[Cerpen] Namaku Anu*

oleh

Salman Yoga S

            Apa perlu menyebut nama?

Jadi itu namamu !

Kalau begitu sekarang giliranku, namaku Anu…!

Tetapi  sebelumnya tak perlu tau dulu siapa namaku, karena nama cuma anak panah bagi busur panjang yang sombong. Pengantar silsilah yang kabur, dan kata perkenalan awal untuk dilupakan. Nama menjadi penting ketika kita dapat menghubungkan kepala dan hati, bukan ingatan atau pengucapan fasih dengan intonasi sok akrap.

Yang jelas aku selalu dan akan selalu menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat serta dekat denganmu. Bahkan teramat dekat. Mungkin saat inipun aku sangat dekat dengan siapa saja. Aku ada karena memang diciptakan untuk ada. Aku tumbuh dan berkembang di dalam dan oleh alam. Sebahagian memang ada yang sengaja dipelihara, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Hidupku, jauh dari keramaian kota. Meskipun ada juga yang tumbuh dan berkembang diantaranya. Dekat dengan lingkungan di mana manusia berumah, bekerja dan bertamasya.

            Dalam kehidupan manusia aku sangat menentukan. Belum ada satu teknologipun sampai saat ini yang mampu menggantikannya. Kalaupun ada sangat kecil, itupun buntut-buntutnya pasti juga akan kembali kepada peran dan fungsiku. Tidak sombong sih, tetapi itulah fakta yang sebenarnya.Tanah, air dan udara dapat kupengaruhi kesuburan, kejernihan dan kesegarannya. Manusia lahir, tumbuh dan binasa berada dalam kainku.

            Namaku Anu…!

Ah nanti saja, seperti yang kukatakan tadi, nama tidak begitu penting untuk diketahui. Karena seseungguhnya manfaat dan fungsi adalah sebuah esensi yang hakiki. Jelasnya aku sangat dekat dengan siapa saja, tanpa mengenal usia, jenis kelamin atau ras, suku bangsa dan lain sebagainya. Dekat dengan perempuan, lelaki, anak-anak bahkan dekat juga dengan orang yang telah meninggal dunia. Sumber inspirasi. Sumber kehidupan. Sumber yang banyak disebut-sebut dalam kitab suci.

Tidak cukup sampai di situ, semua jenis pekerjaan hampir secara keseluruhan dekat juga denganku. Mulai dari petani, nelayan, pedagang, wartawan, guru, mahasiswa, pejabat, politisi, seniman atau pencopet sekalipun. Pokoknya dekat. Ya bisa dikatakan tanpa aku, semua pekerjaan itu tidak akan pernah punya arti. Bentuk dan media kedekatanku itu dapat berupa apa saja. Meskipun kebanyakan dari mereka tidak pernah menyadarinya.

Jangankan manusia, hewan dan segala mahluk hidup lainnya juga dekat dan sangat bergantung padaku. Setidaknya berada dalam sebuah siklus, teritorial tanpa teritori. Negara tanpa negara. Sebagian besar ada yang hidup dalam tubuhku, bergantung pada kakiku, yang lainnya makan, minum justru dari rambut, dan liurku. Bahkan sebagian besarnya lagi ada yang hidup dari butiran-butiran dan kotoran yang kukeluarkan. Dalam hal ini aku tak punya privasi sama sekali.

Kaki dan kukuku ada yang warna hitam, coklat dan putih, ungu, hijau. Lebih sempurna dari pelangi. Lebih fariatif dari banyak pilihan warna. Demikian juga dengan rambutku, ada yang berwarna biru, hijau, kuning, hitam atau merah. Itu baru kaki, badan dan rambutku, belum lagi jemari tangan, lutut, siku, bahu, punggung, leher, pinggul, bibir, dahi dan lainnya. Tentu akan lebih banyak makhluk yang membutuhkannya dan akan lebih beragam pula penggunaannya.

Demikian pentingnya dalam kehidupan para makhluk, aku menjadi sesuatu yang luar biasa, meskipun terkadang bagi sebagian orang hanya biasa-biasa saja. Ya, mungkin itu karena kebodohan atau justru karena kepintarannya. Tetapi seluruh dunia menganggap aku ini penting, bahkan teramat penting. La, Tuhan menciptakanku memang untuk dipentingi. Lembaga besar dunia faham akan hal itu, konon negara, organisasi dan lembaga-lembaga kecil lainnya tentu akan lebih penting lagi, tetapi belum tentu faham. Nah itulah aku!

Namaku sebenarnya adalah, Anu…!

Eee! Sebaiknya begini saja, untuk sementara tidak usah tau dulu. Apalah arti sebuah nama jika makna kita pungkiri. Karena aku sedikit punya cerita dan banyak punya kisah. Tidak begitu jauh, tetapi justru sangat akrab dengan semua makhluk. Tidak begitu penting, tetapi sangat menentukan dalam segala hal. Pokoknya sangat pentinglah, penting!

Heran kenapa kusebut sangat penting? Karena tanpa keberadaanku orang-orang bahkan dunia bisa celaka. Langit dengan lapisan ozonnya saja tanpa aku dapat membuat dunia sangat panas, pegunungan salju kutub dapat mencair dengan cepat. Pokoknya tanpa aku, seluruh makhluk hidup di dunia dapat terganggu kesehatan, kenyamanan dan keselamatannya.

Dalam segala masa aku kerap dipakai dan dimanfaatkan. Mulai dari zaman purba dan primitif sekalipun, abad modern hingga akhir zaman. Peran dan fungsiku sangat divaforitkan. Sekali lagi, aku sangat dekat dengan manusia. Justru karena itu namaku dipanggil dengan, dengan Anu….

Hahaha…tak perlu kujawab pertanyaanmu dan tak perlu buru-buru, nanti juga kau akan tau siapa aku. Dengan tanpa menyebut nama, nomor telfon atau profesi, kau pasti akan tau siapa aku. Sebab nama cuma nama. Fungsikan saja dulu kepala dan hatimu. Duduk yang tenang dan tanggalkan benderamu.

Ya, itu karena aku ini populer. Lebih populer dari tokoh-tokoh pahlawan atau para pengkhianat negeri yang namanya dicatat sejarah secara berulang, dan tentu lebih populer lagi dari artis holy atau boliwood sekalipun. Tetapi ya, ya itu tadi. Mereka tak banyak mengenalku karena kesombongannya, karena kelalaiannya mencintai sesuatu yang sesungguhnya juga berdiri di atasku.

Eem! Hanya saja namaku bisa berbeda di semua negara, daerah dan tempat. Ya, itu lebih dikarenakan oleh bahasa yang digunakan juga berbeda. Penyebutan atau malah aksennya juga berbeda, tetapi esensinya tetap saja sama. Bahwa aku dapat mempengaruhi dunia, jagat semesta. Bagaimana tidak, nafasku saja dapat dijual, konon yang lain dari bagian anatomiku, tentu sangat berharga bukan. Ya itu aku. Ya, aku ini…!

Bentuk asliku memang tidak begitu menarik dan indah, bahkan terkadang menyeramkan. Meskipun begitu, ada juga saudara dan sahabatku yang lebih mengutamakan nilai keindahan. Seperti keindahan betis, pinggang, rambut, tubuh serta aroma yang dikeluarkan. Sebagian ada memang sengaja dibentuk, dimodivikasi, diolah, dipoles dan sebagainya. Tetapi umumnya yang sedemikian adalah bagian terkecil dari hal besar dan terpenting dari keseluruhan yang kumiliki.

Sebagian lain ada juga yang sengaja dirawat, dipelihara, dibiarkan, dilindungi atau malah dibudidayakan sebagai suatu keindahan, keasrian, simbol kemewahan dan gengsi. Tetapi yang sedemikian itu biasanya tidak bertahan lama, karena nafsu mereka susah ditebak. Sekali merangkul malah sepuluh kali mendepak. Sekali berkata ”kita lestarikan”, e malah seribu kali justru mempunahkan.

Nah itulah aku!

Tidak perlu penasaran siapa aku. Karena aku memang sangat dekat dengan siapa saja. Aku, aku ini? Dapat mengeluarkan banyak turunan berupa hasil olahan sebagai bahan baku dasar bagi segala kebutuhan dengan segala bentuk, tipe dan model.

Sudah cukup, cukup. Tidak usah lanjutkan reka-rekamu dan tidak perlu sok tau jika hanya mencoba menebak. Sebab aku sendiri telah lama bosan dengan tebak-tebakan, dikarenakan segala rahasia telah terformat dalam keseluruhan ingatanku. Sangat nyata. Bagi yang mengetahui. Nyata sekali.

Bukan, namaku bukan itu. Kalau pun betul, itu adalah bagian lain dari namaku, atau sebut saja itu adalah nama kecil dan nama akrapku. Nama lainnya bisa apa saja, apa saja yang ada disekiling manusia. Karena sebenarnya aku masih mempunyai jutaan nama berdasarkan bahasa, bentuk, spesies dan tempat berkembangnya.

Kau punya nama? Alamat dan orang tua juga kan? Kau memang makhluk yang beruntung. Lebih beruntung dari makhluk-makhluk lainnya di planet ini. Karena kapan saja kau dapat kembali ke rumah dan menemui orang-orang yang kau kasihi. Tetapi aku, jika sudah pergi tidak dapat lagi kembali untuk bertemu dengan orang-orang yang aku cintai. Sekali berpisah maka selamanya tidak pernah berkesempatan untuk kembali dalam keadaan utuh.

Ah sudahlah….

Namaku Anu…!

Alamat …?

Sebenarnya tempatku sangat terbuka untuk siapa saja dan kapan saja. Bila kalian sudi bersinggah, kami akan menyambutnya dengan senang hati, dengan segala kemurahan dan dengan segala kerendahan hati. Dengan cinta, kami akan menyambutnya. Kaumku memang ditakdirkan untuk selalu bersikap pemurah kepada siapa saja. Sangat toleran dan menghargai siapa saja. Meskipun permukaan wajah kami diinjak, diberak dan dikencingi. Karena demikian pemurahnya hingga isi-isi perut kami,  rela dan ikhlas kami berikan.

Tetapi sekarang lihatlah sebagian dari diriku! Apa yang telah kalian lakukan kepada kami ?

Kalian demikian buas. Kalian memang tidak tau berterimakasih!

Sikap dan sifat kebersahajaan keturunan kami yang  kalian ingkari terkadang harus berimbas tidak baik pada diri kalian. Kepedihan demi kematian, air mata dan duka silih berganti terjadi. Aku sudah muak dengan semua ini, tetapi kaum kalian terus saja mengulangi kesalahan yang sama.

Namaku Anu…!

Ah, bagiku nama mungkin belum begitu penting.

Maaf!

Aku, tergantung kalian ! Kalian bergantung padaku !

Cerpen ini pernah dimuat di Harian Aceh pada 28 Maret 2010

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.