Peran Orang Tua dan Guru dalam Budaya Mencontek pada Anak

oleh

Oleh : Fifyn Srimulya Ningrum

MENCONTEK atau yang disebut cheating masih saja dilakukan oleh para pelajar di Indonesia, dimana perilaku mencontek ini seakan-akan telah ditanamkan sejak zaman dahulu, bahkan siswa SD sudah mengenal perilaku mencontek ini walaupun masih dalam taraf yang rendah.

Perilaku mencontek pada siswa SD masih pada tahap melihat pekerjaan temannya, kemudian menirunya. Walaupun masih dalam tahap tersebut, hal ini bisa menjadi awal dari perilaku mencontek yang lebih besar, seperti yang dilakukan siswa SMP,SMA, bahkan sampai mahasiswa.

Pada siswa SMP perilaku mencontek yang dilakukan sudah berkembang dari hanya melihat hasil pekerjaan temannya menjadi berani untuk membuat duplikat catatan kecil yang digunakan untuk contekkan bahkan sampai ada yang sudah menggunakan handphone untuk media mencontek. Selain itu siswa SMP juga sudah berani mencontek langsung dari  buku pelajaran atau materi yang diberikan oleh gurunya.

Salah satu  penelitian yang menyatakan bahwa perilaku yang paling dominan yang dilakukan oleh para siswa ketika mencontek adalah social active. social active adalah perilaku mencontek dimana siswa menyalin, melihat atau meminta jawaban dari orang lain.

Tidak jauh berbeda dengan siswa SMP, siswa SMA juga banyak yang melakukan perilaku mencontek. Di Negara bagian Bihar India, 1600 siswa SMA dikeluarkan karena mencontek, bahkan 100 orang tua dari siswa-siswa tersebut ditahan karena membantu anak-anak mereka dalam mencontek (ESQ-News).

Pada tingkat mahasiswa perilaku mencontek juga masih tetap ada. Permesti, Menyatakan bahwa disebuah universitas ternama yaitu Universitas Harvard menghukum 60 mahasiswa dari 279 mahasiswa yang mengikuti ujian akhir semester salah satu mata kuliah di universitas tersebut, hal ini dikarenakan 125 mahasiswa mengumpulkan tugas yang sama atau mirip dala ujian akhir semester tersebut.

Dalam hal ini perilaku mencontek sudah membudaya sehingga dari usia SD sampai  Perguruan tinggi perilaku mencontek tetap ada dan terus berkembang. Bahkan perilaku mencontek dapat menumbuhkan perilaku ketidakjujuran dalam diri individu, sehingga perilaku ini akan terbawa sampai tingkat pendidikan berikutnya bahkan sampai bekerja.

Kecurangan, plagiarisme, dan bentuk-bentuk pelanggaran akademik adalah contoh yang jelas dari perilaku ketidakjujuran bahwa tidak hanya melanggar kebijakkan integritas akademik tetapi juga biasanya dibatasi oleh faktor-faktor lain, seperti pemantauan oleh pengawas tes dan adanya siswa lain yang juga melakukan kecurangan. Dengan demikian, siswa memiliki kecenderungan lebih besar untuk terlibat dalam kecurangan jika sanksi tidak diberlakukan atau tidak cukup berat, bahkan ketika instruktur dan administrator memperingatkan siswa tentang konsekuensi dari kecurangan.

Peran Orang Tua dan Guru

Jika kasus diatas secara Psychology ditinjau melalui Teori Ekologi Bronfenbrenner maka salah satunya berkaitan dengan sebuah mikrosistem, yaitu setting di mana individu banyak menghabiskan waktu, seperti halnya dengan keluarga, teman sebaya, sekolah, juga tetangga maupun masyarakat. Jika dilihat dari kasus intensi mencontek, dapat kita perhatikan bahwasanya teman sebaya sangat berpengaruh pada perilaku mencontek. Begitu pula dengan orang tua, baik secara sadar maupun tanpa disadari anak dituntut untuk mendapatkan nilai yang tinggi dan prestasi yang bagus di sekolahnya, hal ini umum terjadi. Sehingga terkadang membuat anak yang menginginkan penghargaan dari orang tuanya melakukan perilaku mencontek. Selain itu kurangnya orang tua dalam memperhatikan perkembangan anaknya  dan  kurangnya orang tua menghargai apa yang diperoleh anaknya dari segi akademis maupun non-akademis.

Karena banyaknya orang tua yang menganggap bahwasanya anak yang pintar itu adalah anak yang berhasil di bidang akademisnya, seperti halnya anak dipaksa untuk mendapatkan  nilai mate-matika yang tinggi, biologi yang bagus. Tetapi jika anak mendapatkan nilai yang rendah dalam bidang  akademik dan lebih tinggi dalam bidang non-akademik maka anak akan dianggap tidak pintar, bodoh. Sedangkan orang tua tidak menyadari bahwasanya anak lebih mampu dalam bidang non akademik, seperti olahraga, music, bernyanyi.  

Kemampuan anak tidaklah sama, setiap anak memiliki kelebihannya masing-masing. Ketika anak dipaksa untuk mendapatkan nilai yang tinggi, menjadi juara satu di sekolahnya, maka orang tua juga jangan melupakan dan membiarkan kelebihan dan kemampuan anak yang sebenarnya  dapat diasah sejak dini. Sehingga hal ini juga dapat mengurangi intesitas mencontek serta menciptakan anak-anak yang mampu dan jujur. Selain itu orang tua sangatlah berperan penting dalam perkembangan anak, karena orang tua adalah madrasah pertama bagi anak.

Bagaimana dengan sekolah, juga guru dalam perilaku mencontek. Hal ini juga kerap terjadi karena ada beberapa guru yang kurang menghargai bahkan tidak menghargai prestasi siswa-siswinya dan adanya guru yang membanding-bandingkan siswa-siswinya yang pandai dengan yang kurang pandai. Sehingga hal ini juga dapat menjadi salah satu faktor mencontek. Sehingga anak malas untuk mengerjakan tugas, dan memilih untuk mencontek.

Karena penghargaan, dukungan dan perhatian sekecil apapun dari guru sangat berarti bagi anak didik dan dapat meningkatkan prestasi mereka dalam bidang akademik maupun non-akademik. Sehingga kita dapat memahami, bahwasanya peran orang tua, maupun guru atau sekolah sangatlah penting bagi perkembangan anak dan membuat anak menjadi percaya diri akan kemampuannya, sehingga anak tidak melakukan mencontek.[]

*Mahasiswi Fakultas Kedokteran Jurusan Psikologi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.