Saat sang Jenderal Polisi taklukkan Lut Tawar

oleh
Foto bersama, Kapolda Aceh bersama atlit ISSI Aceh Tengah. (LGco-Khalis)
Kapolda Aceh, Irjen Pol Herman Effendi saat diatas sepeda mengelilingi Danau Lut Tawar, Sabtu 1 Februari 2014. (LGco-Khalis)
Kapolda Aceh, Irjen Pol Herman Effendi saat diatas sepeda mengelilingi Danau Lut Tawar, Sabtu 1 Februari 2014. (LGco-Khalis)

BAGI pehobi sepeda atau para atlit olahraga tergolong sangat menantang ini dipastikan punya keinginan kuat menaklukkan trek-trek bersepeda yang menantang disekitarnya. Semakin menantang dan semakin jauh lokasi dan jarak trek maka yang bersangkutan semakin merasakan kepuasan tersendiri.

Itu yang dialami sosok Irjen Pol. Herman Effendi yang menjabat Kapolda Aceh yang dikenal sangat gemar bersepeda bahkan hingga ratusan kilometer. Beberapa bulan lalu dia dengan tangguhnya melakukan perjalanan ratusan kilometer dengan bersepeda dari Pidie hingga Bireuen. Dan sabtu lalu, Sabtu 1 Januari 2014, Jenderal yang akan pensiun beberapa bulan kedepan ini berhasil taklukkan jalan lingkar Danau Lut Tawar sejauh 35 kilometer lebih.

Tentu tantangan bersepeda di darah pegunungan dengan ketinggian lebih dari 1200 meter diatas permukaan laut berbeda dengan di pesisir pantai. Di pegunungan butuh energi ekstra karena pengaruh kelembaban udara yang lebih tinggi ketimbang pesisir.

Tantangan lainnya, trek yang dilintasi lebih menantang karena berkelok dengan tikungan tajam, turunan curam hingga tanjakan yang menyiksa pesepeda. Lain lagi resiko lintasan yang rusak seperti halnya jalan lingkar Danau Lut Tawar yang bertabur lubang.

“Ini memang angan-angan saya sejak lama, menaklukkan danau Lut Tawar,” kata Herman Effendi saat akan start di pelataran parkir hotel Linge Land Takengon. saat sejumlah atlit balap sepeda Aceh Tengah dipimpin Mude Angkasa memeriksa kesiapan teknis sepeda sang Kapolda tersebut.

Foto bersama, Kapolda Aceh bersama atlit ISSI Aceh Tengah. (LGco-Khalis)
Foto bersama, Kapolda Aceh bersama atlit ISSI Aceh Tengah. (LGco-Khalis)

Atlit nasional “Riri” ikut serta

Setelah pemanasan, ratusan pesepeda memulai perjalan, rupanya ada seorang atlit nasional bersama Kapolda, Nur Wahyu Afriana atau dikenal dengan panggilan Riri. Dia peraih medali perak di Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau tahun 2012 silam untuk tuan rumah dan nyaris turut ke Sea Games di Myanmar 2013 lalu. Dia tidak beruntung, mesti tereliminasi saat test terakhir menjelang keberangkatan, dia sakit.

Saat tau ada Riri bersama rombongannya, Herman Effendi sangat gembira. “Wah tak disangka daerah ini punya potensi atlit balap sepeda yang luar biasa. Umur kamu berapa nak, udah tamat SMA, tinggi badan kamu berapa ?,” cecar Herman kepada Riri saat dikenalkan di etape 1 di Rawe Kecamatan Lut Tawar.

Kapolda tampak gembira setelah dikenalkan dengan Riri yang sejak lama berkeinginan jadi Polisi Wanita (Polwan). “Cita-cita saya jadi Polwan pak, tapi sekarang agak kendor karena saya ingin karir sebagai atlit balap sepeda terhenti,” ujar Riri kepada Kapolda.

“Wah tidak ada masalah, malah bagus itu. Jajaran kepolisian justru bangga punya anggota atlit berprestasi internasional. Kamu coba aja ikut seleksi nanti, siapa tau beruntung lulus,” ujar Jenderal berkumis tebal ini.

Dia menyayangkan pembinaan terhadap atlit balap sepeda tidak maksimal di Aceh. “Banyak sekali potensi atlit di daerah ini namun tidak mendapat perhatian dari pihak terkait,” kata Herman Effendi. Even-even balap sepeda juga nyaris tidak ada, padahal sangat berpeluang untuk promosi wisata.

“Saya sudah bilang beberapa kali agar digelar even lomba balap sepeda bertaraf nasional dan internasional di Aceh, namun seperti tidak didengar. Selain sebagai pembinaan atlit juga untuk membangun ekonomi dari sektor pariwisata,” ujarnya.

Pernyataan ini tepat sekali, dalam program reguler saja setaraf Pekan Olahraga Aceh (PORA) saja Pengurus Daerah (Pengda) Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) tidak mampu menanganinya, boro-boro even bertaraf lebih tinggi setaraf Tour de Singkarak dan lain-lain. Herannya, para pengurus itu tidak merasakan malu, masih belum mau mundur diri walau sudah didesak mundur oleh Pengcab ISSI se-Aceh. Aneh sekali sikap mereka, mengurusi hal yang nyata-nyata tidak mampu mereka lakukan.

Jaga kelestarian danau Lut Tawar

Saat tiba di etape berikutnya, di kawasan Pante Menye Bintang, Kapolda beristirahat sejenak menyaksikan keindahan danau Lut Tawar dari kawasan paling timur danau tersebut. Namun dia miris dengan sampah yang berserakan.

“Menjaga lingkungan semestinya masyarakat yang lebih proaktif, tidak mesti pemerintah yang didepan. Danau ini indah sekali, mesti dijaga oleh masyarakat sendiri,” kata dia.

Kekhawatiran akan kelestarian danau Lut Tawar memang mulai mencuat beberapa tahun belakangan ini, terlebih sejak diuangkapnya sejumlah fakta ilmiah tentang kondisi kerusakannya, mulai dari debit air yang semakin berkurang, air yang tercemar bahan organik, hingga eksistensi ikan khas Depik (Rasbora tawarensis) yang sudah masuk dalam kategori “terancam punah” oleh lembaga The International Union for Conservation of Nature (IUCN) yaitu salah satu organisasi nirlaba yang bergerak dalam isu-isu lingkungan dan konservasi, pada tahun 1990 telah memasukkan ikan Depik dalam The Red List of Threatened Species (daftar merah jenis yang terancam punah).

Akumulasi kekhawatiran ini akhirnya mendorong terbentuknya Forum Penyelamatan Danau Lut Tawar (FPDLT) tahun 2009 silam. Namun geliat forum ini nyatanya belum mampu berbuat banyak menahan laju kerusakan danau, baik dari sisi meningkatkan kesadaran masyarakat.

Dalam hal kebijakan pemerintah, diakui ada beberapa kegiatan yang sudah pro kelestarian danau, misalnya tidak ada lagi penebaran benih ikan yang justru mempercepat punahnya ikan Depik, penelitian dan diskusi-diskusi tentang program yang tepat dari sisi pengembangan perikanan serta adanya upaya menjaga kebersihan dengan pelibatan masyarakat dengan digelarnya “gerakan pembersihan danau secara massal dan lomba desa Sapta Pesona” oleh dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga setempat tahun 2013 lalu.

Sayangnya upaya menjaga kelestarian danau ini dinilai tidak sinerji antar pihak terkait, misalnya pembukaan jalan ke lahan-lahan yang semestinya tidak diprogramkan namun ternyata dilakukan juga yang berakibat semakin luasnya areal yang terbuka dari daun-daun pepohonan. Pembukaan jalan selalu diikuti dengan penebagangan hutan berdalih ekonomi rakyat untuk lahan perkebunan. Belum lagi pendirian bangunan secara serampangan tanpa kantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak tercegah sama sekali.

“Banyak sekali bangunan yang menutupi keindahan danau Lut Tawar, lama-lama bagaimana nanti kita menikmatinya, apakah mesti dari belakang rumah warga ?, tanya Kapolda setelah melintasi Kampung One-one yang sisi bagian danaunya nyaris penuh oleh bangunan.

Mirisnya lagi, aktivitas penyelamatan danau yang dilakukan oleh elemen sipil lain seperti oleh para atlit dan pemerhati lingkungan yang memunguti sampah ditepi jalan danau Lut Tawar, pemungutan sampah dari dalam danau oleh atlit selam dan penanaman pohon oleh aktivis lingkungan tidak di follow up oleh pihak terkait untuk dijadikan program tetap, padahal dananya tidak besar per item kegiatan.

Pengakuan banyak orang jika danau Lut Tawar itu indah sudah tak berbilang jumlahnya, dari kru televisi nasional hingga internasional seperti oleh kru TV Alhijrah dari Malaysia. “Seronok sekali danau ini,” kata Master Chef Sabri Hassan, sang pemeran program “Hidangan Barakah” di TV tersebut beberapa waktu lalu saat lakukan syuting di sekitar danau Lut Tawar.

Kapolda Aceh bersama Kapolres Aceh Tengah
Kapolda Aceh bersama Kapolres Aceh Tengah

Benar-benar tangguh di atas pedal sepeda

Apresiasi atas ketangguhan Irjen Pol Herman Effendi mengalir dari sejumlah kalangan yang turut bersepeda mengelilingi Danau Lut Tawar bersamanya.

“Atlit kita mesti kawal terus dibelakangnya, jangan sampai ketinggalan, dia tangguh sekali,” pesan Ketua Umum Pengcab ISSI Aceh Tengah yang juga sebagai Kapolres setempat, AKBP. Artanto SIK saat akan memulai start di hotel Linge Land.

Pernyataan ini diamini Mude Angkasa, atlit balap sepeda putra sekaligus teknisi di Pengcab ISSI Aceh Tengah. “Pak Kapolda sangat tangguh untuk seusia dia yang hampir pensiun. seluruh tanjakan dilalap dengan baik,” ujar Mude.

Namun sang Kapolda sepertinya mendapat masukan saran dari sejumlah stafnya saat di lokasi wisata Ujung Paking saat para pesepeda itu bergabung dengan tim Ikatan Motor Besar Indonesia (IMBI) Aceh untuk makan siang bersama, medan ke Pantan Terong sangat berat dan berbahaya.

Waktu berlalu beberapa jam disini, dan setelah makan siang, Kapolda dan rombongan bersama-sama menuju kawasan Pantan Terong yang sempat diberi nama lain sebagai Puncak Al Kahfi dimasa Bupati Aceh Tengah dijabat oleh Mustafa M Tamy.

Saat tiba di lokasi wisata yang paling puncak di Takengon ini, Irjen Pol Herman Effendi yang menumpangi kenderaan roda empat dari Ujung Paking sempat ngomel sejenak dihadapan staf-stafnya. “Kalian bilang tanjakannya ekstrim, saya sanggup kayuh sepeda kesini,” kata dia dengan muka masam.

Beberapa staf yang berada berdekatan dengan dia mencoba memberi alasan jika tanjakannya tidak masalah untuk sang Kapolda, namun saat turunan justru berbahaya. “Kami khawatir pak,” ujar seorang petinggi kepolisian dari Polres Aceh Tengah.

Kapolda diam, dan sesaat kemudian larut dengan ketakjuban menikmati indahnya panorama alam dari puncak Pantan Terong. (Khalis)

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.