10 Hari Menjelajah Eropa (Bag 3)

oleh
Aku di atas kapal Pont Alexandre III

Oleh : Qien Mattane Lao*

Menjelajah Kota Paris
Nama Bandara Charles de Gaulle diambil dari nama seorang  Jendral  semasa Perang Dunia Kedua, yang kemudian menjadi Presiden Perancis.

Bandara ini tidak sebesar Changi, tidak lebih bagus dari Bandara Soekarno – Hatta. Bandara Charles de Gaulle lebih mirip dengan Bandara Polonia dengan ukuran lebih besar. Kusutnya juga seperti Polonia. Bedanya di Charles de Gaulle ada travelator  dalam terowongan di bawah tanah. Lumayan bagus, tapi baunya aneh. Meskipun baunya tidak terlalu menusuk, tapi aromanya  kecut dan tidak enak. Seperti bau tembok yang lembab dan berjamur.

Keluar dari bandara aku langsung disambut oleh udara dingin yang segar.  Aku tidak menyangka, akhirnya aku bisa sampai di Paris.

Aku di depan Arc de Triomphe
Aku di depan Arc de Triomphe

Saat ini di Perancis sedang musim semi. Menurut orang Perancis, udara sekarang ini hangat. Tapi hangatnya musim semi di Paris, suhunya 17 ⁰ Celcius.  Lebih dingin dari musim depik yang paling dingin di Takengen.  Karena itulah hampir semua orang yang berada di luar ruangan masih memakai mantel. Meskipun mantelnya tidak setebal mantel musim dingin. Cuma ada sedikit orang yang terlihat hanya memakai kaos atau baju lengan panjang.

Di parkiran bandara, aku dan rombongan sudah ditunggu bis yang akan membawa kami tur keliling eropa.  Sopirnya orang Italia bernama Pietro.  Dia bisa berbahasa Inggris tapi tidak lancar. Bahasa inggrisnya belepotan campur aduk dengan bahasa Italia.

Untuk tujuan pertama, Pietro membawa kami ke Arc de Triomphe. Salah satu monumen penting di Paris  berupa gapura yang berarti “Gerbang Kemenangan” ini.  Berdiri di tengah kawasan Place de I’Etoile dan di ujung barat kawasan Champ Elysees.  Dibangun atas perintah Napoleon Bonaparte. Untuk merayakan kemenangan tentara Perancis yang dia pimpin dalam perang di Austria.

Dari Arc de Triomphe aku dan rombongan diajak ke Sungai Seine yang membelah kota Paris. Untuk naik kapal menyaksikan kota Paris dari dalam sungai.  Sungai Seine yang banyak muncul di film-film yang menggambarkan suasana romantis ini adalah sungai utama  yang membelah kota Paris menjadi dua.

Aku di atas kapal Pont Alexandre III
Aku di atas kapal Pont Alexandre III

Di atas kapal Pont Alexandre III yang aku tumpangi. Aku melewati menara Eiffel, Katedral Notre Dame,  Louvre dan bangunan-bangunan bersejarah lainnya.  Kami juga lewat di bawah jembatan Pont des Art  (dalam bahasa Perancis, Pont berarti Jembatan) yang menghubungkan antara Institut de France dan salah satu bagian dari Palais du Louvre di Paris.  Jembatan ini pada pagarnya banyak terpasang gembok. Konon kalau ada pasangan yang meninggalkan gembok terkunci di pagar jembatan itu. Mereka tidak akan pernah berpisah selamanya.  Orang Perancis masih percaya tahyul seperti ini.

Ketika kapal melintas di dekat Menara Eiffel
Ketika kapal melintas di dekat Menara Eiffel

Di kapal yang aku tumpangi. Mayoritas penumpangnya siswa sekolah yang sedang ikut tur sekolah. Kalau dilihat dari wajahnya, kebanyakan berwajah eropa tapi ada juga  yang berwajah khas  India, ada yang seperti orang Cina. Tapi mereka semua berbicara dalam bahasa Perancis.

Aku sendiri meskipun ini adalah kali pertamaku berkunjung ke Perancis. Tapi aku  merasa seperti sudah terbiasa dengan negara ini. Soalnya, ayahku punya banyak teman orang Perancis. Beberapa dari mereka sering menginap di rumah kami, kalau kebetulan sedang berkunjung ke Indonesia.

Dua teman ayahku  yang aku kenal. Om Stephane dan tante Agnes, tinggal di Paris. Waktu ke Indonesia, mereka pernah menginap di rumahku. Tadinya aku mau ketemu sama mereka. Tapi karena om Stephane kerja sampai malam, dan rumahnya lumayan jauh dari hotel tempatku menginap. Kami tidak jadi ketemuan.

Di Bordeaux, ada  tante Audrey dan om Jean-Marie. Di Lyon, ada teman ayahku sesama anak Leuser Unsyiah. Namanya om Rakay,  dia menikah dengan tante Liz yang memang orang Perancis.  Waktu masih kecil, aku pernah bertemu dengan mereka berdua.

Aku di tengah anak-anak sekolah Perancis di atas kapal Pont Alexandre III
Aku di tengah anak-anak sekolah Perancis di atas kapal Pont Alexandre III

Karena sangat familiar dengan orang Perancis. Waktu kecil malah aku pikir orang Perancis itu bukan orang asing. Tapi sama saja seperti orang Gayo, Jawa, Kalimantan, Sulawesi atau Papua.

Aku punya banyak buku,  majalah dan CD lagu anak-anak berbahasa Perancis.  Hadiah dari teman-teman ayahku. Aku juga hafal banyak lagu Perancis seperti Aluette, Ouvrez la Cage aux Oiseaux, Une Souris Verte dan La mère Michèle. Aku juga mengerti beberapa kata dalam bahasa Perancis, meskipun tidak bisa bicara selancar ayahku.

Selain sering bertemu teman-teman ayahku yang menginap di rumah. Waktu kecil, aku juga sangat sering diajak orangtuaku ke  « L’Alliance Française », pusat kebudayaan Perancis. Aku tidak pernah absen menghadiri  « fête de la musique »  acara pesta musik yang diselenggarakan oleh orang Perancis tiap tahun di musim panas.  Di acara itu, orang Perancis dari mana-mana datang berkumpul.  Mereka semua berbicara dalam bahasa Perancis. Termasuk ayahku.

Karena itulah, ketika di sini aku berada di tengah orang-orang yang  semuanya berbicara dalam bahasa Perancis. Aku sama sekali tidak merasa asing.

*Penulis adalah putri Gayo, asal Kute Rayang, Isak. Kelahiran Desember 2004

[highlight]10 Hari Menjelajah Eropa (Bag 2)[/highlight]

[highlight]10 Hari Menjelajah Eropa (Bag 1)[/highlight]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.