Mencintai Pasangan dengan Sederhana dan Sesungguhnya

oleh

Catatan: Mahbub Fauzie*

Dalam kehidupan berumah tangga, cinta bukan sekadar perasaan yang menggebu di awal pernikahan, melainkan komitmen yang harus dijaga dengan kesederhanaan dan ketulusan sepanjang waktu.

Islam sebagai agama yang menekankan keseimbangan dan kesederhanaan memberikan panduan jelas bagaimana mencintai pasangan secara sesungguhnya, tanpa berlebihan atau terjebak dalam bentuk cinta yang dangkal.

Cinta sesungguhnya dalam Islam didasari oleh keikhlasan dan ketaatan kepada Allah. Sebagaimana FirmanNya dalam A-Qur’an:

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21).

Ayat yang populer tersebut menegaskan bahwa cinta dan kasih sayang antara suami dan istri adalah tanda kebesaran Allah dan sumber ketenteraman dalam rumah tangga.

Cinta itu tidak harus ditunjukkan dengan kemewahan, melainkan rasa saling menghargai, menghormati, dan menjaga satu sama lain.

Rasulullah SAW bersabda:
“Orang yang paling sempurna imannya di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istrinya.” (HR. Tirmidzi).

Hadits ini menunjukkan bahwa cinta bukan hanya kata manis atau hadiah mahal, tapi sikap dan perlakuan baik secara konsisten dan tulus kepada pasangan.

Kesederhanaan dalam mencintai pasangan berarti menghindari sikap egois dan keinginan berlebihan yang bisa merusak keharmonisan.

Islam mengajarkan prinsip wasathiyah, kesederhanaan yang memungkinkan cinta tumbuh secara alami dan kuat, bukan berdasarkan materi atau penampilan semata.

Sikap Nabi Muhammad terhadap Khadijah menjadi contoh cinta yang sederhana dan tulus. Meski Khadijah kaya, Nabi tetap hidup sederhana dan mencintainya karena keimanan dan ketulusan hati, bukan materi atau status sosial.

Di era modern, media sering menggambarkan cinta glamor dan dramatis, namun cinta yang bertahan lama justru sederhana, tumbuh dari kebersamaan, pengertian, dan kesabaran dalam menghadapi ujian.

Rasulullah juga bersabda:
“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.” (HR. Abu Dawud).

Hadits ini menegaskan bahwa kualitas cinta dilihat dari perlakuan kepada keluarga, terutama komunikasi dan saling pengertian.

Kesederhanaan dalam cinta bukan tanpa dinamika, melainkan bagaimana pasangan menyelesaikan masalah dengan kasih dan hormat.

Penelitian psikologi menunjukkan bahwa hubungan bahagia bukan ditentukan oleh kemewahan, melainkan kedekatan emosional dan kepercayaan. Cinta tulus dan sederhana meningkatkan kualitas hidup dan ikatan emosional pasangan.

Kesimpulannya, mencintai pasangan dengan sederhana dan sesungguhnya adalah bentuk cinta mulia dalam Islam. Cinta ini bukan soal kemewahan, tetapi keikhlasan, kesabaran, komunikasi baik, dan saling menghormati.

Dengan menjadikan cinta sebagai ibadah dan ketaatan kepada Allah, rumah tangga menjadi penuh ketenteraman dan berkah.

Semoga kita semua bisa meneladani ajaran Islam dan Rasulullah dalam mencintai pasangan dengan cara sederhana dan bermakna, sehingga cinta kita menjadi sumber kebahagiaan dunia dan akhirat. Aamiin.

*Penghulu dan Kepala KUA Kec. Atu Lintang, Aceh Tengah

Comments

comments