Etika Komunikasi dalam Pelayanan Publik : Santun, Cerdas dan Bermartabat

oleh

Catatan Mahbub Fauzie, S.Ag., M.Pd*

Sehebat dan sepintar apa pun seseorang, setinggi apa pun pendidikan yang ia raih, dan seluas apa pun pergaulannya, semua itu akan kehilangan makna bila tidak diiringi dengan kemampuan berkomunikasi yang baik dan beretika.

Komunikasi bukan sekadar kemampuan berbicara atau menyampaikan pesan, tetapi juga cerminan dari kepribadian, kecerdasan emosional, dan kedewasaan spiritual seseorang.

Bagi pelayan masyarakat โ€” ๐‘˜โ„Ž๐‘Ž๐‘‘๐‘–๐‘š๐‘ข๐‘™ ๐‘ข๐‘š๐‘š๐‘Žโ„Ž โ€” kemampuan berkomunikasi yang santun adalah bagian dari integritas diri. Sebab komunikasi adalah jembatan antara niat baik dan penerimaan masyarakat.

Tanpa komunikasi yang baik, kebijakan yang benar pun bisa disalahpahami; sebaliknya, dengan komunikasi yang santun, hal yang sulit dapat diterima dengan lapang oleh masyarakat.

๐„๐ญ๐ข๐ค๐š ๐Š๐จ๐ฆ๐ฎ๐ง๐ข๐ค๐š๐ฌ๐ข ๐๐š๐ฅ๐š๐ฆ ๐€๐ฅ-๐๐ฎ๐ซโ€™๐š๐ง

Al-Qurโ€™an memberikan banyak pedoman tentang bagaimana seharusnya manusia berkomunikasi. Setidaknya ada lima istilah penting yang menjadi landasan etika komunikasi Islami.

Pertama, ๐‘ž๐‘Ž๐‘ค๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐‘™๐‘Ž๐‘ฆ๐‘ฆ๐‘–๐‘›๐‘Ž๐‘›โ€” perkataan yang lembut (QS. Thaha: 44). Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun berdialog dengan Firโ€™aun yang zalim, keduanya tetap disuruh berbicara dengan lemah lembut.

Ini menunjukkan bahwa kelembutan adalah kekuatan moral. Dalam komunikasi publik, kelembutan bukan tanda lemah, tetapi tanda kematangan akhlak dan kepekaan sosial.

Kedua, ๐‘ž๐‘Ž๐‘ค๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘Žโ€™๐‘Ÿ๐‘ข๐‘“๐‘Ž๐‘› โ€” perkataan yang baik dan pantas (QS. Al-Baqarah: 263).
Artinya, berbicaralah dengan sopan, sesuai konteks, tidak menyakitkan hati, dan mengandung nilai kebaikan.

Dalam pelayanan publik, setiap kalimat yang keluar dari lisan kita harus menumbuhkan rasa hormat, bukan menimbulkan luka.

Ketiga, ๐‘ž๐‘Ž๐‘ค๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐‘ ๐‘Ž๐‘‘๐‘–๐‘‘๐‘Ž๐‘› โ€” perkataan yang benar dan lurus (QS. Al-Ahzab: 70).
Kejujuran adalah inti komunikasi. Seorang pelayan masyarakat tidak boleh memelintir fakta, apalagi menutupi kebenaran.

Komunikasi yang jujur menciptakan kepercayaan, sedangkan kebohongan sekecil apa pun akan meruntuhkan kredibilitas.

Keempat, ๐‘ž๐‘Ž๐‘ค๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐‘๐‘Ž๐‘™๐‘–๐‘”โ„Ž๐‘Ž๐‘› โ€” perkataan yang tepat sasaran dan efektif (QS. An-Nisa: 63).
Ini berarti pesan harus disampaikan dengan jelas, tidak berputar-putar, disesuaikan dengan kondisi dan tingkat pemahaman lawan bicara.

Dalam konteks tugas di lapangan, bahasa kita harus adaptif. Di daerah terpencil, desa-desa pelosok, gunakan bahasa sederhana yang mudah dimengerti masyarakat. Sementara di kota atau forum akademis, sampaikan dengan argumentasi yang logis dan profesional.

Kelima, ๐‘ž๐‘Ž๐‘ค๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘š๐‘Ž๐‘› โ€” perkataan yang mulia (QS. Al-Israโ€™: 23). Artinya, menghormati orang lain dalam tutur kata. Terutama kepada orang tua, orang yang lebih tua, atau masyarakat yang kita layani. Dalam budaya timur, kehormatan seseorang sering kali dinilai dari kesantunan bicaranya.

Kelima prinsip komunikasi Qurโ€™ani ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya menekankan apa yang kita sampaikan, tetapi juga bagaimana kita menyampaikannya. Suara yang lembut, pilihan kata yang sopan, serta niat baik yang tulus adalah bagian dari ๐‘‘๐‘Ž๐‘˜๐‘ค๐‘Žโ„Ž ๐‘๐‘–๐‘™ โ„Ž๐‘Ž๐‘™ โ€” menyampaikan nilai kebaikan melalui perilaku.

๐Š๐จ๐ฆ๐ฎ๐ง๐ข๐ค๐š๐ฌ๐ข ๐ฌ๐ž๐›๐š๐ ๐š๐ข ๐‚๐ž๐ซ๐ฆ๐ข๐ง ๐๐ž๐ฅ๐š๐ฒ๐š๐ง๐š๐ง

Dalam realitas birokrasi dan pelayanan publik, sering kali masalah muncul bukan karena substansi kebijakan, melainkan karena cara menyampaikannya yang tidak tepat.

Bahasa yang kaku, nada tinggi, atau sikap merasa paling benar dapat menimbulkan resistensi. Padahal, tujuan utama komunikasi dalam pelayanan adalah membangun pemahaman dan kepercayaan.

Seorang ASN, penghulu, atau pejabat publik bukanlah penguasa, melainkan pelayan. Maka dalam setiap interaksi, prinsip khidmat (melayani dengan ikhlas) harus menjadi ruh komunikasi.
Ketika menjelaskan aturan kepada masyarakat, sampaikan dengan sabar dan empatik.

Jika ada keluhan atau salah paham, dengarkan dulu sebelum menjawab. Sebab, sering kali masyarakat tidak mencari kemenangan dalam debat, tetapi mencari rasa dihargai.

Mendengar adalah bagian dari komunikasi. Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai pendengar yang luar biasa. Beliau tidak memotong pembicaraan sebelum lawan bicara selesai. Dari beliau kita belajar bahwa mendengar adalah bentuk penghormatan, sekaligus langkah awal membangun solusi.

๐‚๐ž๐ซ๐๐š๐ฌ ๐Œ๐ž๐ง๐ ๐ก๐š๐๐š๐ฉ๐ข ๐…๐ข๐ญ๐ง๐š๐ก ๐๐š๐ง ๐ƒ๐ข๐ฌ๐ข๐ง๐Ÿ๐จ๐ซ๐ฆ๐š๐ฌ๐ข

Dalam dunia kerja dan kehidupan sosial, tidak jarang muncul fitnah, prasangka, atau disinformasi. Maka seorang komunikator publik harus cerdas dan tenang menghadapinya.

Jangan terpancing emosi, jangan pula menanggapi dengan kata-kata kasar. Jawab dengan data, sikap sabar, dan kejujuran yang konsisten.

Karena kebenaran yang disampaikan dengan santun akan lebih mudah diterima daripada kebenaran yang disampaikan dengan arogansi dan kemarahan.

Komunikasi yang beretika adalah jembatan kemaslahatan. Dari kata-kata yang santun, lahir kepercayaan; dari kejujuran, tumbuh penghormatan; dari empati, lahir kedamaian.

Maka marilah kita, para pelayan masyarakat, membangun komunikasi yang santun, cerdas, dan bermartabat โ€” baik di dunia nyata maupun di ruang digital. Gunakan setiap kata untuk menebar maslahat, bukan menimbulkan mudarat.

Sebab, dalam setiap tutur yang baik tersimpan nilai ibadah, dan dalam setiap komunikasi yang beradab tersimpan jejak kemuliaan akhlak. ๐‘Š๐‘Ž๐‘™๐‘™๐‘Žโ„Ž๐‘ข๐‘™ ๐‘š๐‘ข๐‘ค๐‘Ž๐‘“๐‘–๐‘ž ๐‘–๐‘™๐‘Ž๐‘Ž ๐‘Ž๐‘ž๐‘ค๐‘Ž๐‘š๐‘–๐‘กโ„Ž ๐‘กโ„Ž๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘ž []

*๐ด๐‘™๐‘ข๐‘š๐‘›๐‘– ๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘œ๐‘‘๐‘– ๐‘ƒ๐‘’๐‘›๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘ƒ๐‘’๐‘›๐‘ฆ๐‘–๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘› ๐ผ๐‘ ๐‘™๐‘Ž๐‘š ๐น๐‘Ž๐‘˜๐‘ข๐‘™๐‘ก๐‘Ž๐‘  ๐ท๐‘Ž๐‘˜๐‘ค๐‘Žโ„Ž ๐ผ๐ด๐ผ๐‘ ๐ด๐‘Ÿ-๐‘…๐‘Ž๐‘›๐‘–๐‘Ÿ๐‘ฆ ๐ต๐‘Ž๐‘›๐‘‘๐‘Ž ๐ด๐‘๐‘’โ„Ž, ๐‘ƒ๐‘’๐‘›๐‘”โ„Ž๐‘ข๐‘™๐‘ข ๐พ๐‘ˆ๐ด ๐ด๐‘ก๐‘ข ๐ฟ๐‘–๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐ด๐‘๐‘’โ„Ž ๐‘‡๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Žโ„Ž, ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘†๐‘’๐‘˜๐‘Ÿ๐‘’๐‘ก๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘  ๐ผ๐ผ ๐‘ƒ๐‘Š ๐ด๐‘ƒ๐‘…๐ผ ๐ด๐‘๐‘’โ„Ž.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.