Oleh: Dedy Saputra E*

DENGARKANLAH apa yang sedang diperbincangkan oleh para cendikiawan dewasa ini. Ada diantaranya yang mengemukakan pertanyaan, apakah wilayah tengah di Aceh yang tidak mungkin mengetahui masa depannya sedang menghadapi bahaya kehilangan kebebasannya? ada pula yang mempunyai pandangan sebaliknya yang yakin bahwa wilayah tengah dari setapak demi setapak akan berkembang, dengan mengikuti ayun langkah waktu, sebagaimana yang telah berjalan saat ini, dan akan berhasil mencapai kemakmuran dan peradaban sampai tingkat yang tinggi.
Dinilai dari suasana saat ini wilayah tengah Aceh belumlah mencapai taraf seperti daerah-daerah lainnya. Hal ini terjadi kerena masih adanya kesenjangan antara pihak pengambil keputusan antara yang di Kabupaten, Propinsi maupun Pusat. Dalam ilmu pengetahuan, wiraswasta, dan hukum.
Wilayah tengah berjalan seperti tanpa adanya stimulus yang diberikan dari Propinsi hal ini terbukti seperti belakangan ini, rakyat di wilayah tengah merasa tidak sepaham dengan kehadiran Qanun dan Wali Nanggroe yang diambil hanya oleh sepihak tanpa ada ranah hukum yang adil bagi masyarakat wilayah tengah dalam menuangkan aspirasinya dalam menentukan Qanun maupun Wali Nanggroe, yang tentunya masyarakat wilayah tengah kurang didengarkan dalam ranah hukum di Aceh. sehingga terjadinya pro dan kontra dengan hadirnya qanun tersebut.
Bila kita kaji lebih mendalam para pemerintah dari wilayah Kabupaten Aceh Tengah, Gayo Lues, Bener Meriah, Aceh Tenggara, dan Aceh Singkil sudah saatnya bersatu untuk bisa menuangkan ide dan gagasannya kedepannya bagi pembangunan di wilayah tersebut, dan kita mengetahui banyak tokoh-tokoh yang dicetak dari wilayah ini namun habis ditelan masa, bahkan tidak dikenal sama sekali contohnya saja dari tokoh pengusaha yaitu Muhammad Arbie, pria kelahiran Blang Kejeren, Gayo Lues itu adalah konglomerat yang cukup diperhitungkan secara nasional. Bagaimana tidak Arbie mengembangkan bisnisnya di berbagai bidang perhotelan dengan membangun dua buah hotel (Hotel Garuda Plaza dan Hotel Garuda Citra), rumah sakit (RS Permata Bunda dan Klinik Bunda), dan percetakan PT Medan Madju.
Dari pejuang wilayah ini juga mempunyai banyak pahlawan salah satunya adalah Aman Dimot. Dan masih banyak lagi tokoh tokoh yang hampir tidak diberdayakan pengenalannya baik oleh pemerintah di Kabupaten, Provinsi, maupun Pusat. Pengenalan tokoh-tokoh dari wilayah tersebut adalah penting sebagai sarana motivasi kedepannya untuk bisa berbenah diri lebih baik lagi.
Pemekaran Aceh Lauser Antara adalah tanggung jawab kita bersama orang-orang yang dilahirkan dan berdomisili dari wilayah tersebut tidak mengenal asal muasal sukunya. Tetapi perjuangan untuk membangun wilayah tersebut adalah kewajiaban semua pihak baik itu dia orang dari suku Gayo, Alas, Aceh, Jame, Jawa, Padang, Batak dan suku suku yang lainnya punya kewajiban yang sama untuk memperjuangkan pembangunan di wilayah tersebut.
Seperti halnya perjuangan Pemekaran Provinsi aceh menjadi Provinsi Aceh Lauser Antara (ALA) adalah perjuangan bersama-sama setiap orang – orang yang berdomisili atau berasal dari wilayah tersebut, hal ini dilakukan untuk pembangunan daerah tersebut. Seperti halnya di daerah lain perjuangan pemekaran Provinsi adalah perjuangan pembangunan Indonesia yang berkeadilan bagi generasi kedepannya bukan perjuangan untuk kepentingan sementara.(dedy.acc@gmail.com)
*Aktivis Sosial, Gerakan Indonesia Berdaya (Geriya)