Mati dan Tidur

oleh

jamhuriOleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA[*]

BANYAK orang merasa resah dan gelisah ketika sampai larut malam sulit untuk tidur, mereka berupaya  mengatasi kesulitan tidur ini dengan berbagai cara termasuk mengkonsumsi obat-obatan dengan harapan mudah dan enak tidur. Sebaliknya banyak yang orang takut mati padahal kematian merupakan suatu yang pasti akan datang, mereka takut karena berbagai alasan baik karena kurangnya ibadah, kurang banyaknya amal baik  yang telah dilakukan atau karena banyaknya pekerjaan dan tanggungjawab (amanah) yang belum sempat diselesaikan.

Kalau kita melihat perbedaan antar keduanya bahwa mati adalah diambilnya nyawa (nafs) oleh Tuhan dari seseorang dan tidak dikembalikan lagi, sedang tidur adalah diambilnya nyawa (nafs) dari seseorang dalam batas waktu tertentu sampai nanti pada satu saat nyawa yang diambil itu tidak dikembalikan lagi, hal ini sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam al-Qur’an yang artinya :

Allah memegang jiwa (orang( ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (az-Zumar : 39)

Dari ayat inilah bisa kita pahami bahwa kematian dengan tidur mempunyai  kesamaan yaitu diambilnya nyawa dari raga seseorang yang selanjutnya dikembalikan lagi bagi tidur dan diambilnya nyawa dan tidak dikembalikan lagi bagi orang yang mati. Berdasarkan kepada pemahaman itu pulalah sehingga do’a tidur yang kita ajarkan kepada anak-anak dan kita baca pada setiap mau tidur adalah do’a tentang mati, yaitu :

Bismika Allahumma ahya wa bismika allahumma amut” (Dengan nama-Mu yang Allah aku hidup dan dengan namamu ya Allah aku mati).

Demikian juga dengan do’a ketika bangun dari tidut dengan membaca :

 “Alhamdulillahil ladzi ahyana ba’da ma amatana wa ilaihi nusyur” (Segala puji bagi Allah yang menghidupkan aku kembali setelah mematikan aku dan kepada Allah akan bangkit)

Jadi tidak ada yang namanya do’a untuk tidur yang ada hanya do’a mati karena itu para ulama berpendapat bahwa tidur juga adalah kematian. Perbedaan pendapat dikalangan ulama terjadi pada, apakah benar mereka yang tidak bagus amalannya ketika hidup di dunia merasakan kematian itu sangat menyakitkan atau malah cara bagaimana nyawa diambil dari raga tidak ada pengaruhnya dengan amal yang dilakukan selama hidup di dunia. Artinya tidak menentukan bahwa mereka yang meninggal di bulan ramadhan lebih baik dari mereka yang meninggal di luar bulan ramadhan, mereka yang kepeleset di kamar mandi belum tentu lebih buruk dari mereka yang kepeleset di dalam mesjid. Orang yang meninggal dengan tersenyum belum tentu lebih baik dibanding dengan mereka yang kesakitan ketika nyawanya diambil.

Pola pemahaman yang telah diajarkan kepada kita selama ini membuat kita menduga-duga dan berprasangka bahwa mereka yang meninggal pada tempat yang tidak bagus menunjukkan balasan dan pertanda yang tidak baik bagi yang meninggal, sedang mereka yang meninggal di tempat yang bagus kita beri tanda baik bagi yang meninggal. Bahkan terkadang kondisi seseorang yang meninggal kita jadikan isu yang berakhir dengan fitnah.

Karena itu Sibawaihi dalam buku Eskatologi Al-Gazali dan Fazlur Rahman berupaya memberi perbandingan bagaimana pola Al-Gazali sebagai ulama klasik seperti yang telah kita pahami selama ini dengan pola Fazlur Rahman sebagai orang yang mewakili ulama kontemporer dalam memahami kematian.


[*] Dosen pada Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.