Sejarah Gayo banyak Terkemas dalam Sastra Lisan Gayo

oleh

Catatan: Yusradi Usman al-Gayoni*

YusradiLATAR belakang sejarah suku bangsa Gayo yang ada sekarang merupakan hasil perkembangan dari pelbagai suku bangsa pendatang baik dari Nusantara maupun dari luar negeri. “Seperti suku bangsa asli di Nusantara, Gayo pada mulanya didiami ras Weddoid. Kemudian, datang ras Melayu Tua dan ras Melayu Muda dari daratan Asia,” kata L.K. Ara, pengulas sejarah Gayo dari sisi sastra Gayo berupa kekeberen (dongeng), syair, didong, dan pantun dalam Seminar Asal Usul/Budaya Gayo di Bale Musara, Selasa, 25/11/2014.

Dihadapan 300 peserta yang datang dari Gayo Lues, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Lokop Bejadi Aceh Timur, Kalul Aceh Tamiang, Nagan Raya, Sibayak Lingga Tanah, Medan, dan Jakarta, L.K. Ara yang didampingi moderator Sri Wahyuni, S.HI, menyebutkan, wilayah Gayo berupa dataran tinggi menyatu dengan Bukit Barisan. Perubahan kondisi sosial budaya daerah Gayo ada di lima wilayah: (1) Gayo Lut, terletak di sekitar Danau Laut Tawar, Takengon dan Bener Meriah; (2) Gayo Deret, meliputi sekitar Linge atau Isak; (3)  Gayo Lues, mencakup Gayo Lues dan Aceh Tenggara; (4) Gayo Bejadi, meliputi Serbejadi, Sembuang, dan Lukup; (5) Gayo Kalul, meliputi paling timur dari Kab Aceh Timur sampai Pulau Tige.

“Ada pertanyaan orang yang belum pernah ke Gayo, dan ingin mengunjungi Gayo, Wo wi wo/tar sihen dene ku Gayo (wo wi wo/lewat jalan mana ke Gayo). Jawabannya cukup menarik, tar emun putih langit ijo (lewat awan putih langit hijau). Jawaban ini menarik, karena berupa simbul alam,” sebutnya.

Awan putih dan langit hijau, ungkap penyair gaek Gayo di tingkat nasional itu, menggambarkan, betapa jauh perjalanan bila ingin ke Gayo. Disamping jauh, juga sulit untuk sampai ke Gayo. Bahkan, tidak tergambarkan, dimana letaknya. Dalam paparannya, pendokumentasi sastra lisan Gayo sejak tahun 1972 tersebut, banyak mengutip syair Tengku Mudekala yang banyak menceritakan sejarah Gayo melalui kekeberen yang dibuatnya. Karya Tengku Mudekala inilah karya pertama orang Gayo yang pertama kali didokumentasikan—tahun 1930-an—dan berbicara tentang sejarah Gayo.

Akan tetapi, ungkap L.K. Ara, dalam syair Tengku Mudekala tersebut, tidak diketahui secara pasti, kapan terdamparnya Adi Genali ke Buntul Linge. “Ini bisa kita jadikan pintu masuk untuk meneliti Gayo lebih lanjut. Karena, sejarah Gayo banyak terkemas dalam sastra lisan Gayo. Sebab, orang tidak mencatat, pada masa itu. Lebih-lebih, kalau kita ingat, ketika itu berkembang tradisi lisan,” sebutnya.

Tak meletakkan tahun pada baris karya sastra, terangnya, mungkin juga diabaikan penulisnya. Karena, pada karya sastra, penulisnya lebih bergulat pada pencapaian keindahan ungkapan bahasa yang merupakan ekspresi sastrawannya.
*Steering Committee&Tim Perumus Panitia Seminar Asal Usul/Budaya Gayo

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.