Oleh: Hidayat Syadzwana*

APAKAH kita pernah bepikir dari dasar hati yang paling dalam, berpikiran, siapa mereka? Saudara siapa mereka? Anak siapa mereka? Dimana keluarganya? Atau, siapakah yang memperhatikan mereka bila mereka kelaparan ataupun sakit? Jarang atau malah tidak sama sekali ada pikiran yang seperti itu, malah kita akan berpikir bagaimana mengusir “orang gila“ tersebut agar jauh dari pandangan kita dan tidak mengganggu aktifitas kita sehari-hari.
Sebenarnya ada kata yang lebih santun untuk mereka yang dikatakan “orang gila“ atau orang gila yang mengelandang, yaitu gelandangan penderita psikotik, yang berarti gelandangan yang disertai gangguan jiwa berat. Penderita gelandangan psikotik adalah penderita dengan gangguan jiwa dan sebagaian besar dari keluarga miskin. Karena miskin, mereka tidak sanggup untuk merawat, apalagi untuk membiayai perawatan di rumah sakit jiwa.
Sebagaian gelandangan psikotik berasal dari keluarga yang mungkin dapat dikatakan mampu, tetapi mereka merasa bosan karena setiap saat harus membawa berobat sehingga keluarga sudah tidak mau dan tidak sanggup untuk merawat. Juga ada anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa ini memalukan keluarga.
Sikap dan anggapan keluarga yang demikian, ketidak pedulian pihak keluarga membuat mereka yang menderita gangguan jiwa ini pergi dan lari dari rumah tanpa sepengetahuan keluarga atau mungkin dibiarkan pergi oleh keluarganya, dan akhirnya mengelandang.
Permasalahan, kesejahteraan sosial bagi gelandangan psikotik memerlukan solusi yang tepat, disebabkan di satu sisi masyakarakat sangat sulit bertoleransi terhadap gelandangan psikotik karena mengancam keselamatan jiwa, baik keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Di sisi lain panti sebagai salah satu upaya pemerintah yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi pengemis, gelandangan dan orang terlantar, serta gelandangan psikotik mengalami kesulitan besar dalam menyalurkan pelayanan ke keluarga dan masyarakat.
Hal itu antara lain, kurangnya informasi bagi orang tua atau keluarga dari gelandangan psikotik untuk memberi perawatan di rumah, masih rendahnya peran serta masyarakat, organisasi sosial, dan dunia usaha dalam penanganan gelandangan psikotik, masih kurangnya pembinaan lanjut bagi gelandangan psikotik yang sudah sembuh dan kembali ke masyarakat oleh provinsi maupun kabupaten/kota, tertentunya panti khusus sebagai panti rujukan, serta tertutupnya lapangan pekerjaan atau dunia usaha untuk gelandangan psikotik.
Permasalahan-permasalahan tersebut menambah potensi banyaknya gelandangan psikotik yang berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum serta menimbulkan ketidak nyamanan pengguna fasilitas umum.
Pertanyaan yang timbul kemudian adalah siapa yang bertanggungjawab dalam menangani gelandangan psikotik, negarakah? Tentu saja menyerahkan seluruh tanggung jawab penanganan gelandangan psikotik kepada negara merupakan hal yang mustahil untuk dilakukan.
Karena itu, upaya pelayanan gelandangan psikotik sebagainya menjadi perhatian semua pihak mulai dari keluarga si gelandangan psikotik sendiri, masyarakat umum, maupun pihak-pihak yang merasa terganggu dengan adanya gelandangan psikotik, serta pihak pemerhati masalah sosial. Perlu ada kerja sama baik secara materi maupun non materi yang dapat menunjang palayanan kesejahteraan sosial bagi gelandang psikotik.
Pemerintah, misalnya, perlu menyusun prosedur penanganan gelandangan psikotik bersama masyarakat sebagai acuan pelaksanaan di lapangan. Secara umum acuan ini meliputi prosedur penanganan mulai dari penemuan/razia, memprosesnya dan memberikan palayanan kehidupan dan kesehatan yang layak.
Penyuluhan sosial, khususnya berkaitan dengan pelayanan sosial bagi gelandangan psikotik, juga perlu lebih ditingkatkan agar masyarakat, organisasi sosial dan pemerhati penyandang masalah kesejahteraan sosial dapat mengambil perannya sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Penanganan permasalahan gelandangan psikotik harus pula menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah daerah dan masyarakat, antara lain dengan menyediakan satu tempat khusus gelandangan psikotik di setiap kota maupun kabupaten yang harus didukung sepenuhnya.
Selain itu kerja sama dengan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) dalam hal kesehatan panyandang psikotik harus lebih ditingkatkan untuk memberi kemudahan bagi masyarakat/keluarga yang ingin mengobati keluarganya apabila mengalami gangguan jiwa.
Kepedulian orang tua dan keluarga untuk menerima kembali si gelandangan setelah keluar dari rumah sakit dengan tidak membeda-bedakan dengan anggota keluarga lainnya.
Memang tidak mudah melakukan penanganan, memberikan pelayanan dan perawatan bagi gelandangan psikotik. Namun demikian, dengan kepedulian dan dukungan dari semua pihak, mudah-mudahan permasalahan gelandangan psikotik dapat tertangani dengan baik sehingga tujuan baik untuk memanusiakan penyandang psikotik yang terlantar tercapai. Apa salahnya kita meperdulikan gelandangan psikotik karna mereka sama seperti kita “manusia”.(hidayatsyadzwana@yahoo.com)
*Penulis: Mahasiswa Teknik Industri Universitas Malikussaleh