannya itu adalah yang terbaik.

Sehari lagi adalah hari Rabu, Reza deg-degan dan tak sabar menunggu jawaban dari Fanny. “Bila jawabannya “Ya” bagaimana aku menjalani hari-hari dengannnya, bila jawabannya “Tidak” bagaimana dengan Bunda”. Bunda tidak setuju dengan gadis lain selain Fanny. Tah apa lebihnya Fanny di mata sang Bunda.

Bumi menyambut sang Fajar, ayam berkokok, suara adzan terdengar sayup-sayup. Bunda berusaha menghubungi Fanny namun tidak terhubung. Bunda memaksa dan menyuruh Reza menghubungi Fanny juga tidak bisa terhubung.

“Reza, kamu punya nomor keluarganya?”, tanya Bunda panik.

Gak Punya Bunda, Bunda sabarlah, mungkin handphone nya sedang di cas. Ini masih pukul 07.00 wib Bunda”.

“Ya ya bisa jadi”. Bunda mengalah dan handphone masih dalam genggaman. Bunda selalu mencoba menghubungi hingga adzan Dzuhur terdengar Bunda setia menunggu jawaban. reza juga penasaran dan takut Fanny akan terjadi sesuatu. Reza berusaha menghubungi kawan-kawan dan kader, semua pada sibuk dan tidak tahu tentang Fanny. Bunda lemas dan terjatuh karena dari pagi belum sarapan, Bunda sangat berharap sekali. Dengan kejadian ini Reza sangat marah dan benci pada Fanny. Gara-gara Fanny Bundanya jatuh pingsan.

Adzan maghrib pun berkumandang, Fanny dan keluarga masih dalam perjalanan dari ziarah kuburan nenek di tanah kelahirannya. Selama ziarah tidak ada jaringan sehingga Fanny sulit dihubungi. Sesampainya dirumah handphone Fanny berbunyi, banyak pesan yang masuk. Satu pesan dari Reza “Kalau anti (kamu) tidak mau menerima ana (saya) kenapa tidak sms saja, jangan seperti ini caranya. Anti harus pertanggungjawabkan perbuatan anti dihadapan Allah, gara-gara anti Bunda jatuh pingsan”.

Sms Reza membuat Fanny merasa bersalah dan Fanny berinisiatif esok langsung kerumah Bunda.

Pagi yang cerah, senyum Fanny merekah berharap keluarga Reza memaafkan atas perbuatannya.

“Mau kemana Fan?”, tanya Umy.

“Umy, Fanny ke rumah Bunda Reza ya bentar, katanya Bunda sakit”.

“Oh, Umy boleh ikut?”.

Ndak usah Umy, besok-besok saja Ayah dan Umy datang”. Fanny takut keluarga Reza marah-marah.

Diperjalanan Fanny berdoa dan berharap semuanya baik-baik saja. Sesampainya, kakak Reza langsung menghampiri…

“Lebih baik kamu pergi saja, semua orang disini benci kamu, kamu pikir kamu tu cewek apaan, wajahpun pas-pasan”, Reva merendahkan Fanny.

“Kak, Fanny kesini mau minta maaf”, jawab Fanny sedih dan ketakutan.

“Kamu pikir dengan meminta maaf Bunda bisa sembuh seperti semula”.

“Kak beri Fanny kesempatan”.

“Tidak, kamu pulang saja”.

“Kak, Fanny benar-benar minta maaf, berikan Fanny waktu untuk menjelaskannya”.

“Apa yang kamu jelaskan, dasar cewek ndak tau diri, pulang sana”. Membentak

Fanny tak berdaya lagi, air mata tak mampu ia tahan dan Fanny langsung berpaling  melangkah pergi. Dia tak melihat dan mendengar sosok Reza dan Bunda. Sepanjang perjalanan Fanny menangis dan menyesal tidak mengabari Bunda kalau keluargnaya pergi ziarah dari hari Selasa sore. ——Bersambung—— [SY]

[highlight]Sang Akhwat (3)[/highlight]
[highlight]Sang Akhwat (2)[/highlight]
[highlight]Sang Akhwat (1)[/highlight]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.