Takengon-LintasGAYO.co : Konflik antara manusia dan gajah seringkali terjadi akibat perebutan ruang hidup dan sumber daya di beberapa kawasan hutan Aceh.
Menurut Kerua Aceh Green Community (AGC), Ilhami dalam siaran persnya, Minggu 26 Oktober 2025, dijelaskan, konflik tersebut berupa perusakan lahan pertanian, permukiman, dan infrastruktur oleh gajah.
“Acap kali, manusia mengalami cidera atau meninggal saat mencoba mengusir gajah. Sebaliknya gajah bisa kehilangan nyawa karena dibunuh, dipasangi jerat, diracun, atau tertembak dalam upaya pembalasan,” kata Ilhami.
Perusakan habitat gajah, termasuk pembukaan lahan hutan untuk pertanian, pemukiman, dan industri menyebabkan habitat gajah terfragmentasi. Gajah kehilangan jalur migrasi alami dan terpaksa mendekati wilayah manusia.
Untuk mengatasi hal tersebut di lanskap Ulu masen, yang berada di Pidie, Pijay, Aceh Besar, Aceh Jaya dan Aceh Barat, Pusat penilitian Lingkungan Hidup – Lembaga Riset Internasional Lingkungan dan Perubahan Iklim (PPLH LRI) IPB University bekerja sama dengan Yayasan Aceh Green Conservation (AGC) menaruh perhatian besar terhadap konflik ini.
Menurut Ilhami, riset bersama digelar dengan tujuan memberikan penguatan kapasitas bagi perangkat pemerintahan adat Aceh khususnya lembaga mukim dalam pengelolaan lahan di zona konflik gajah dan manusia secara partisipatif dan berlanjutan.
“Kolaborasi riset ini menjadi momentum penting untuk melakukan sinergi pengetahuan akademis dengan praktik lapangan,” jelas Ilhami.
Pihak yang bekerjasama, telah berkomitmen untuk terus mendukung berbagai upaya penelitian yang berkontribusi pada kelestarian hutan Ulu Masen dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Dipaparkan, kerjasama dengan PPLH IPB University akan memperkuat basis ilmiah dalam pengambilan keputusan konservasi dan implementasi program konservasi di lapangan.
Hutan Ulu Masen, kawasan seluas 738.856 hektare yang terhampar di 5 kabupaten di Aceh, dijadikan sebagai wilayah riset aksi. Riset ini menggandeng para akademisi/peneliti dari IPB University, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Syiah Kuala, Universitas Jember, Universitas Teuku Umar, Universitas Ibnu Khaldun partner lokal dari AGC.
Riset ini didanai hibah kompetitif global Explore RECOFTC – The Center for People and Forest (dukungan pemerintahan Swedia), sebuah organisasi internasional yang fokus pada kehutanan masyarakat dan pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat.
Dukungan hibah dari RECOFTC menunjukkan pengakuan terhadap pentingnya penelitian kolaboratif untuk pengelolaan lanskap hutan yang lebih baik.
Untuk pematangan Perencanaan dan Desain Penelitian jelas Suhaimi, para peneliti dan praktisi konservasi terkait pengelolaan kawasan hutan Ulu Masen bertemu dalam diskusi mendalam yang digelar di Bogor pada 23-25 Oktober 2025.
Kerangka penelitian disusun secara komprehensif guna mendukung pengelolaan lanskap hutan yang berkelanjutan dan berbasis bukti ilmiah, termasuk strategi mitigasi konflik manusia-gajah yang menjadi salah satu ancaman serius di kawasan tersebut.
Kepala PPLH IPB University, Dr Yudi Setiawan Menjelaskan, lanskap hutan Ulu Masen di Aceh memiliki peran strategis dalam konservasi keanekaragaman hayati, penyimpanan karbon, dan penyediaan jasa ekosistem bagi masyarakat lokal.
“Kawasan ini merupakan habitat penting bagi populasi Gajah Sumatera yang terancam punah, serta satwa kritis lainnya seperti Harimau Sumatera. Namun, konflik manusia-gajah yang semakin meningkat akibat ekspansi lahan pertanian ke habitat gajah menjadi tantangan utama dalam upaya konservasi, ” ujar Yudi.
Kegiatan ini bukan sekadar riset aksi konservasi melainkan program jangka panjang untuk keadilan lanskap Ulu Masen.
“Diharapkan inisiasi model ini akan berkelanjutan, berdampak dan memberikan masukan bagi pengambilan keputusan di Aceh dan pembelajaran di tingkat global,”ujar Yudi lagi.
Pihaknya menekankan, program ini menjadikan pengetahuan historis dengan komunitas mukim sebagai tata kelola.
“Kami akan menciptakan model yang dapat direplikasi dan disesuaikan secara lokal yang tidak hanya menjamin masa depan gajah Sumatra tetapi juga membangun ketahanan iklim dan ekonomi bagi keluarga lokal,” sebut Yudi.
Setelah melakukan diskusi tentang riset, Yudi berharap dihasilkan desain penelitian yang mampu menjawab berbagai tantangan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dengan melibatkan berbagai pihak.
“Dari pertemuan di Bogor ini diharapkan lahir roadmap penelitian yang jelas dan terukur, serta memperkuat jaringan kolaborasi antara institusi akademik, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas lokal dalam menjaga kelestarian hutan Ulu Masen. Fokus khusus akan diberikan pada pengembangan strategi berbasis bukti untuk mengatasi konflik manusia-gajah, perbaikan tata kelola hutan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan,” ungkap Yudi.
Sementara itu Principal Investigator progran riset ini, Dr Tjahjo Tri Hartono mengungkapkan, kolaborasi muti lembaga riset dianggap penting untuk membangun pondasi riset aksi yang kuat.
“Dukungan dari RECOFTC memungkinkan kami untuk merancang pendekatan penelitian yang integratif dan aplikatif bagi pengelolaan lanskap hutan Ulu Masen, termasuk upaya mengatasi konflik manusia-gajah yang telah menyebabkan kerugian ekonomi bagi masyarakat dan ancaman terhadap populasi gajah,” pungkas Tjahjo Tri Hartono. [*]





