Takengon-LintasGayo.co : Aktivis Jaringan Anti Korupsi Gayo (Jang-Ko) beserta Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Gajah Putih (MPM-UGP) Takengon meminta kesediaan Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah untuk berdialog dengan mereka terkait penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab-rekon) bencana Gempa Gayo di kabupaten Aceh Tengah.
“Kami ingin bertemu dengan Doto Zaini untuk menyampaikan aspirasi dan rekomendasi atas persoalan penanganan 8000 jiwa masyarakat korban gempa di Kabupaten Aceh Tengah,” kata Idrus Saputra dari Jang-Ko dan Joni Wahyuna N dari MPM-UGP, Sabtu sore 22 Februari 2014.
Dikatakan, harus ada upaya-upaya penyelamatan terhadap proses Rehabilitasi dan Rekontruksi pasca Gempa di Aceh Tengah dan juga upaya penyelamatan gerakan sipil di Aceh Tengah.
“Bertepatan dengan hari jadi Kota Takengon yang ke-437 tahun, kami menilai telah terjadi dua kepentingan dan dua kekuatan politik serta dua ancaman runtuhnya kekuasaan di daerah,” ujar Idrus.
Menurut keduanya, sulitnya membangun kekuatan elemen sipil di Aceh Tengah yang bekerja sesuai tugas dan fungsinya dalam mengawal rehab rekon di daerah telah mengakibatkan gejolak di masyarakat korban. Namun kondisinya juga, daerah dan pelaksana rehab-rekon seakan tidak memberi ruang yang sebenarnya kepada elemen sipil, mahasiswa dan masyarakat di daerah ini untuk berpartisipasi dalam merancang, menentukan dan melaksanakan rehab rekon sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
“Di tingkat pemerintah menganggap roda penaganan masyarakat korban terus berjalan, berlari cepat. Namun kami menilai ini tidak diimbangi dengan semangat partisipasi melakukan pengawalan yang berbasis pada masyarakat korban,” kata dia.
Penilaian mereka, sistem dan tahapan dalam rehab dan rekon perlu mendapat perhatian serius dari para pengambil kebijakan agar proses rehab-rekon di Aceh Tengah bukan justru “mempersulit” tapi lebih kepada mempermudah akses bagi masyarakat korban gempa untuk mendapatkan hak-haknya secara cepat dan segera selagi tidak menyalahi peraturan dan keuangan negara.
“Mengingat sudah jatuh tempo sakit yang di derita korban di Aceh Tengah selama delapan bulan pascagempa terjadi belum juga terobati hingga kini. Apakah ini indikasi dari bentuk-bentuk pembiaran. Atau tahapan yang dilalui saat ini oleh masyarakat korban di Aceh Tengah hanya sekadar hobi dan anggan-anggan BNPB pusat yang bukan menjadi bahan verifikasi sebenarnya anggaran APBN dalam upaya menyelamatkan masyarakat korban gempa di Kabupaten Aceh Tengah,” timpal Wahyuna bernada tanya.
“Beri kami kesempatan dan waktu bertemu dengan bapak Gubernur Aceh atas komitmennya untuk menyelamatkan upaya-upaya percepatan Rehabilitasi dan Rekontruksi pascagempa di Aceh Tengah,’ pungkas Idrus berharap. (PR | Kha)