Penulisan Cerite Singket Dalam Bahasa Gayo (3)

oleh

Oleh : Salman Yoga S*

Keterampilan Menulis Cerite Singket

Hampir semua penulis yang menjadi penulis berawal dari memulai untuk menulis itu sendiri. Meski demikian sebahagian calon penulis beranggapan bahwa menulis Cerite Singket (cerpen) itu sulit.

Padahal yang sulit itu adalah memulainya dan mencoba, bukan pada menulisnya. Yang diperlukan dalam hal ini adalah kemauan, kemampuan dan keterampilan akan terasah dengan sendirinya jika sering dilakukan dengan tema atau ide yang berbeda-beda.

Dengan demikian kegiatan menulis Cerite Singket akan menjadi terbiasa dan mudah. Demikian juga dengan kualitas dan kedalaman isi tulisan.

Hal yang berbeda dalam penulisan Cerite Singket secara praktis adalah pada alih bahasa. Tahapan yang dapat dilakukan adalah dengan menulis dalam bahasa yang umum (Bahasa Indonesia) terlebih dahulu, kemudian tulisan yang sama dialih bahasakan (diterjemahkan) ke dalam Bahasa Gayo.

Tahapan berikutnya adalah merevisi secara teknis dan kosa kata yang menguatkan tulisan itu sendiri.

Hal yang perlu diperhatikan dalam menulis Cerite Singket dalam Bahasa Gayo adalah penggunaan huruf vocal dalam pelafalan.

Sebab dalam Bahasa Gayo pelafalan sangat mempengaruhi makna dan konteks sebuah kalimat. Meskipun belum baku, saya kerap menggunakan tanda baca dalam setiap karya sehingga sebuah kata dapat diartikan sesuai dengan konteks yang dimaksud.

Kata dan pelafalan dimaksud diantaranya adalah kata:
Sedep = enak
Sedep = sabit
Merké = malas
Temerke = tersumpah
Gule = gula
Gulé = ikan, dan masih banyak lagi.

Sebagaimana idealnya, menulis merupakan sebuah kemampuan penyampaian pesan dan pengaktualisasian diri melalui tulisan sebagai mediumnya.

Demikian juga dalam proses pengalihan bahasa (penerjemahan) dari bahasa awal ke dalam Bahasa Daerah.

Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat dibutuhkan, terutama dalam mengaktualisasikan ide, pikiran dan perasaan baik fiksi maupun nonfiksi, formal atau non formal.

Setiap sisi kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari kegiatan menulis. Karena ia adalah bagian dari rangkaian dalam berpikir dan berkaitan erat dengan rasa dan nalar.

Penalaran yang baik dapat menghasilkan karya tulis yang baik, nalar yang terasah akan melahirkan purna karya.

Hal dasar dalam menulis cerpen bertujuan menggunakan bahasa dalam memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan gagasan atau informasi kepada orang lain.

Nilai positifnya akan memunculkan penghargaan dan apresiasi terhadap karya tulis dan kekayaan budaya bangsa.

Sebagai orang yang menggeluti dunia tulis menulis, kegiatan menulis itu sendiri saya ibaratkan sama halnya dengan kebiasaan keseharian dalam berinteraksi dengan lingkungan dengan berbicara.

Menulis adalah berbicara melalui tulisan. Stut laptop/hp dan bolpoin adalah mulut. Kertas dan media lainnya adalah verbalitas.

Jadi menggunakan stut dan bolpoin secara lebih maksimal berarti juga kita telah berbicara, dan orang yang tidak dapat memanfaatkan stut dan bolpoin secara baik dalam hal ini adalah orang yang tidak dapat berbicara.

Sebagaimana tulisan pada umumnya yang diklasifikasikan ke dalam berbagai bentuk, baik karya ilmiyah, fiksi, nonfiksi, laporan dan lain sebagainya adalah mulut-mulut yang berbicara dalam berbagai even dan topik, moment dan kesempatan yang bersifat “penting”.

Penting karena tanpa itu kita tidak dapat berkomunikasi dan bergaul dengan orang lain secara lebih luas.

Dan teori yang paling aplikatif dalam menulis sama dengan teori berenang, yaitu langsung berada dalam air yang akan mengkondisikan siapapun untuk mencoba dan berusaha untuk berenang.

Menulis cerpen (termasuk di dalamnya Cerite Singket) sebagai karya sastra yang bernilai estetis dari pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran individual melalui bahasa sebagaimana dikatakan Lynn Alternbernd dan Leslie L. Lewis dalam buku A Handbook for Study of Poetry (1970) adalah sebagai bentuk lain yang lebih bersifat spesifik dan inten baik dari segi bentuk dan muatan isi, karena ia berbeda dengan menulis surat, artikel atau karangan ilmiyah lainnya.

Sebagai pemula sebaiknya menulis Cerite Singket tidak perlu meperhatikan dalil-dalil kepenulisan yang kerap membuat calon penulis menjadi kaku.

Demikianpun halnya dengan perenang pemula yang tidak pernah tau tentang teori berenang yang baik, tetapi ia akan menemukan teknik dan metode berenangnya sendiri agar tidak tenggelam ketika berada dalam air.

Terlebih cerpen itu sendiri dalam proses pengaktualisasian rasa dan pikiran kedalam bentuk teks mempunyai kecenderungan tidak menggunakan pikiran secara berlebihan, melainkan dengan mempotensikan perasaan dan intuisi, tidak jarang membutuhkan kotemplasi dan waktu yang tak terukur dan khusus.

Aplikasi bidang kepenulisan hal utama yang menjadi dasar adalah adanya interses (ketertarikan) dari calon penulis. Secara empiris faktor ini sangat menentukan bagi seseorang untuk bisa dan mampu dalam melakukan sesuatu.

Terlebih puisi atau bentuk karya sastra apapun yang tanpak dipermukaan yang pertama adalah nilai rasa dan estetika, bukan pikiran dan konteroversi isu.

Faktor yang bisa mendorong seorang penulis cerpen adalah interes terhadap bentuk, nuansa dan perasaan mulai dari cinta, benci, malu, senang, sedih, bahagia, sengsara, rindu, marah, gelisah, bosan dan lain-lain.

Penulis yang baik adalah penulis yang mampu mengubah sesuatu yang bersifat individu menjadi idiom yang bersifat umum bahkan universal.

Secara teknis yang perlu dilakukan adalah mengkondisikan rasa, empirisme, pikiran/pengetahuan tentang sesuatu, selanjutnya menuliskannya dan mereviu sebagai tahap akhir.

Berbeda dengan pendekatan penulis dengan tanggungjawab dan profesi, unsur interesting kebanyakan hanyalah pemicu inspirasi untuk menciptakan simbol-simbol kata atau idiom yang dianggapnya dapat mewakili apa yang menjadi presure bagi feeling terbaiknya.

Feeling/rasa adalah satu kondisi terkait alam pikiran penulis terhadap apa yang dilihat sebagai objek yang ingin diaktualisasikan. Pilihan kata, tema dan kata berkaitan erat dengan sudut pandang penulis sendiri untuk menariknya kearah yang lebih luas.

Termasuk pertimbangan analogi/perumpamaan yang dapat mewakili feling/rasa terkait itention (maksud, tema, pesan) yang ingin disampaikan.

Secara umum beberapa langkah menulis Cerite Singket yang biasa dilakukan adalah:

– Mengumpulkan dan menggali informasi baik melalui bacaan, melihat, dan merasakan terhadap kejadian/peristiwa, sosial masyarakat, ataupun universal (kemanusiaan dan ketuhanan).

– Perenungan, yakni memilih atau menyaring informasi (masalah, tema, ide, gagasan) yang menarik dari tema yang didapat. Kemudian memikirkan, merenungkan, dan menafsirkan sesuai dengan konteks, tujuan, dan pengetahuan yang dimiliki.

– Penulisan ini mengerahkan energi kreatifitas (kemampuan daya cipta), intuisi, dan imajinasi (peka rasa dan cerdas membayangkan), serta pengalaman dan pengetahuan.

– Tahap berikutnya adalah mengevaluasi sekaligus merevisi apa yang sudah ditulis, hasilnya adalah karya yang bersifat final.

Jenis pekerjaan apapun termasuk menulis jenis apapun, kendala yang kerap dihadapi adalah realisasi/aksi jauh lebih sulit dari kiat dan tahapan yang digambarkan secara teoritik. Umumnya penulis terkenal belajar secara autodidact.

Fakta sosial menunjukkan bahwa lembaga formal kepenulisan dan kesenimanan sangat jarang melahirkan penulis dan seniman yang benar benar mumpuni. Dari itu, saran saya lakukan saja, tulis dan tulis. Tulis dan tulis untuk selanjutnya tulis dan terus menulis.

Karena dalam dunia kepenulisan karya sastra ada istilah licentia poetica, yaitu suatu lisensi atau izin tak tertulis yang diberikan kepada penulis karya sastra untuk menerjang kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan benar termasuk bentuk dan jenis yang telah baku untuk melahirkan jenis karya sesuai styl masing-masing penulis.

Aplikatifnya adalah berbicarah dengan lidah stut atau bolpoin, mulut kertas. Berbicara dengan vokal aksara, dan bersuara dengan kalimat-kalimat pilihan yang bermakna.

Tahap-Tahap Menulis Cerite Singket

Ada beberapa fase kreativ dalam menulis Cerite Singket. Fase ini dapat dipakai sekaligus tidak perlu dipakai asalkan hasil akhirnya adalah menghasilkan sebuah tulisan berbentuk Cerite Singket atau cerpen dalam Bahasa Daerah.

Namun demikian Suminto A. Sayuti mengemukakan diantara fase menulis cerpen tersebut adalah:

a) Fase pra menulis.
Pada fase ini calon penulis harus menggali ide, memilih ide, dan
menyiapkan bahan tulisan.

b) Fase menulis draf awal.
Fase ini merupakan tahap menulis ide-ide dasar tulisan. Poin-poin ide yang dituliskan bersifat tentatif dan hanya sekedar panduan dalam menentukan alur.

c) Fase revisi.
Fase ini merupakan tahap mengoreksi/mengedit atau tidak menutup kemungkinan untuk menambah dengan kata/kalimat dan ide baru. Perbaikan atau revisi ini berfokus pada penambahan, pengurangan, penghilangan, dan penataan isi sesuai dengan kebutuhan pembaca.

d) Fase menyunting
Pada fase ini seorang penulis melakukan perbaikan teks karangan secara keseluruhan.

e) Fase publikasi.
Publikasi dalam hal ini selain dapat dilakukan melalui media masa, tetapi juga dapat dilakukan melalui media siber atau jejaring social.

A. Penutup

Siapapun mempunyai bakat untuk menulis, termasuk menulis Cerite Singket dalam Bahasa Daerah mempunyai kebebasan dan keleluasaan tanpa terikat oleh kaidah-kaidah teoritis, asal cerita yang ditulis punya alur dan sedikit konflik. Ingin jadi penulis.

Syaratnya hanya menulis, berdayakan potensi jiwa, rasa dan kecerdasan dalam mengolah dan mengaktualisasikan realitas bathiniyah dan alam nyata.

Potensi ini dengan sendirinya akan mengarahkan setiap diri yang mempunyai interes menjadi penulis akan melahirkan sebuah karya tulis, betapapun sederhananya pada karya-karya awal.[]

– Disampaikan Dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Guru Utama Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) Gayo, 2025, oleh Balai Bahasa Provinsi Aceh.
– Dr. Salman Yoga S, S.Ag.,MA. Budayawan, Akademisi dan Penulis Karya Sastra Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Gayo.
Daftar Pustaka

Ackhadiat, Sabarti, dkk., 1994. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung :Sinar Baru Algensindo.
Henry, Samuel. 2011. Upgrade Your Creativity In 2 Weeks. Yogyakarta.
Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Rama Widya.
Latuheru, J.D., 1993. Media Pembelajaran dalam Pengajaran bahasa Indonesia. Ujung Pandang: IKIP Ujung Pandang.
Marjorie, B. 1979. The Anatomy Of the Novel . London: Routledge & Kreagan Paul.
Mirriam, Caryn. 2006. Daripada Bete Nulis Aja. Bandung: KAIFA.
Nurhadi. 2003. Peningkatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning(CTL)). Depdiknas Direktorat Pendidikan Lanjut.
Nursito, 2001. Penuntun Mengarang. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Salman Yoga S, Vera Hastuti dkk, Perempuan Berjangkat Utem (Kumpulan Cerpen Dwi Bahasa. Indonesia – Gayo), Takengon: The Gayo Institute, 2015.
……………….., Belbuk. Kumpulan Puisi Dalam Bahasa Gayo, Takengon: The Gayo Institute, 2023.
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi.Yogyakarta: Gama
Media.
Sumardjo, Jakob dan Saini. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Surana. 2001. Pengantar Sastra Indonesia.Solo: PT Tiga Serangkai.
Raka, J.T. 1993. Penilaian Hasil Belajar Melalui Pengalaman. Jakarta: Konsorsium Ilmu Pendidikan. Dirjen Dikdasmen
The Liang Gie. 2002. Terampil Mengarang . Yogyakarta: Andi.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadja Mada University Press.
Wellek, R. & Austin, W. 1989. Teori Kesusastraan . Jakarta: Gramedia.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.