IBU ROS, itulah sapaan anak-anak jika memanggil ibu yang berusia 60 tahun itu. Sosok yang telah menjadi seorang ibu bagi mereka, yang senantiasa memberikan kasih dan sayang dengan sepenuh hati.
Ya, dialah sosok Rosmani, S. Pd.I, itulah nama lengkapnya. Seorang pensiunan guru yang kini sebagai pimpinan Yayasan Kasih Sayang yang terletak di desa Paya Tumpi Kabupaten Aceh Tengah. Dia mengasuh 70-an anak-anak.
Saya ingin tulis kisah beliau, berawal dari ketika saya mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada bulan Maret 2014 lalu. Kebetulan kami ditempatkan di kampung Paya Tumpi 1, tepatnya pada hari ke 4 kegiatan KKN, kami menyambangi Yayasan Kasih Sayang (YKS) tersebut. Saat itu kami bertemu langsung dengan ibu Ros. Kami meminta ibu Ros memperbolehkan untuk membuat kegiatan di yayasan tersebut.
Alhamdulillah beliau merespon dengan baik niat kami. Dan kegiatan yang kami lakukan disana adalah mengajar anak-anak mengaji karena mereka kekurangan Ustadz dan ustadzah, ditambah lagi dengan mengajar baca tulis hitung (balistung), semacam les.
Genap satu bulan kami melakukan kegiatan KKN, selama itu kami pun semakin akrab dengan anak-anak panti. Mereka sudah mulai terbuka, mereka juga sudah mulai berani berbagi cerita mengenai latar belakang kehidupan mereka dan bercerita mengapa mereka berada di tempat ini.
O ya hampir lupa seharusnya saya ceritakan disini adalah sosok ibu Ros, Jujur saya sangat kagum dan salut dengan beliau, dan kemudian saya tertarik untuk mengetahui awal cerita adanya Yayasan Kasih Sayang (YKS) ini, dan beliau pun mau untuk untuk berbagi.
Sakit 11 tahun
Ada kisah yang sangat miris sebelum ibu Ros mendirikan Yayasan Kasih Sayang. Tidak tahu apa penyakit yang beliau derita, tapi yang jelas beliau dalam keadaan sakit selama 11 tahun lamanya. Selama itu pula upaya untuk penyembuhan beliau lakukan, namun tanda-tanda untuk sembuh belum ada.
Hingga pada suatu hari, beliau berdo’a dan berikrar dalam hati. Dengan berlinang air mata, ia bergumam “ya Allah berilah kesembuhan pada hamba, jika aku sembuh maka akan aku habiskan sisa umurku untuk anak-anak (anak muridnya dan anak yatim)”.
Dan subhanallah, kesehatan beliau mulai membaik. Dari sini, kita dapat mengambil pelajaran dari ibu tiga orang anak ini. Yakni, keteguhan hati, ketabahan serta semangat yang begitu kuat dalam diri beliau.
Tersentuh untuk membuka yayasan
Bermula ketika menemani seorang teman ke notaris. Namun beliau belum tahu apa tujuan kesana. Rupanya si kawan ini akan membuka yayasan. Penulis lupa yayasan apa. Ibu ros seakan mendapat ilham. Ia berfikir mengapa tidak melakukan hal yang sama?.
Singkat cerita, akhirnya Ibu Ros juga mengelola sebuah yayasan. Namun pada mulanya yayasan ini hanya menampung anak-anak putus sekolah dan penyandang cacat yang kemudian diajarkan keterampilan menjahit. Para anak ditempatkan di sebuah gedung yang dipinjamkan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.
Tiga tahun sudah kegiatan ini berlangsung, seiring itu pula nama yayasan sudah mulai terdengar oleh masyarakat. Mulai dari sinilah ibu Ros menampung anak yatim yang pada awalnya hanya berjumalah 13 orang anak yatim.
Mungkin karena hingga 40 orang. Yang saat itu didominasi oleh anak yatim korban konflik. Dengan bertambahnya jumlah anak-anak, ibu Ros sempat mengalami cobaan yakni mengenai tempat tinggal mereka. Sempat selama berapa bulan anak-anak dibawa ke rumah oleh ibu Ros. Beliau tinggal di sebuah rumah dinas guru di SD Ujung Gergung Kecamatan Bebesen. Karena statusnya memang seorang guru, tentu rumah ini tidak bisa menampung semua anak. Maka, ada juga berapa orang anak dititipkan di rumah kerabat dan tetangga terdekat .
Melihat kondisi saat itu, ibu Ros mulai berpikir keras, kemana anak-anak ini akan dibawa. Didampingi sang suami, Ibu Ros menjumpai seorang anggota DPRD dan menyampaikan kondisi yang beliau dan anak-anak rasakan. Ketika sedang cerita dengan angota dewan tersebut, tiba-tiba ada seorang yang menyahut dari belakang mereka. Dengan spontan, lelaki yang diperkirakan berumur sekitar 60-an itu berkata “disana ada tanah (sambil menyebut suatu tempat), apa kalian mau?. Mungkin lokasinya cocok untuk panti“.
Ibu Ros terkejut degan tawaran tersebut. Singkat cerita, mereka langsung melihat lokasi yang yang disebutkan tepatnya di kampung Paya Tumpi 1. Di tanah hibah orang dermawan ini lah dibangun Yayasan Kasih Sayang. Dengan kontruksi papan, tahun 2002 yayasan ini sudah mulai ditempati.
Untuk masalah konsumsi, yayasan hanya mengandalkan uluran tangan masyarakat. Terlepas dari itu ada juga bantuan mengikat dari dinas sosial setempat, Dinas Sosial Provinsi Aceh dan pusat. Namun, bantuan yang diberikan terbatas. Sebab dari 70 orang anak yang ada di yayasan, yang ditanggung oleh dinas diatas hanya sekitar 40 orang saja.
Belum berakhir cobaan yang diterima oleh ibu Ros. Pada tahun 2006, Yayasan Kasih Sayang mengalami kebakaran sampai tidak ada yang tersisa. Namun pertolongan Allah SWT terus datang. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh membangun asrama baru Yayasan Kasih Sayang.

Mendirikan madrasah swasta Ar Rahman dan pegajian
Mengingat biaya dan juga untuk mengawasi anak-anak, sebab anak-anak bersekolah diluar. ibu Ros berkoordinasi dengan Departemen Agama (Depag) Aceh Tengah untuk mendirikan madrasah untuk tingkat Ibtidaiyah dan Tsnawiyah. Alhamdulilah sudah terwujud, meskipun dengan murid per kelasnya terbatas. Tahun ini direncanakan akan dibuka untuk tingkat Aliyah .
Yayasan Panti ini menerapkan sistem pendidikan Islam, sehingga nuansa Islami terasa cukup kental. Shalat dilaksanakan secara jama’ah di balai yang terletak di area panti. Setiap malam Jum’at ada Yasinan.
Untuk meningkatkan percaya diri dan menggali potensi anak asuh, ada latihan pidato dan mudhaharah. Hal ini untuk membekali anak, bukan hanya pendidikan umum namun juga ilmu agama.
Sistem kebersamaan selalu diterapkan dalam mendidik anak asuh. Saat makan, belajar, dan melaksanakan kegiatan lain mereka dibiasakan berbaur, tidak dibeda-bedakan. Ibu Ros selalu mengajarkan bahwa diantara mereka harus saling membantu. Bagi yang sudah dewasa, wajib membantu adik yang belum bisa mandiri. Kakak-kakak mereka pun tidak enggan membantu adik pantinya, seperti dalam hal belajar, mencuci, mandi, menyetrika, dan bersih-bersih.
Semoga dengan tulisan di atas dapat menyemangati Kita semua bahwa : “Hidup itu hanya satu kali dan banyak jalan untuk berbagi dan membantu sesama. Terlebih mereka adalah anak yatim dan mudah-mudahan ada yang tersentuh untuk membantu sebab ini merupakan suatu ladang amal ibadah bagi kita”. Semoga.
*Penulis adalah mahasiswa Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Jurusan Ilmu Administrasi Negara (IAN). Berasal dari Uning Bersah Kec.Bukit , Kab .Bener Meriah