Oleh: Syahruddin Zen*
GEMPA yang mengguncang Aceh Tengah dan Bener Meriah pada 2 Juli 2012 telah 6 bulan berlalu berbuntut tercetusnya janji pemerintah yang akan membantu masyarakat melalui dana bantuan rumah yang belum pasti kapan terealisasi, dan dana Cash for Work (CWF) yang baru cair setelah adanya unjuk rasa korban gempa.
Masyarakat yang resah ditambah lagi dengan munculnya ancaman masuk penjara.
Bagaimana tidak masyarakat yang korban gempa sudah menderita kerugian yang sangat besar tapi bantuan yang dijanjikan akan cair pada desember yang lalu belum dapat dinikmati oleh masyarakat.
Mengutip pernyataan Direktur Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Tetty Saraji, melalui berita yang diterbitkan harian cetak Waspada, Kamis (23/1). “Jangan karena niat pemerintah ingin membantu korban gempa Gayo, justru karena tidak mengikuti prosedur akhirnya korban gempa masuk penjara. Dana bantuan baik untuk perbaikan perumahan dan rehabrekon, semuanya ada ketentuannya,” begitu kata Tetty Saraji.
Pernyataan di atas menimbukan pertanyaan baru, prosedurnya seperti apa?, apakah seperti wacana pemerintah agar masyarakat berbelanja ke toko yang telah ditentukan?, tidak ada kebebasan diberikan kepada masyarakat, dan pertanyaan yang paling besar adalah apakah pemerintah ikhlas memberikan bantuan yang diberikan kepada masyarakat, sehingga ada pernyataan di atas, masyarakat mendapatkan bantuan dengan konsekuensi masuk penjara, hanya dengan uang 40 juta?.
Apakah di dunia ini pernah terjadi korban bencana masuk penjara gara-gara tidak mengikuti ketentuan?, apakah layak korban bencana masuk penjara?. Logikanya seperti apa?.
Pada dasarnya masyarakat mengharapkan bantuan tersebut, karena ekonomi mereka hancur. Tetapi belakangan ini imej yang ada dimasyarakat berubah dengan lambatnya pencairan dana tersebut sampai-sampai harus berdemo. Ketika pemerintah tidak percaya kepada masyarakat tentang pengelolaan bantuan yang telah diberikan dengan banyaknya prosedur yang harus dilalui bagaimana masyarakat mau percaya kepada pemerintah.
Penulis menilai pemerintah setengah hati dalam menangani korban gempa ini, terlepas dari apa yang telah dilakukan pemerintah, penilaian ini walaupun subjektif akan tetapi ketika melihat para korban gempa yang hidup dirumah emperan yang mirip kandang kambing selama enam bulan penilaian ini layak bagi penulis.
*Penulis adalah masyarakat asli Ketol, mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang





