Arti Sebuah Demokrasi

oleh

Mustafa (Custom)Mustafa Kamal

PEMILIHAN umum  (Pemilu) sudah diambang pintu, tinggal menghitung hari. Semakin dekat dengan hari H, semakin hangat pula rasanya kisruh politik di negeri ini.

Banyak hal yang dilakukan oleh para calon legislatif untuk membuat rakyat tertarik dan memberikan suara mereka dalam pemilu  09 April mendatang, baik dengan cara halus maupun kasar, secara sembunyi-sembunyi ataupun “blak-blakan”.

Perlu kita ketahui bahwa hal-hal yang dilakukan oleh calon legislatif  tersebut membuat rakyat menjadi pro dan kontra terhadap pemilu. Kenapa? dan pro dan kontra yang bagaimana? begini, di satu sisi rakyat membutuhkan sebuah perubahan untuk kehidupan mereka kelak dengan cara mengikuti pemilu dan memilih salah satu wakil rakyat yang mereka percayai dan menjalankan fungsi jabatannya seperti yang mereka harapkan.

Di sisi lain, rakyat menolak untuk  memilih,  karena mereka sudah sangat lelah dengan segala janji tentang perubahan yang dahulu dikhutbahkan oleh calon-calon yang mereka pilih namun tak kunjung ditepati hingga berakhirnya masa jabatan para wakil rakyat tersebut.

Dari seratus persen rakyat Indonesia, tiga puluh lima persennya adalah mereka yang memilih untuk menjadi golongan putih, ada banyak alasan mengapa mereka lebih memilih golput daripada mengikuti pemilu seperti yang saya tuliskan diatas.

Demokrasi dalam pengertian umum adalah  bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya mempunyai hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik.

Mengapa demokrasi di Indonesia menjadi amburadul ketika menjelang pemilu? karena landasan pemilu yang seharusnya dijalankan sudah tidak lagi beralaskan demokrasi melainkan berdasarkan materi. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? karena pengertian demokrasi sudah disalahgunakan. Para caleg yang sedikit awam (kalau boleh dikatakan ‘sedikit bodoh’) bisa saja menyalahgunakan pengertian demokrasi tepat pada bagian Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.

Mereka meracuni rakyat dengan alasan bebas melaksanakan praktik berpolitik dengan menyelimuti dan membalut sosial, ekonomi dan budaya yang kurang hangat dengan segala sesuatu yang membuat ketiga aspek tersebut dapat menjadi lebih panas dan membuat mereka dianggap berjasa dalam perannya sebagai penghangat ketiga aspek tersebut. Ya, budaya menghangatkan dengan materi tersebut sudah turun temurun dilakukan sejak Indonesia menyatakan diri sebagai negara demokrasi.

Hal yang sangat salah kaprah tersebut semakin diperparah dengan ulah para caleg yang terkadang tidak lagi menggunakan logika sebagai pegangan agar mereka dapat lolos dalam pemilu kali ini. Segala cara dihalalkan untuk dapat menduduki kursi jabatan tersebut. Mulai dari melakukan pembagian segala macam ‘tetek-bengek’ hingga menjadi musyrik dengan meyakini bahwa mandi di sungai dapat memabruhkan dan membawa keberkahan dalam pencalonan diri para caleg tersebut. Oh tuhan, luar biasa sekali negri ini!

Hal ini membuat rakyat tidak dapat menjalankan bahkan tidak mengerti sebenarnya demokrasi itu seperti apa dan bagaimana. Para caleg yang telah memberikan ini-itu membuat rakyat mengira pemilu adalah ajang ‘ladang pembagian sembako’.

Berapa banyak rakyat yang memanfaatkan pemilu sebagai kesempatan meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dari para caleg yang loyal dalam membagi-bagikan kebutuhan warga? berapa banyak rakyat yang mengancam tidak akan memilih jika bantuan yang diberikan tidak sebanding dengan harga suara mereka? berapa banyak caleg yang bahkan bangkrut setelah pemilu karena harta habis sedang kursi jabatan jauh dari harapan? secara tidak langsung para caleg yang bertipe seperti ini mendidik rakyat menjadi “penjahat” sekaligus “pengemis. Sungguh, betapa miris nasib negeri ini.

Tidak semua rakyat di negeri ini matre dan lebih memilih uang, ada juga rakyat yang masih diberkahi sedikit otak Einstein oleh Allah. Mereka bahkan mendirikan posko dilengkapi dengan spanduk berisikan “menerima serangan fajar dari para caleg” cara ini mereka gunakan untuk menyindir para caleg yang suka mengiming-imingi warga dengan uang dan materi. Seberapa serius mereka menjalankan hal ini, entahlah. Wallahua’lam !

Dari enam puluh lima persen rakyat yang memilih, yang dapat berfikir dengan baik sebelum memilih hanya lima belas persen. Memilih berdasarkan visi dan misi para caleg, berdasarkan caranya dalam menggaet hati rakyat, dan menilai dari tindak tanduk yang dilakukan para caleg tersebut. Sudah baikkah pilihan Anda saat ini? sudah tepatkah kira-kira? kalau belum mari koreksi, periksa, dan fikirkan lagi, berulang-ulang, berkali-kali. Satu suara menentukan lima tahun kedepan yang lebih baik dari lima tahun sebelumnya. Ayo rakyat Indonesia, jangan golput tanpa alasan yang tepat. Satu suara untuk satu perubahan.

*Alumnus Politeknik Negeri Lhokseumawe, Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara Angkatan 4 (2014).

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.