Takengon – LintasGayo.co : Kisruh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Tengah, yang sudah terjadi berbulan-bulan mengakibatkan belum adanya komisioner KIP Aceh Tengah. Hal ini terjadi karena memang sejak awal proses seleksi telah salah kaprah. Lembaga Pemerhati Pembangunan dan Kebidajakan Publik (LP2KP) Kabupaten Aceh Tengah mengkritisi hal tersebut.
Ketua, LP2KP Aceh Tengah, Irham, melalui rilisnya yang diterima LintasGayo.co, Rabu (25/12/2013) dinihari, mengatakan, proses seleksi KIP Aceh Tengah yang dalam prosesnya mengacu pada Qanun Aceh No. 7 Tahun 2007, sebagai turunan dari penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2006. Sesuai Pasal 14 Angka 3 Huruf e, Qanun Aceh No. 7 Tahun 2007.
“Dari Qanun tersebut dinyatakan bahwa, Anggota Tim Independen pemilihan (pansel) harus memenuhi syarat; tidak pernah menjadi anggota Partai Politik atau partai politik lokal yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang syah atau paling kurang dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelumnya tidak lagi menjadi anggota partai politik atau partai politik lokal yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik atau partai politik lokal yang bersangkutan” ungkapnya.
Sementara itu, Yunadi HR, menambahkan, dalam hal ini ternyata Ketua Pansel KIP Aceh Tengah yang tempo hari di SK-Kan Pimpinan DPRK Aceh Tengah adalah wakil sekretaris Partai Politik Nasional Periode Kepengurusan 2011 – 2015.
“Tentu hal ini jelas-jelas telah melukai hak-hak demokrasi masyarakat, dan mengangkangi Qanun Aceh No. 7 Tahun 2007 sekaligus UU No. 11 Tahun 2006. Dan dalam kondisi ini semestinya Gubernur pun tersinggung dan bersikaf atas hal ini, karena Gubernur lah yang menandatangani dan bersama DPRA menegesahkan Qanun Tersebut”, timpal Staff Pengajar FISIPOL UGP yang hari ini sementara Non aktif.
Dilanjutkannya, kekeliruan demi kekeliruan terus berlanjut, mengacu pada Qanun 7 Tahun 2007 Pasal 16 angka 4, DPRK menetapkan 5 (lima) nama peringkat teratas dari 15 (lima belas) nama calon anggota KIP kabupaten dengan Keputusan DPRK.
“Dalam proses penetapan nama yang telah dilakukan, ternyata justru tidak melalui Keputusana DPRK, tapi hanya melalui Keputusan Pimpinan DPRK Aceh Tengah. Merujuk pada Peraturan DPRK no. 4 Tahun 2010, Pasal 1 angka 28, bahwa Keputusan DPRK harusnya dilahirkan melalui Proses Rapat Paripurna. Dan untuk proses Penetapan Calon anggota KIP Aceh Tengah belum pernah dlaksanakan Rapat Paripurna DPRK Tengah, sehingga proses ini secara tidak langsung juga telah mengingkari Tatib DPRK itu sendiri”, jelasnya.
Dari sedemikian banyak riuh rendah proses tersebut, Yunadi menambahkan, ternyata telah melahirkan perseteruan dalam DPRK Aceh Tengah itu sendiri. Terjadi silang pendapat yang berujung pada Gugatan Kepada ketua KPU RI, atas SK No. 706/Kpts/KPU/Tahun 2013, Tertanggal 12 September 2013.
“Gugatan ini dilayangkan oleh perwakilan Pengurus 7 Parpol dan 15 Anggota DPRK Aceh Tengah, atau separuh dari total anggota Wakil rakyat yang mendudduki kursi lembaga perwakilan tersebut. Gugatan tersebut terdaftar pada PTUN Jakarta dengan No. Register:221/G/2013/PTUN-JKT, 9 Desember 2013”, ungkap Yunadi.
SK KPU No. 706 /Kpts/KPU/Tahun 2013, yang merupakan SK pemberhentian KIP Aceh Tengah 2008-2013 dan pengangkatan KIP 2013 –2018, ternyata memuat banyak kejanggalan dan secara administratif keliru. Kekeliruan itu adalah terletak pada Konsideran SK tersebut pada Point 6: yang menyatakan bahwa “ berdasarkan Surat Keputusan DPRK Aceh Tengah. Sementara surat itu belum pernah ada, yang ada justru adalah “Surat Keputusan Pimpinan DPRK”. Dalam pengusulan penetapan 5 (lima) nama yang diajukan Pimpinan DPRK Aceh Tengah pada KPU RI tertanggal 18 Juli 2013, adalah Surat Keputusan pimpinan DPRK Aceh Tengah No. 15 Tahun 2013. Sementara KPU menyebut Surat Keputusan DPRK No. 15 Tahun 2013.
“Ini sangat berbeda, seumpama Bahan Bakar, yang satu bensin yang satu solar, sama – sama bahan bakar tapi jenis dan kegunaan dan penggunaannya berbeda”, lanjutnya.
Akankah Bupati Aceh Tengah Melantik KIP Aceh Tengah ?
Qanun Aceh No. 7 Tahun 2007, Pasal 17 Angka (4) menyatakan bahwa; “Bupati Melantik anggota KIP Kabupaten Paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah keputusan KPU diterima secara resmi. Pada pasal yang sama angka (2) dinyatakan bahwa; “KPU Menetapkan anggota KIP Kabupaten dengan Keputusan KPU, 4 (empat ) hari kerja setelah Keputusan DPRK diterima secara resmi oleh KPU.
“Disini lagi-lagi terjadi kerancuan dan ketidak konsistenan KPU RI, dan KPU RI juga telah sama-sama mengangkangi Qanun Aceh No. 7 Tahun 2007. Kita harus tegaskan bahwa KPU Belum pernah menerima Keputusan DPRK. KPU telah menerima Keputusan Pimpinan DPRK 22 Juli 2013. Atas dasar surat yang keliru itu, KPU membabi buta dan meng-SK-Kan KIP Aceh Tengah, 12 September 2013. Anggaplah KPU benar, tapi mengapa KPU RI menerima surat Tanggal 22 Juli 2013, Tapi Meng-SK-kan KIP Aceh Tengah tangal 12 September 2013 ??. apa tidak bertentangan dengan Qanun Aceh No. 7 Tahun 2007 Pasal 17 Angka (2)…??”, tanya Irham.
Irham menambahkan, bila bupati konsisten dan teguh pendirian serta bersikaf bijak maka Bupati tetap tidak akan melantik KIP Aceh Tengah. “Bupati Jangan Berlindung dari SK KPU yang konyol dan keliru”, tegasnya.
Sementara itu, Yunadi juga mengatakan, proses Pelantikan KIP Kabupaten/Kota menurut Qanun Aceh No. 7 Tahun 2007; hanya dapat dilakukan oleh Bupati, dan tidak ada ketentuan apapun selain itu yang tercantum dalam Qanun yang dimaksud. Jadi bila ada isu yang berkembang ada kemungkinan KIP Aceh Tengah dapat dilantik oleh selain bupati itu tentu tak berdasar.
“Tidak ada dasar, KIP dapat dilantik Oleh selain Bupati, kecuali ada revisi Qanun 7 Tahun 2007”, sebut Yunadi HR,yang juga Ketua PA GMNI Aceh.
Penyelenggaraan Pileg dan Pilpres akan menjadi berkualitas bila diselenggarakan oleh penyelenggara yang berkualitas dan tidak diliputi proses yang banyak mengundang kekeliruan dan pengangkangan terhadap Hak – hak sipil dan hak demokrasi masyarakat. Sehingga proses dan mekanisme seleksi yang telah keliru harusnya wajib bersama-sama kita luruskan, demikian kata Yunadi.
(Rilis)