Jangan Tergesa Nikahkan Anak di Bawah Umur, Ini Prosedurnya

oleh

Oleh: Mahbub Fauzie, S.Ag., M.Pd*

Kantor Urusan Agama (KUA) sering menerima berbagai tamu dengan urusan yang beragam. Ada yang ingin mendaftarkan pernikahan, meminta bimbingan, atau sekadar mencari informasi.

Semua itu merupakan bagian dari pelayanan KUA: memberikan kepastian, arahan, serta penjelasan yang benar tentang pernikahan sesuai syariat Islam dan aturan negara.

Salah satu persoalan yang kerap muncul di tengah masyarakat adalah batas usia minimal perkawinan. Masih ada orang tua yang berharap anaknya bisa segera dinikahkan meski belum cukup umur. Bahkan, ada yang sudah menentukan tanggal pernikahan, padahal syarat administratif belum terpenuhi.

Di sinilah pentingnya peran KUA untuk memberikan pemahaman agar masyarakat tidak salah langkah.

๐€๐ญ๐ฎ๐ซ๐š๐ง ๐”๐ฌ๐ข๐š ๐๐ž๐ซ๐ค๐š๐ฐ๐ข๐ง๐š๐ง

Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974, batas usia minimal perkawinan bagi laki-laki dan perempuan sama, yakni 19 tahun.

Artinya, baik calon suami maupun calon istri harus sudah berusia 19 tahun agar pernikahan dapat dicatatkan di KUA tanpa hambatan.

Sebelum aturan ini berlaku, masyarakat terbiasa menikahkan anak di usia 16, 17, atau 18 tahun. Berdasarkan UU lama, batas usia laki-laki memang 19 tahun, tetapi perempuan hanya 16 tahun. Kini, setelah ada perubahan, keduanya wajib berusia minimal 19 tahun.

Jika calon pengantin masih di bawah usia tersebut, maka orang tua harus mengajukan dispensasi ke Pengadilan Agama (atau Mahkamah Syarโ€™iyah di Aceh). Tanpa dispensasi ini, KUA tidak dapat melangsungkan akad nikah, sekalipun keluarga sudah mendesak atau telah menentukan hari.

Aturan ini bukan untuk menyulitkan, melainkan untuk melindungi generasi muda. Usia yang terlalu dini sering belum matang dari sisi psikologis, mental, maupun kesiapan ekonomi. Pernikahan memang ibadah, tetapi juga tanggung jawab besar yang menuntut kesiapan lahir dan batin.

๐€๐ง๐ญ๐š๐ซ๐š ๐’๐ฒ๐š๐ซ๐ข๐š๐ญ ๐๐š๐ง ๐‘๐ž๐ ๐ฎ๐ฅ๐š๐ฌ๐ข

Dalam Islam, pernikahan sah jika terpenuhi rukun dan syaratnya: adanya calon mempelai, wali, dua saksi, serta ijab kabul. Namun di samping syarat syarโ€™i, ada pula syarat administratif yang ditetapkan negara demi kemaslahatan bersama, termasuk batas usia.

Karena itu, masyarakat perlu memahami bahwa menikah tidak cukup hanya memenuhi syarat agama, tetapi juga harus menaati aturan negara. Keduanya tidak bertentangan, justru saling melengkapi. Negara hadir untuk menjaga tertibnya perkawinan sekaligus melindungi hak-hak perempuan, anak, dan keluarga.

Di lapangan, petugas KUA sering dihadapkan pada situasi dilematis. Misalnya, ada pasangan muda tertangkap basah berdua, lalu orang tua atau perangkat kampung meminta agar segera dinikahkan malam itu juga. Niatnya mungkin baik, demi menjaga kehormatan keluarga. Namun, langkah itu tetap tidak boleh dilakukan tanpa prosedur hukum.

Jika salah satu calon pengantin masih di bawah umur, jalur yang benar adalah mengajukan permohonan dispensasi terlebih dahulu.

๐๐ข๐ฃ๐š๐ค ๐Œ๐ž๐ง๐ฒ๐ข๐ค๐š๐ฉ๐ข ๐Š๐š๐ฌ๐ฎ๐ฌ ๐๐ข ๐‹๐š๐ฉ๐š๐ง๐ ๐š๐ง

Kepada para orang tua dan aparatur kampung, penting untuk selalu bijak menyikapi kasus pergaulan anak muda. Jangan terburu-buru menikahkan tanpa prosedur.

Pernikahan bukan sekadar menutup malu sesaat, tetapi menyangkut masa depan dua insan sekaligus keluarga besar. Pernikahan yang dipaksakan tanpa kesiapan hanya akan menimbulkan masalah baru di kemudian hari.

Jika ada kasus yang memalukan, langkah pertama adalah menasihati dan membina anak-anak yang bersangkutan. Setelah itu, barulah pihak keluarga mengurus permohonan dispensasi ke Mahkamah Syarโ€™iyah. Jika hakim mengabulkan, barulah KUA dapat melangsungkan akad nikah sesuai ketentuan.

Dengan cara ini, pernikahan tetap sah secara agama sekaligus sah menurut hukum negara.

๐„๐๐ฎ๐ค๐š๐ฌ๐ข ๐๐š๐ง ๐’๐จ๐ฌ๐ข๐š๐ฅ๐ข๐ฌ๐š๐ฌ๐ข

Masih banyak masyarakat yang salah paham mengenai batas usia perkawinan. Karena itu, KUA bersama penyuluh agama dan aparatur kampung perlu gencar melakukan sosialisasi.

Orang tua harus paham bahwa menikahkan anak bukan hanya soal melepas tanggung jawab, tetapi memastikan masa depan mereka lebih baik.

Pernikahan dini membawa banyak risiko: tingginya angka perceraian, meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga, hingga masalah kesehatan ibu dan anak. Fakta menunjukkan, semakin dewasa usia perkawinan, semakin besar peluang terbentuknya keluarga yang harmonis dan sejahtera.

๐Œ๐ž๐ง๐ฃ๐š๐ ๐š ๐†๐ž๐ง๐ž๐ซ๐š๐ฌ๐ข, ๐Œ๐ž๐ง๐ฃ๐š๐ ๐š ๐Œ๐š๐ฌ๐š ๐ƒ๐ž๐ฉ๐š๐ง

Pernikahan adalah ikatan suci yang harus dijalani dengan penuh kesadaran, kesiapan, dan tanggung jawab. Karena itu, aturan tentang batas usia bukanlah penghalang, tetapi pagar untuk menjaga generasi muda agar tidak terburu-buru mengambil langkah besar tanpa persiapan.

Masyarakat, orang tua, dan aparatur kampung punya peran besar dalam mendukung aturan ini. Jangan hanya berpikir tentang hari ini, tetapi juga tentang kehidupan anak-anak kita di masa depan.

Mari bersama menjaga agar setiap pernikahan sesuai dengan syariat Islam sekaligus sah secara hukum negara. Dengan demikian, keluarga yang terbentuk akan lebih kokoh, lebih siap, dan lebih mampu menghadapi tantangan kehidupan.

Wallahu aโ€™lam bish shawab.

*Kepala KUA Kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.