Oleh: Ansar Salihin*
LAHIRNYA sebuah karya seni tentu bukan lahir begitu saja, akan tetapi mengalami proses yang tersistematis. Proses dalam pembuatan karya secara tersusun akan memudahkan pengkarya dalam menciptakannya. Kematangan konsep yang dirancang pasti dalam proses pengolahan akan mengalami perubahan, untuk menambah nilai keindahan ataupun menutupi suatu kesalahan yang terjadi. Perubahan itu wajar asalkan tidak mengalami perubahan secara keseluruhan baik dari segi wujud, isi maupun dari konsep dari rancangan karya tersebut.
Menurut Gustami (2007:329), melahirkan sebuah karya seni khususnya seni kriya secara metodologis melalui tiga tahapan utama, yaitu Eksplorasi (pencarian sumber ide, konsep, dan landasan penciptaan), Perancangan (rancangan desain karya) dan Perwujudan (pembuatan karya).
Eksplorasi meliputi langkah pengembaraan jiwa dan penjelajahan dalam menggali sumber ide. Langkah-langkah tersebut meliputi penggalian sumber penciptaan baik secara langsung di lapangan maupun pengumpulan data referensi mengenai tulisan-tulisan dan gambar yang berhubungan dengan karya.
Tahap perancangan terdiri dari kegiatan menuangkan ide dari hasil analisis yang telah dilakukan ke dalam bentuk dua dimensional atau disain. Hasil perancangan tersebut selanjutnya diwujudkan dalam bentuk karya. Perancangan meliputi beberapa tahapan, diantarnya rancangan desain alternatif (sketsa). Dari beberapa sketsa tersebut dipilih beberapa sketsa yang terbaik dijadikan sebagai desain terpilih.
Tahap perwujudan merupakan tahap mewujudkan ide, konsep, landasan, dan rancangan menjadi karya. Dari semua tahapan dan langkah yang telah dilakukan perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui secara menyeluruh terhadap kesesuaian antara gagasan dengan karya diciptakan. Tahapan pembuatan karya khusunya Kriya Kayu ada beberapa tahapan, diantarnya: persiapan bahan, pemberian pola atau desain, pembentukan, penghalusan dan finishing akhir.
Berdasarkan tiga tahap metode penciptaan karya seni kriya tersebut dapat diuraikan menjadi enam langkah proses penciptaan karya seni. Enam langkah tersebut diantaranya: pengembaraan jiwa, menentukan konsep/tema, merancang sketsa, penyemrpunaan desain, mewujudkan karya dan evaluasi akhir. Berikut skema Tiga tahap dan enam langkah proses penciptaan karya seni kriya:

Kaligrafi
Kaligrafi pada karya dikutif dari surat Yaasiin ayat 82 (Kun Fayaakun) artinya “Jadilah!” maka terjadilah ia”. Ayat tersebut memperkuat judul dan ide penciptaan karya sebagai penggambaran alam. Dua motif saling menyatu disuatu titik bermakna kesatuan, kekompakan dan melindungi. Sedangkan latar berbentuk awan yang tidak teratur merupakan gambaran ciptaan tuhan terhadap alam, tidak ada sempurna di dunia ini selain penciptanya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT Surat Yaasiin ayat 82:“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT memiliki kekuasaan tertinggi dan apa yang dikehendakinya tidak dapat dibantahkan. Ketika Allah menhendaki jadi maka jadilah dia begitu juga sebaliknya ketika Allah menghendaki kehancuran alam semesta. Keadaan alam yang tergambar dalam motif Emun Berangkat merupakan kehendak Allah. Hubungan motif Emun Berangkat dengan Surat Yaasiin ayat 82 adalah penciptaan tuhan yang berhubungan dengan alam semesta. Motif Emun Berangkat sebagai penggambaran alam yang memiliki makna kekompakan, saling menyatu dan saling menolong. Sedangkan ayat tersebut kehendak tuhan menciptakan alam semesta.
Penutup
Keberadaan produk seni masa lampau menjadi salah satu warisan dan kekayaan budaya suatu bangsa pada saat sekarang. Salah satu produk budaya tersebut di bidang seni rupa dan desain yang menjadi warisan budaya dan kebanggaan masyarakat di daerah Gayo adalah motif Emun Berangkat. Motif ini merupakan bagian dari motif Kerawang Gayo dari beberapa motif yang lainnya. Motif Emun Berangkat selain dapat dinikmati sebagai hasil sebuah karya seni juga mengandung filosofi dan penggambaran budaya Gayo itu sendiri.
Sebagai warisan budaya tradisi motif Emun Berangkat harus dijaga dan dipilihara serta dikembangkan, agar tidak mengalami kepunahan. Salah satu caranya menciptakan karya seni yang berangkat dari nilai budaya lokal seperti motif Emun Berangkat. Landasan penciptaan karya seni didasarkan atas dua unsur, yaitu unsur keindahan dan unsure fenomena sosial. Melahirkan nilai keindahan dalam karya seni juga harus memandang bagaimana masyarakat menikmatinya. Perpaduan nilai estetika dengan fenomena sosial menyatu dalam satu kesatuan yang utuh dalam ekpresi kriya kayu dengan sumber ide motif Emun Berangkat.
Konsep karya mengacu kepada karya ekspresi dari motif Emun Berangkat ke dalam karya seni Kriya Kayu. Sehingga menghasilkan karya baru yang berbeda dengan bentuk aslinya, namun masih memiliki makna yang serupa. Secara umum karya yang telah diciptakan yang berangkat dari motif Emun Berangkat menggambarkan keadaan alam, kehendak tuhan terhadap ciptaannya, dan gambaran kehidupan masyarakat.
Berdasarkan ide, landasan dan konsep tersebut, maka lahirlah karya seperti karya seni Kaligrafi atau hiasan dinding “Wujud” dan Jam Dinding “Perputaran”. Karya tersebut merupakan penggambaran alam semesta dan kehidupan manusia baik berhubungan dengan penciptanya maupun berhubungan sesama manusia. Melalui penggambaran ini memudahkan orang lain memahami nilai-nilai yang terkandung dalam karya seni, walaupun bentuknya sudah mengalami pengembangan.
Karya tersebut dalam konteks kriya dapat digolongkan atas dua macam, yaitu karya ekpresi estetis dan fungsional. Karya seni ekspresi estetis merupakan karya yang mengutamakan nilai keindahannya seperti hiasan. Sedangkan karya seni ekspresi fungsional selain mengutamakan keindahan juga memperhatikan dan mempertingkan fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun berbeda dari segi fungsi, kriya tidak dapat terlepas dari craft (keahlian) dan skill (keterampilan).(weinansar@gmail.com)
* Mahasiswa Jurusan Seni Kriya Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Padangpanjang