Ratu Nahrisyah Sultanah Pertama di Aceh

oleh
lukisan Sulthanah nahrisyah, Karya Sayed Dahlan Al-habsyi.

Banda Aceh-LintasGayo: Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf mengungkapkan, kalau mengurai sedikit sejarah masa lalu, akan terungkap betapa peranan perempuan sesungguhnya sangat melekat dalam sejarah Aceh. Sejak kerajaan pertama Samudra Pasai (abad ke 15) mengalami masa jayanya, peran perempuan sudah sangat menonjol dalam pemerintahan.

lukisan Sulthanah nahrisyah, Karya Sayed Dahlan Al-habsyi.
lukisan Sulthanah nahrisyah, Karya Sayed Dahlan Al-habsyi.

Ratu Nahrisyah adalah sultanah pertama di Aceh yang memimpin Kerajaan Samudra Pasai di atas konsep kesetaraan gender. Beliau naik ke tampuk pemerintahan menggantikan ayahnya Sultan Zainal Abidin pada tahun 1408 dan hingga meninggal pada tahun 1428.

Berlanjut ke masa kesultanan Aceh Darussalam, peran perempuan juga tidak pernah hilang dalam jejak sejarah Aceh.  Bahkan Aceh pernah dipimpin sultanah selama hampir 50 tahun, termasuk 34 tahun pada masa Pemerintahan Ratu Safiatuddin.

Pada masa penjajahan Belanda, ribuan perempuan Aceh juga tampil berperang melawan musuh.  Aceh pernah memiliki  seorang panglima angkatan laut perempuan yang gagah berani bernama Keumalahayati. Ada juga nama Po Cut Limpah yang dipercaya sebagai dinas intelijen kerajaan, serta sejumlah tokoh perempuan lainnya yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Aceh.

Dari ribuan nama itu,  terdapat pula nama Tjut Nyak Dhien, salah satu pejuang yang banyak menyita perhatian sejarah dunia karena keberanian dan kepemimpinannya. Sejak usia 15 tahun hingga usia 55 tahun,  ia terus  berperang melawan Belanda.

“Bahkan meski kondisinya sakit-sakitan dan buta, ia tidak pernah berhenti berjuang, hingga akhirnya ia ditangkap dan diungsikan ke pulau Jawa dan mangkat di sana,” kisah Wagub Muzakir dalam amanat tertulisnya yang dibacakan Asisten II Setda Provinsi Aceh T said Mustafa saat Deklarasi dan Pelantikan Pengurus Laskar Tjut Nyak Dhien, Kami (20/6/2013) di Anjong Monmata Banda Aceh.

Kehebatan perempuan Aceh di masa lalu itu, lanjut Muzakir memang tidak boleh dilupakan. Namun jangan sampai terlena dengan sejarah tersebut, sampai-sampai mengabaikan kondisi perempuan Aceh yang sekarang.

Faktanya, di masa sekarang, kondisi perempuan Aceh mengalami degradasi yang sangat berbeda dibanding masa lalu. Meski Aceh memiliki sejumlah regulasi yang memberi perlindungan kepada perempuan, tapi diskriminasi terhadap perempuan masih ada.(ghassa)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.