Kampanye Miskin Kreatifitas

oleh

OLYMPUS DIGITAL CAMERAOleh : Diana Saputri*

Indonesia beberapa bulan lagi akan mengadakan pesta demokrasi kembali, pesta demokrasi terbesar kedua setelah pemilihan wakil rakyat, ajang unjuk gigi kali ini adalah untuk menentukan siapa yang layak menjadi nakhoda serta kapten yang membawa perahu negeri ini. Ya, apalagi kalau bukan Pemilu Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019 yang akan digelar beberapa pekan mendatang. Hanya tinggal menghitung hari saja.

Sudah barang tentu hal ini menjadi semacam tradisi pula bagi rakyat Indonesia untuk mengadakan perundingan, berembuk, berdiskusi serta bertukar pendapat guna membicarakan siapa gerangan orang yang akan dijagokan dan dirasa paling pantas serta tidak pantas menduduki kursi jabatan tertinggi di Negara ini.

Jika dinilai dari satu sisi, rutinitas masyarakat untuk menjadikan kandidat calon presiden sebagai buah bibir bukanlah suatu hal yang buruk untuk dilakukan, rutinitas ini sudah menjadi semacam “snack” pengganti tema obrolan masyarakat ketika  menjelang Pemilu.

Cerita demi cerita, penilaian demi penilaian terus hadir, gema suara tentang politik, peran serta bagaimana persaingan antar kedua kubu semakin terasa hangat. Beradu pendapat dalam mengemukakan argumen masing-masing seolah sudah menjadi kebudayaan khas jelang setiap pemilu. Namun disisi lain bagaimana jadinya jika kegiatan positif tersebut malah dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab yang berasal dari tim sukses kedua kubu dengan cara saling mengekspos keburukan dan kesalahan masa lalu dari kandidat lawan, dengan menyebarkan berita buruk dan mengupas masa lalu masing-masing calon membuat masyarakat semakin kuat memegang jagoannya dan membantu menyebarkan isu keburukan lawan kandidat secara langsung dan tak langsung, mirip dengan sejenis fitnah berantai, miris sekali.

Tentu banyak tanggapan dari berbagai pihak, ada yang menyatakan setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh si A karena pendapat tersebut disertai dengan fakta, sedangkan di lain sisi ada yang tidak setuju dan memberi pendapat lain yang tidak disertai fakta. Banyaknya informasi terkait tentang kedua calon kandidat ‘jagoan negara’ ini menyebabkan banyak calon pemilih yang kebingungan untuk menentukan pilihan yang mana karena tidak ada satupun informasi positif yang seharusnya mereka terima, alhasil karena tak mau ambil pusing, golputlah mereka.

Penyebab terjadinya saling serang informasi diatas erat kaitannya dengan ‘virus ala negative campaign dan black campaign.’ Lalu apakah yang dimaksud dengan negative campaign dan black campaign?

Cara Nembedakan Negative Campaign dan Black Campaign
Untuk sekedar kita ketahui, dalam sebuah pemilu ada dua buah kampanye yang harus dihindari namun harus pula diketahui oleh masyarakat banyak, karena kedua hal ini erat kaitannya dengan pengaruh konsistensi masyarakat, terutama masyarakat yang masih awam. Dua poin penting ini adalah “Negative Campaign-Kampanye Negatif” dan “Black Campaign-Kampanye Hitam”.

Dalam dunia politik, negative campaign merupakan kampanye yang memiliki dasar, fakta dan hal yang buruk atau tidak baik tentang suatu figure. Contohnya : berita untuk kandidat si fulan yang karena ulahnya dalam menangani sesuatu sudah mengakibatkan dampak akhir yang berefek buruk, merusak dan tidak diharapkan, berita ini diserta dengan berupa-rupa bukti yang mendukung, seperti foto saat terjadinya pengambilan keputusan dan foto perbandingan kondisi saat ini. nah hal ini termasuk dalam negative campaign.

Namun, dalam hal politik negative campaign diperbolehkan untuk referensi bagi pemilih dalam hal mempelajari suatu “track record” dari seorang figure atau orang yang akan dipilih.

Sedangkan black campaign merupakan kampanye yang tidak memiliki bukti serta dasar maupun fakta yang buruk atau tidak baik mengenai suatu figure. Contohnya : berita untuk kandidat si fulanah, dikabarkan bahwa si fulanah ternyata bukan orang asli Indonesia, bukan umat muslim, bukan penganut demokrasi dan lain sebagainya, yang pada akhirnya membuat calon kandidat terlihat buruk citranya di mata masyarakat. Kampanye yang satu ini hanya digunakan oleh tim sukses yang menganggap bahwa dengan menggunakan cara black campaign dapat ‘mengirit’ modal kampanye dan tidak mengeluarkan tenaga. Black campaign jelas merupakan  kampanye termiskin yang sekarat dengan kreatifitas.

Black campaign erat kaitannya dengan isu SARA yang memuatkan isi tentang keburukan suku, agama, ras dan golongan antar kandidat tersebut. Black campaign bukan jenis kampanye yang mendidik, bahkan terkesan sangat licik dan kekanak-kanakan. Kampanye ini berperan besar dalam mempengaruhi sistem pertahanan terbawah dan terkuat dalam masyarakat. Kondisi memprihatinkan ini malah dianggap sebagai ajang cara menjatuhkan paling ampuh karena menggunakan oleh tim sukses masing-masing calon yang semakin sibuk menyebarkan berita tentang buruknya tingkah calon fulan, dan jeleknya ulah calon fulanah.

Sadar tidak sadar, kedua kubu semakin jauh dari tujuan utama yaitu menunjukkan kualitas yang seharusnya semakin ditonjolkan.

Seharusnya, mereka yang menjadi calon presiden semakin giat meningkatkan program unggulan, visi dan misi kerja untuk meyakinkan masyarakat, dan bukan malah saling menjatuhkan. Karena saling menjatuhkan bukan salah satu akar penguat demokrasi, malah bisa jadi sebaliknya, hal ini bisa memicu retaknya demokrasi, karena dipenuhi dengan tindakan tidak terpuji yang dihasilkan dari berupa-rupa fitnah yang disebarkan.

Dalam agama islam, negative campaign termasuk dalam perbuatan tercela yaitu Ghibah. Ghibah sama dengan menggunjingkan keburukan orang lain. Sedangkan black campaign masuk dalam kategori Fitnah, yaitu mengada-adakan suatu hal yang tidak pernah terjadi demi memperburuk citra orang yang dituju.

Tulisan ini hadir guna memberi pencerahan kepada calon pemilih dalam pemilu pilpres mendatang untuk lebih jeli dalam membedakan berita benar dan kabar angin yang tersebar. Hal ini untuk mengantisipasi adanya perpecahan suara dan beruntutnya berita-berita yang semakin memperburuk citra politik dalam negeri. Ingat, pemilih yang cerdas tidak menelan berita bulat-bulat tanpa menelaah terlebih dahulu, karena cerdas dalam menganalisa membuat pilihan tepat bagi pemimpin yang tepat pula.

*Mahasiswi Teknik Informatika, Politeknik Negeri Lhokseumawe

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.