Peran Pasangan Suami Istri dalam Menyikapi dan Memberi Solusi Konflik Keluarga

oleh

Catatan: Mahbub Fauzie, S.Ag., M.Pd*

Konflik dan perselisihan dalam keluarga adalah hal yang wajar terjadi. Baik antara suami dan istri, antara anak dan orang tua, maupun antar anggota keluarga besar.

Sebagai makhluk sosial yang memiliki perbedaan karakter, latar belakang, dan cara berpikir, manusia tentu tidak luput dari gesekan.

Namun, yang menjadi penting adalah bagaimana menyikapi dan mencari solusi atas konflik tersebut, agar tidak merusak keharmonisan rumah tangga.

Dalam hal ini, pasangan suami istri memiliki peran kunci sebagai penenang, penengah, dan pemersatu keluarga.

๐Š๐จ๐ง๐Ÿ๐ฅ๐ข๐ค: ๐”๐ฃ๐ข๐š๐ง ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐๐š๐ฌ๐ญ๐ข ๐ƒ๐š๐ญ๐š๐ง๐ 

Dalam Al-Qurโ€™an, Allah SWT berfirman: “Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai ujian bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar?” (QS. Al-Furqan: 20)

Ayat ini mengingatkan bahwa setiap orang dalam kehidupan kita, termasuk pasangan dan keluarga bisa menjadi ujian. Maka ketika terjadi konflik, hal itu bukan semata-mata kegagalan hubungan, melainkan bagian dari proses pendewasaan dan penguatan ikatan.

Pasangan yang bijak akan melihat konflik bukan sebagai akhir dari hubungan, tetapi sebagai peluang untuk tumbuh dan memperbaiki diri.

Justru melalui konflik, kita belajar lebih dalam tentang karakter pasangan, memperkuat komunikasi, dan menemukan nilai-nilai kesabaran serta empati.

๐’๐ฎ๐š๐ฆ๐ข ๐ˆ๐ฌ๐ญ๐ซ๐ข ๐ฌ๐ž๐›๐š๐ ๐š๐ข ๐๐ž๐ง๐ž๐ง๐ ๐š๐ก ๐๐š๐ง ๐’๐จ๐ฅ๐ฎ๐ฌ๐ข

Ketika konflik terjadi antara anggota keluarga, seperti antara orang tua dan pasangan, atau antara keluarga besar suami dan istri, maka suami istri harus menjadi jembatan penengah.

Suami tidak boleh langsung membela orang tua dan menyalahkan istri, begitu juga sebaliknya. Yang diperlukan adalah sikap adil, tenang, dan mampu mengomunikasikan masalah dengan cara yang baik.

Contohnya, ketika istri merasa tidak dihargai oleh keluarga suami, maka suami harus mendengarkan keluhannya dengan empati. Ia juga perlu menjelaskan kepada keluarganya tanpa menyudutkan siapa pun.

Komunikasi yang bijak ini akan menghindarkan hubungan dari luka yang berkepanjangan. Begitu pula istri, ketika melihat suami dalam tekanan karena konflik dengan pihak keluarga istri, ia harus berperan aktif untuk menenangkan dan menjembatani penyelesaian.

Jangan biarkan konflik berlarut tanpa arah, apalagi dibumbui dengan emosi dan kata-kata yang menyakitkan.

๐“๐ข๐ ๐š ๐๐ข๐ฅ๐š๐ซ ๐Œ๐ž๐ง๐ ๐ก๐š๐๐š๐ฉ๐ข ๐Š๐จ๐ง๐Ÿ๐ฅ๐ข๐ค: ๐Š๐จ๐ฆ๐ฎ๐ง๐ข๐ค๐š๐ฌ๐ข, ๐Š๐ž๐ฌ๐š๐›๐š๐ซ๐š๐ง, ๐๐š๐ง ๐Š๐ž๐ฃ๐ฎ๐ฃ๐ฎ๐ซ๐š๐ง

Menghadapi konflik dalam keluarga membutuhkan tiga pilar utama: komunikasi yang baik, kesabaran, dan kejujuran.

๐‘ƒ๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘Ž๐‘š๐‘Ž, komunikasi. Seringkali konflik menjadi besar karena tidak adanya komunikasi yang sehat. Pasangan harus menyediakan ruang untuk berbicara dengan tenang, tanpa saling menyela atau menghakimi.

Dengarkan terlebih dahulu sebelum merespon. Klarifikasi sebelum menyimpulkan. Komunikasi yang jujur dan terbuka akan mencegah kesalahpahaman yang lebih luas.

๐พ๐‘’๐‘‘๐‘ข๐‘Ž, kesabaran. Rasulullah SAW bersabda,
“Bukanlah orang kuat itu yang menang dalam gulat, tapi yang mampu menahan amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam konflik, siapa yang lebih mampu menahan emosi dan berpikir jernih, dialah yang lebih dekat dengan solusi.

๐พ๐‘’๐‘ก๐‘–๐‘”๐‘Ž, kejujuran. Dalam menyelesaikan konflik, tidak ada tempat untuk manipulasi atau menutup-nutupi kebenaran.

Bersikap jujur terhadap perasaan dan situasi sangat penting agar penyelesaian yang dicapai benar-benar menyentuh akar masalah, bukan hanya meredakan permukaan.

๐Œ๐ž๐ฅ๐ข๐›๐š๐ญ๐ค๐š๐ง ๐Ž๐ซ๐š๐ง๐  ๐Š๐ž๐ญ๐ข๐ ๐š ๐๐ข๐ฅ๐š ๐๐ž๐ซ๐ฅ๐ฎ

Jika konflik tidak kunjung selesai meski sudah diusahakan secara internal, maka tidak ada salahnya melibatkan pihak ketiga yang dipercaya. Ini bisa berupa orang tua, tokoh agama, atau konselor keluarga. Dalam Al-Qurโ€™an surat An-Nisa ayat 35, Allah berfirman:

“Jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka utuslah seorang hakam (penengah) dari keluarga laki-laki dan seorang dari keluarga perempuan. Jika keduanya bermaksud untuk berdamai, niscaya Allah akan memberi taufik kepada mereka.”

Artinya, dalam Islam sendiri sudah diajarkan pentingnya melibatkan penengah ketika konflik tidak bisa diselesaikan berdua.

๐Š๐จ๐ง๐Ÿ๐ฅ๐ข๐ค ๐๐ข๐ฌ๐š ๐Œ๐ž๐ง๐ฃ๐š๐๐ข ๐‘๐š๐ก๐ฆ๐š๐ญ

Jika disikapi dengan benar, konflik justru bisa memperkuat hubungan. Ketika pasangan berhasil melewati masa sulit bersama, mereka akan saling menghargai lebih dalam. Mereka belajar untuk saling memahami, mengalah, dan menumbuhkan cinta yang lebih dewasa.

Bahkan, banyak pasangan yang justru menjadi lebih dekat setelah melewati konflik besar, karena mereka menyadari pentingnya keberadaan satu sama lain.

Menjadi pasangan suami istri bukan hanya soal berbagi cinta, tetapi juga berbagi tanggung jawab dalam menjaga kedamaian keluarga. Ketika konflik datang, jangan lari atau saling menyalahkan. Hadapilah dengan hati yang lapang, komunikasi yang baik, dan niat tulus untuk menjaga keutuhan rumah tangga.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Tidak masuk surga orang yang memutuskan silaturrahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka menjaga hubungan baik, termasuk saat menghadapi konflik adalah bagian dari ibadah dan bentuk nyata ketaatan kepada Allah SWT. Semoga setiap pasangan diberi kesabaran dan kebijaksanaan dalam menyikapi setiap ujian rumah tangga. Aamiin. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.