Kursi Haram

oleh

DentingCatatan: Syaiful Hadi JL

“Ecek-ecek mu anto ate, akale sirung lengkunge dele”

SENGKARUT Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berpotensi menghasilkan 60 kursi haram di DPRRI masih jadi polemik tak berkesudahan. Tapi sesungguhnya, masih banyak kursi haram lain. Bukan cuma 60, bisa ratusan kursi haram di DPRD/DPRKA. Awas, kursi haram akan menjadikan lembaga terhormat (legislatif) akan tercederai.

Sesungguhnya soal kursi haram ini bukan cerita baru. Pesta Demokrasi, yang kita harapkan menjadi proses terpilihnya anak negeri terbaik yang akan mengurus negeri ini, selalu cidera karena mereka menghalalkan semua cara untuk mengantarkan mereka berstatus anggota dewan itu.

Banyak joke yang beredar, ‘sidah se ne’. Semakin dekat tanggal 9 April 2014 maka bursa ‘sidah se ne’ menjadi semakin hangat. Dibanyak pojok, selalu terdengat, si caleg anu bayar sekian sedangkan caleg si fulan bayar sekian.

Harga suara rakyat, yang katanya, suara Tuhan, itu kini jadi bahan dagangan. Hargnya pun meningkat dan saling menimpa. Awalnya, muncul patokan Rp 100 ribu/suara. Tapi kini, ada caleg berani menimpanya Rp 250 sampai Rp 400 ribu. Wow !

Sang caleg yang sudah menempel fotonya dengan sejuta gaya, masih tidak percaya diri untuk bisa memenangi pemilihan tanpa membayar (suara) rakyat.  Belum lagi aksi ‘serangan fajar’ di hari “H” dengan mengantar kebutuhan pokok, seperti beras, gula, dlsb.

Membayar suara pemilih adalah ciri paling memalukan dari para wakil rakyat. Sesungguhnya, suara itu diperoleh atas kepercayaan rakyat dengan memberikan amanah kepada mereka sebagai wakil rakyat di lembaga legislatif. Buka dengan membayarnya.

Yang terjadi adalah, karena mereka telah membayar suara rakyat dengan uang recehan plus sedikit bahan pokok maka pemegang mandat itu tak merasa perlu mempertanggungjawabkannya kepada rakyat (konstituen) yang memilihnya. Maka anggota dewan itu bekerja tanpa peduli rakyatnya. Kan semuanya sudah dibayar putus.

Lihatlah, puluhan anggota legislatif yang sudah dan atau masih duduk (satu atau dua periode). Apa sesungguhnya yang sudah mereka lakukan ? Adakah mereka dekat dengan rakyatnya ? Ataukah mereka coba sangat ramah bahkan santun, hanya menjelang pemilu saja ? Ya, ” kegilaan” apa yang sudah dilakukannya untuk mengembangkan pertanian, perkebunan, tataniaga, lingkungan dan infrastruktur negeri ini agar rakyat hidup lebih sejahtera.

Atau yang terlihat cuma kegilaan sesungguhnya sebagai anggota dewan dengan mempertontonkan, aksi ganti mobil, aksi tambah isteri, nambah rumah baru plus pesiar ke luar negeri tiap sebentar ?

Memang tidak semua wakil rakyat menjadikan uang sebagai segalanya. Masih ada diantara mereka yang menjadikan rakyat sumber inspirasinya, sumber ide dan kerja kreatifnya. Mereka selalu berdialoq dan bersama rakyat.

Perjuangan dan konsepnya semua untuk rakyat. Ia susun perencanaan anggaran pembangunan untuk rakyat. Mereka perjuangkan insfrastruktur dan fasilitas umum, untuk rakyat. Mereka kritisi eksekutif yang lalai, karena merasa rakyat tak dibela. Mereka tidak selingkuh dengan eksekutif untuk mendzolimi rakyat dan mereka pun siap berseberangan, siap tidak populer, karena memperjuangkan rakyat.

Rakyat, sesungguhnya, butuh mereka (anggota DPR-RI, DPD-RI, DPRA, DPRK) yang amanah, kreatif, punya gagasan, inovator, gigih dan selalu bersama rakyat. Nafas rakyat adalah nafas pejuangan mereka. Tapi adakah mereka ? Jawabnya, bisa “ada” bisa “tidak”.

Selama rakyat memilih caleg yang melakukan aksi bayar-bayar ditambah serangan fajar, pasti (sekali lagi) pasti mereka bukanlah wakil yang bisa amanah ?

Akhirnya, kembali berpulang kepada dua belah pihak, membayar (rakyat) untuk duduk sebagai anggota dewan dan menerima bayaran ( caleg ) untuk memilih perwakilan mereka dilembaga legislatif.

Wahai, para calon anggota legislatif, ingat, jangan peroleh kursi DPRRI/DPDRI/DPRA dan DPRK dengan cara membayar karena pasti Anda telah memebeli “Kursi Haram” kursi yang sesungguhnya akan memanggangmu di Yaumil Mahshar nanti.

Wahai rakyat, pemegang mandat kekuasaan, jangan engkau gadaikan suaramu hanya untuk amplop yang berisi uang recehan. Karena sesungguhnya engkau telah menyediakan kursi haram kepada mereka (yang terpilih nanti) sesungguhnya dia nanti akan  mendzolimi-mu.

Berapa kursi haram yang akan tergelar di gedung yang terhormat itu ? Siapa mereka yang akan mendudukinya, sesungguhnya kitalah pelakunya.

Untuk itu, jangan “sediakan” kursi-haram dan jangan juga  “beli”. Selamat memilih, anak negeri terbaik untuk memimpin negeri ini. [Tulisan ini sudah pernah diterbit di tabloid LintasGAYO edisi 3 (Spesial) tanggal 21 Februari 2014 di rubrik “Denting” halaman 15]

*Redaktur senior tabloid LintasGAYO

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.