
SALAH satu catatan penting lain selain wasiat Alm. Baharuddin Wahab yang mengingatkan generasi Gayo untuk tidak kenal menyerah dalam berjuang seperti tokoh Islam Muhammad al Fathir dan Khalid bin Walid yang disampaikan dalam acara silaturrahmi pelanggan Wapres Cafe Takengon yang berlangsung Rabu 16 Oktober 2013 adalah ajakan tokoh Gayo lainnya, Usman Nujuli yang mengajak generasi Gayo untuk “Gila” dalam berjuang di berbagai bidang, salahsatunya bidang seni budaya.
Salahsatu kegilaan berseni yang diungkapkan Usman Nujuli adalah berjuang mengenalkan lagu Gayo ke kancah nasional maupun internasional seperti halnya lagu Batak, Sunda dan Minang.
“Saya jamin Gayo adalah suku bangsa di dunia yang terbanyak mempunyai lagu. Satu ceh Didong menciptakan 50 lagu saja, kalikan dengan jumlah ceh Didong yang ada”, kata Usman Nujuli.
Namun sayangnya, menurut dia, lagu Gayo tidak menasional yang penyebabnya karena tidak ada vokalis Gayo yang menasional seperti halnya orang Batak yang punya sekian banyak penyanyi yang terkenal.
‘Pernah ada To’et, namun sayangnya baru dikenal saat dia sudah berusia lanjut sehingga belum sempat mengenalkan lagu Gayo lebih luas”, kata Usman Nujuli yang mengaku di koleksinya hanya ada 2 jenis lagu, Jazz dan Gayo.
Usaha gila yang dilakukan To’et juga pernah dilakukan oleh Kandar SA, namun juga tidak berkelanjutan, kata dia.
Dan saat ini ada penyanyi muda Gayo yang mulai “Gila” dan dia berharap kegilaan itu tidak berhenti begitu saja, mesti diteruskan dan dicontoh oleh yang lainnya. Dia menyebut nama Ervan Ceh Kul dengan album Muniru yang masih populer dikalangan masyarakat Gayo hingga saat ini.
“Anak saya tidak terlalu suka mendengar lagu Gayo, kecuali lagu-lagu Ervan di album Muniru. Muniru sudah layak tampil di Java Jazz”, puji Usman Nujuli.
Kegilaan seperti yang dilakukan Ervan mesti diteruskan dengan gila yang lebih gila lagi agar lagu-lagu Gayo bisa dikenal seperti milik suku-suku lain di Indonesia. “Yang sulit adalah mencari 1 Dolar pertama, seterusnya akan mudah”, pungkas Usman Nujuli. (Khalis)