Titik Kumpul

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Bencana silih berganti: gempa bumi, angin puting beliung, kebakaran, dan banjir datang tanpa aba-aba. Dari rangkaian peristiwa itu, manusia dipaksa belajar bertahan hidup, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk keluarga dan orang lain.

Dalam setiap situasi darurat, ada satu pelajaran dasar yang sering terdengar sederhana, namun menentukan hidup dan mati: titik kumpul.

Titik kumpul bukan sekadar lokasi fisik yang dianggap aman. Ia adalah simbol kesiapsiagaan dan kesadaran kolektif. Ketika kepanikan menyebar, manusia cenderung bergerak tanpa arah.

Di sinilah pentingnya kesepakatan bersama, agar setiap langkah menuju keselamatan tidak berubah menjadi kekacauan baru. Tanpa titik kumpul, upaya menyelamatkan diri justru bisa saling membahayakan.

Dalam konteks keluarga, titik kumpul adalah bentuk tanggung jawab. Ia memastikan setiap anggota tahu ke mana harus menuju ketika komunikasi terputus.

Anak-anak, lansia, dan kelompok rentan tidak dibiarkan menebak-nebak arah keselamatan. Pengajaran ini sederhana, namun sering diabaikan hingga bencana benar-benar datang.

Lebih luas lagi, titik kumpul adalah cermin dari tata kelola masyarakat dan negara. Apakah ruang aman telah dipikirkan sejak awal, atau baru dicari setelah korban berjatuhan? Apakah jalur evakuasi dipahami warga, atau hanya tertulis di papan yang tak pernah dibaca? Bencana menguji bukan hanya alam, tetapi juga perencanaan dan kepedulian.

Titik kumpul juga mengajarkan solidaritas. Di sanalah orang-orang yang selamat saling memastikan, saling menguatkan, dan saling berbagi. Yang datang lebih dulu menunggu yang tertinggal, bukan meninggalkannya. Keselamatan menjadi urusan bersama, bukan perlombaan menyelamatkan diri sendiri.

Pada akhirnya, titik kumpul adalah pelajaran tentang hidup bersama. Ia mengingatkan bahwa dalam situasi paling genting sekalipun, manusia tetap membutuhkan arah, kesepakatan, dan kepedulian. Tanpa itu, bencana tidak hanya merusak alam, tetapi juga meruntuhkan nilai kemanusiaan kita sendiri.

(Mendale, Desember 17, 2025)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.