
MASA kampanye Pemilu sudah resmi berakhir kemarin. Dan tiga hari lagi adalah saat pencoblosan dan bagaimana nasib Gayo dalam 5 tahun mendatang ditentukan.
Secara umum kalau kita perhatikan selama masa kampanye kemarin. Khusus untuk Caleg ke DPRK Aceh Tengah, kita tidak melihat terlalu banyak peningkatan kualitas yang signifikan dalam hal materi kampanye maupun kualitas dari politisi yang bertarung untuk mendapatkan kursi di Pemilu kali ini.
Mayoritas politisi masih saja tetap miskin ide, baik dalam kampanye maupun strategi kebijakan yang diusung. Misalnya ketika mereka menjanjikan kesejahteraan, janji ini tidak diikuti dengan penjabaran tentang strategi nyata dan penjelasan tentang produk legislasi macam apa yang akan mereka buat. Sehingga masyarakat dapat mencapai kesejahteraan yang mereka janjikan.
Mayoritas masyarakat pemilih juga tidak sampai mempertanyakan konsep riil tentang kesejahteraan yang dijanjikan oleh sang Caleg. Sehingga yang kita saksikan dalam interaksi antara Caleg yang menjanjikan dan pemilih yang dijanjikan ini lebih banyak terjadi apa yang disebut ‘politik transaksional’. Mulai dari yang langsung membeli suara secara tunai, atau yang paling canggih menjanjikan uang aspirasi ketika menjadi anggota legislatif nanti akan dibagikan untuk konstituen pemilih untuk dibelikan sesuatu yang diharap bisa menopang ekonomi.
Dengan situasi seperti ini, ketika mereka nantinya akan memberikan suara. Segala macam bahasan rasional, analisa tentang motif lain si Caleg yang tidak berhubungan dengan kepentingan masyarakat banyak, sama sekali tidak menjadi pertimbangan dari konstituen yang sudah diikat oleh sang Caleg dalam relasi yang bersifat emosional.
Apakah ketika dia mencalonkan diri menjadi anggota dewan Caleg yang akan dipilih ini adalah orang dekat penguasa yang dipasang untuk melanggengkan kekuasaan dan segala macam kritik soal moralitasnya. Itu hanya laku menjadi pembahasan yang seksi di kalangan para calon pemilih terdidik dan rasional yang jumlahnya sangat sedikit . Dengan kondisi seperti ini, tentu saja kita tidak perlu lagi menduga-duga apalagi heran kalau pasca Pemilu nanti. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Gayo tetap tidak akan mengalami perubahan yang signifikan.
Sebenarnya pada pemilu kali ini, ada angin segar yang berhembus bagi kita warga Gayo yang menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik. Beberapa tokoh muda Gayo yang kapasitas dan idealismenya sudah teruji. Sebenarnya para Caleg ini adalah pilihan yang tepat bagi para pemilih rasional di Gayo yang suaranya tidak bisa dibeli dengan uang, dan jumlahnya hanya segelintir itu.
Sayangnya, para pemilih rasional di Gayo yang sebenarnya menjadi ‘pasar ideal’ bagi para Caleg berkualitas ini kebanyakan berpikir skeptis cenderung pesimis dan memilih Golput. Seacara umum, mereka menganggap suara mereka tidak ada gunanya sebab toh yang akan menang tetap saja para Caleg tidak berkualitas yang dipilih oleh suara terbanyak. Mereka lupa kalau Pemerintahan yang bersih tidak hanya melulu terjadi karena adanya pemenang yang hebat. Tapi juga bisa dihasilkan oleh karena adanya oposisi yang kuat.
Padahal sebenarnya meskipun nantinya DPRK masih akan dipenuhi oleh anggota yang tidak berkualitas. Tapi kalau saja para Caleg muda yang kapasitasnya sudah teruji ini bisa lolos ke parlemen. Kita masih bisa berharap, mereka yang sedikit ini bisa menjadi rem bagi perilaku menyimpang dan kebijakan tidak pro rakyat dari mayoritas anggota DPRK yang nantinya akan terpilih dan bersama mereka menentukan kebijakan di parlemen.
Tapi kalau pemilih yang berpendidikan dan rasional masih tetap menjadikan Golput sebagai pilihan, tidak memberikan suaranya pada para Caleg yang memiliki potensi menjadi REM ini. Itu artinya, kita sudah memberikan jalan tol bagi para politisi yang tidak qualified untuk berkuasa. Akan konyol jadinya kalau setelah mereka terpilih nanti, kita masih berteriak-teriak tentang bobroknya parlemen.
*Penulis adalah anggota Dewan Adat Gayo