Urian Syah
Jurnalisme Damai merupakan upaya untuk meluruskan hal-hal yang menyimpang dalam pemberitaan dari suatu peristiwa, berusaha memberitakan yang tidak menyudutkan atau mempengaruhi salah satu pihak dari peristiwa yang dapat mengakibatkan pecahnya peristiwa. Lebih mementingkan aspek pemberitaan yang lebih mendorong untuk menyelesaikan peristiwa yang terjadi. Dalam kenyataanya suatu konflik berkemungkinan terjadi dimana saja dan kapan saja, untuk itu Jurnalisme Damai akan memiliki peran. Peran itu dapat berupa memberitakan suatu konflik yang berakibat perdamaian atau bahkan meruncingkan keadaan menjadi lebih buruk lagi (gatotlaksono.wordpress.com).
Jurnalisme Damai adalah jenis jurnalistik yang memposisikan berita-berita sebegitu rupa, yang mendorong dilakukannya analisis konflik dan tanggapan tanpa kekerasasn. Jurnalisme Damai bertujuan menempatkan konflik sebagai sesuatu yang melibatkan banyak pihak, dan mengejar banyak tujuan, ketimbang sekadar dikotomi sederhana antara dua pihak yang berperang.
Tujuan eksplisit Jurnalisme Damai adalah untuk mempromosikan prakarsa perdamaian dari kubu manapun, dan untuk memungkinkan pembaca membedakan antara posisi-posisi yang dinyatakan oleh para pihak tersebut dan tujuan-tujuan mereka yang sebenarnya.
Jurnalisme Damai merupakan tanggapan terhadap jurnalisme kekerasan dan liputan perang yang biasa. Pendekatan tradisional ini umumnya menekankan pada konflik yang sedang berlangsung, seraya mengabaikan sebab-sebab atau hasil-hasilnya.
Contoh berita masalah Dr. Husaini Hasan, Jurnaisme Damai dalam memberitakan berita harus menyaring kata-kata yang dikeluarkan oleh Husaini Hasan sehingga dalam pemberitaan tidak menjadikan emosi bagi yang kontra. Disinilah letak Juralisme Damai, semua yang diberitakannya tidak menjadikan efek negativ tapi menjadi efek berita yang positif.
Peran karya jurnalis dalam Jurnalisme Damai hanyalah melalui pemberitaan. Bila ada perang atau ada pertikaian antara dua pihak, sebagai jurnalis kita memberikan kontribusi kearah perdamaian dengan cara memberitakan hal-hal yang mendukung kearah perdamaian. Bila kita terlibat sebagai mediator, atau sebagai juru runding, kita bukan lagi seorang jurnalis tetapi pihak yang terlibat dalam konflik. Meskipun menjadi mediator itu bisa dibilang terlibat dalam arti positiv, peran mediator itu bukanlah porsi untuk jurnalis.
Dalam Jurnalisme Damai bila memberitakan sebuah masalah misalkan masalah konflik jurnalis harus bisa melihat angel yang tepat sehingga berita yang dihasilkannya tidak akan menimbulkan konflik baru. Jurnalis ketika melihat sebuah konflik harus memberitakan bagaimana kedua belah pihak yang bertikai bisa damai.
Jurnalis dalam Jurnalisme Damai tidak meberitakan kepentingan pribadi atau sebuah kelompok, tetapi para jurnalis harus memberitakan kepentingan bersama. Apalagi menyangkut kepentingan masyarakat. Para jurnalis harus mengambil resiko bila medianya kurang laku atu oplahnya meurun bila tidak memberitkan berita-berita yang bombastis.
Umumnya masyarakat sekarang akan lebih suka membaca berita-berita yang heboh, berita-berita yang pro dan kontranya, tapi bagaimana dengan Jurnalisme Damai yang tidak memberitakan hal-hal yang demikian, tentu ini juga bisa memjadi pertanyan besar bagi para jurnalis yang memberitakan tidak dalam katagori Jurnalisme Damai.
Perlu sedikit diketahui jurnalis yang memihak pada rakyat tidak akan tutup, justru akan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Jika sebuah media yang mampu mewujudkan Jurnalisme Damai dalam medianya membuat masyarakat senang, daerahnya tenang tidak ada pertikaian, dan kemudian masyakat juga akan menjadi bangga dengan seringnya menajdi objek berita. Ini otomatis juga masyarakat akan memilih media tersebut sebagai pilihan mereka.[]
Urian Syah adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Fakultas Komunikasi Dan Dakwah Jurusan Jurnalistik dengan Nomor Induk Mahasiswa: 411005971. Lelaki asal Kabupaten Nagan Raya ini dapat dihubungi dengan alamat ayieganissy@gmail.com.
Tulisan ini adalah tugas akhir semester dalam Mata Kuliah Jurnalisme Damai.