Oleh : Fauzan Azima*
“Rahman nu satetes nu saoles jeng kaula.”
POTONGAN mantra Sunda itu bermakna jika “setetes” dan “seoles” itu keluar dari tempatnya akan membawa pesan yang menghubungkan kita dengan yang hidup dalam diri kita (kaula).
“Satetes” dan “Saoles” berupa hormon yang dihasilkan dari kelenjar pineal yang berada di tengah-tengah otak. Bentuknya mirip dengan bunga pinus berukuran 6-7 milimeter. Berfungsi sangat penting dalam tubuh. Di antaranya untuk kesehatan jantung, pembuluh darah dan suasana hati.
Dalam dunia spiritual kelenjar pineal juga disebut mata ketiga yang menghubungkan dunia fisik dan spiritual, pusat kesadaran tinggi dan intuitif. Kelenjar pineal mengeluarkan sinyal yang menghubungkan kepada keilahian.
Semua agama menceritakan tentang peran kelenjar pineal sebagai lahirnya mukjizat yang berperan penting pada masa kenabian. Dalam Matius 6;22, “Jika matamu tunggal, seluruh tubuhmu akan penuh cahaya”
Begitupun dalam Quran Surat As-Shad ayat 45 yang artinya “Dan ingatlah akan hamba-hamba Kami, Ibrahim, Ishak, dan Yakub, yang mempunyai kekuatan dan pandangan yang tajam.”
Cara mengaktifkan kelenjar pineal adalah lewat tafakur, meditasi nonkonsentratif. Mereka yang ingin mengakses kelenjar ini juga diharuskan memakan makanan dari hasil yang halal sebab makanan bukan sekadar urusan fisik. Ada dimensi lain dari makanan yang membawa pesan ke dalam diri di dalam diri kita.
Ada skenario besar dari kelompok tertentu untuk menutup rapat-rapat rahasia kekuatan kelenjar pineal sebagai pusaran energi sangat penting dengan tujuan agar mereka bisa leluasa menjajah bangsa lain karena kebodohannya.
Pada masanya urang Gayo pernah melampaui secerdasan ummat lainnya dan menjadi titik nol Kerajaan Islam di Aceh. Semua ini karena nenek moyang mereka mampu mengakses kerja kelenjar pineal. Cerita Geluni Item merupakan kisah perjalanan urang Gayo secara komunal dalam memanfaatkan sinyal yang dihasilkan kelenjar pinealnya.
Urang Gayo pernah mencapai puncak. Tapi irhasnya pernah jatuh karena karena tidak mensyukuri nikmat yang Tuhan berikan.
Berikut ceritanya, pada sebuah kenduri syukuran di Kampung Waq, seseorang tanpa sadar menanak nasi dan mengaduk nasi itu dengan kayu geluni item. Nasi pun berubah hitam. Tapi karena tidak ada nasi lain, nasi hitam itu terpaksa mereka makan. Lantas keajaiban pun terjadi. Setelah makan nasi itu, orang-orang tua berubah menjadi muda kembali.
Nasi yang mereka makan merangsang kelenjar Pineal menghasilkan penolin, antioksidan yang sangat kuat untuk menyerang radikal bebas yang merusak sel-sel yang menyebabkan penuaan. Pada mereka berlaku antiaging, anti-penuaan yang sempurna.
Hari berganti, minggu berlalu, bulan beredar seperti biasa, dan tahun-tahun berlalu. Tapi tidak ada perubahan pada masyarakat Kampung Waq. Mereka tidak menua. Mereka hidup abadi. Bahkan tidak ada lagi tradisi meratapi jenazah karena di kampung itu tidak ada kematian.
Kejadian ini berlangsung berpuluh tahun. Saking rindunya untuk meratap, mereka membeli jenazah dari Kampung Tenamak, kampung tetangga yang berjarak sekitar 20 kilometer arah barat Kampung Waq, untuk diratapi beramai-ramai.
Setelah selesai upacara meratapi jenazah itu, satu per satu penduduk Wag meninggal dunia. Belum selesai dikuburkan orang baru meninggal, datang lagi orang yang meninggal lainnya.
Kematian begitu cepat dan banyak, sampai masyarakat mulai ketakutan dan berlari keluar Kampung Waq. Orang-orang yang keluar dan selamat dari kematian lantas berucap “Gayo,” yang juga berarti selamat.
Kini, geluni item tinggal cerita. Apapun cerita, kalau ingin bangkit Urang Gayo perlu mencari cara untuk membangkitkan kelenjar pinealnya agar tidak ada sebutan, “Ciri Urang Gayo sakti dan ukang, sekarang hilang saktinya, tinggal ukang.”
(Mendale, September 1, 2025)