(Diadaptasi dari Intisari Kuliah Umum Prof Dr Alyasa Abubakar MA)
Catatan: Mahbub Fauzie, S.Ag., M.Pd*
Pada Rabu, 27 Agustus 2025, Aula Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Tengah menjadi tempat terselenggaranya sebuah kuliah umum yang sangat inspiratif dan menggugah kesadaran.
Acara ini menghadirkan Prof. Dr. Alyasa’ Abubakar, MA, seorang guru besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan tokoh intelektual terkemuka asal Gayo. Kuliah umum ini tidak hanya sarat muatan akademik dan keagamaan, tetapi juga kaya dengan nilai-nilai lokal yang membumi.
Acara berlangsung dengan penuh kekhidmatan dan antusiasme tinggi dari para peserta, yang terdiri atas para Kepala KUA, Kepala Madrasah, Penyuluh Agama Islam, Penghulu, hingga tenaga administrasi di lingkungan KUA dan Madrasah.
Kehadiran mereka mencerminkan keterpaduan seluruh elemen ASN Kementerian Agama dalam menyimak dan menyerap nilai-nilai yang disampaikan.
Kuliah umum ini dimoderatori langsung oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Tengah, H. Wahdi, M.S., M.A., yang turut duduk di panggung utama bersama para Kepala Seksi (Kasi), membersamai Prof. Alyasa’ dalam diskusi yang hangat, reflektif, dan menggugah.
Hidup Harus Bermanfaat, Dunia dan Akhirat
Prof. Alyasa’ membuka kuliah dengan sebuah pernyataan mendasar namun mendalam: hidup ini harus memberi manfaat. Ia menegaskan bahwa sebagai manusia—lebih-lebih sebagai ASN Kementerian Agama—kita dituntut untuk menjadi makhluk yang kehadirannya membawa rahmat, bukan hanya menjalankan tugas secara administratif.
Beliau memetakan dua dimensi kesejahteraan yang harus menjadi orientasi utama ASN Kemenag: Pertama, Kesejahteraan dunia, yaitu menjadi pribadi yang dibutuhkan, dinantikan, dan berdampak positif bagi masyarakat.
Kedua, Kesejahteraan akhirat, yaitu meraih surga Allah SWT bukan semata karena amal, tetapi karena rahmat-Nya, yang hanya datang kepada mereka yang tulus dan bermanfaat bagi sesama.
Pemahaman ini mengubah cara pandang kita terhadap profesi. ASN Kemenag tidak sekadar bekerja untuk menggugurkan kewajiban birokrasi, melainkan menjalankan amanah spiritual yang menyambung antara tugas dunia dan nilai-nilai akhirat.
Tiga Pilar Peran Strategis ASN Kemenag
Dalam kuliahnya, Prof. Alyasa’ menjelaskan dengan sistematis bahwa ASN Kemenag memiliki peran strategis yang menyentuh langsung tiga aspek vital kehidupan masyarakat: pernikahan, pendidikan, dan penyuluhan agama. Ketiganya menjadi poros kesejahteraan sosial dan spiritual umat.
1. Pernikahan: Fondasi Sosial yang Rentan Tapi Penting
Beliau menyuarakan keprihatinan atas meningkatnya angka perceraian yang terjadi di masyarakat, menyebutnya sebagai “penyakit sosial”—fenomena yang bukan kriminal, tetapi berdampak besar terhadap struktur keluarga dan masa depan generasi.
Penghulu, penyuluh, dan ASN Kemenag lainnya diminta untuk tidak hanya hadir dalam proses akad, tetapi juga dalam proses pembinaan dan penguatan fondasi rumah tangga. Dalam hal ini, peran edukatif dan preventif KUA harus ditingkatkan: menghadirkan bimbingan pranikah, mediasi keluarga, hingga edukasi ketahanan rumah tangga yang mengintegrasikan nilai agama dan kearifan lokal.
2. Pendidikan: Sinergi antara Adat dan Agama
Sebagai putra Gayo, Prof. Alyasa’ menyoroti mulai tergerusnya nilai-nilai adat dalam dunia pendidikan, terutama pendidikan agama. Padahal, dalam tradisi Gayo, adat selama ini berfungsi sebagai “pagar agama”—membantu memperkuat implementasi nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Beliau mengingatkan bahwa dalam membentuk karakter dan spiritualitas, pendidikan harus kembali menanamkan tiga nilai utama: Tanggung jawab, Pengorbanan dan Kesetiaan.
Ketiga nilai ini bukan hanya bagian dari ajaran Islam, tetapi juga bagian dari warisan budaya Gayo yang sarat makna. ASN Kemenag di lingkungan madrasah dan KUA diharapkan mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam sistem pendidikan formal dan nonformal.
3. Penyuluhan Agama: Penjaga Nurani dan Moral Umat.
Prof. Alyasa’ menyebut penyuluh agama sebagai “penjaga nurani umat”. Mereka tidak hanya berdakwah di mimbar, tetapi menyatu dengan denyut nadi masyarakat. Dalam realitas sosial yang dipenuhi tantangan seperti degradasi moral, kemiskinan, dan disintegrasi nilai, penyuluh agama adalah tumpuan harapan.
Namun, agar fungsi ini berjalan optimal, para penyuluh harus terus meningkatkan kapasitas keilmuan dan keikhlasan niat. Dakwah tidak lagi cukup dilakukan dengan retorika semata, tetapi harus dibarengi dengan pendekatan sosial, pemahaman psikologis, dan empati terhadap kondisi masyarakat.
Membangun Kesadaran ASN, Profesi dengan Dimensi Spiritual
Bagi kami para peserta kuliah, khususnya para Kepala KUA, Penghulu, Penyuluh, dan Kepala Madrasah, pertemuan ini menjadi ruang refleksi yang sangat dalam.
Pesan Prof. Alyasa’ menjadi pengingat bahwa profesi ini bukan sekadar “kerja”—tetapi bagian dari pengabdian profetik. Kita bukan hanya melayani administrasi, tapi menjaga nilai dan membangun peradaban.
Sebagai seorang penghulu dan kepala KUA, saya sangat merasakan urgensi pesan tersebut. Setiap hari kami berhadapan langsung dengan masyarakat dan melihat betapa rapuhnya fondasi rumah tangga, betapa kuatnya tantangan pendidikan moral remaja, dan betapa cepatnya nilai-nilai adat tergerus zaman.
Kuliah ini menjadi penyegar semangat dan peneguh langkah. Bahwa dalam setiap akta nikah yang kami sahkan, dalam setiap nasehat yang kami berikan, dan dalam setiap pelayanan yang kami jalankan—semua itu adalah ladang pahala jika disertai ilmu dan keikhlasan.
Menghidupkan Nilai Islam dan Adat Gayo Secara Harmonis
Salah satu pesan paling penting dari kuliah ini adalah ajakan untuk kembali kepada nilai-nilai dasar, baik nilai-nilai Islam maupun nilai-nilai lokal seperti adat Gayo.
Prof. Alyasa’ menegaskan bahwa adat tidak bertentangan dengan Islam. Justru dalam sejarahnya, adat menjadi pelindung nilai agama dari derasnya arus perubahan zaman.
Masyarakat Gayo telah sejak lama memadukan adat dan agama dalam harmoni. Kini tugas kita sebagai ASN adalah menjaga dan menghidupkannya kembali. Jangan sampai nilai-nilai ini hilang hanya karena kita terlalu sibuk dengan prosedur formal.
Pada akhirnya, kuliah umum ini tidak hanya menyegarkan intelektual kami, tetapi juga membangkitkan kesadaran spiritual dan sosial. Profesi kami bukan hanya pekerjaan duniawi, tetapi juga ladang ibadah yang akan menjadi saksi di akhirat kelak.
Tugas kita adalah menjaga pernikahan, memperkuat pendidikan nilai, dan menjadi penjaga nurani masyarakat melalui penyuluhan agama.
Mari kita jalankan tugas ini dengan penuh rasa tanggung jawab, keikhlasan, dan semangat pengabdian. Karena di sanalah letak keberkahan hidup kita, di dunia maupun di akhirat. Insya Allah.
Berijin Pak Prof! Petuah-petuah Pak Prof sungguh menjadi pelita bagi kami semua. Semoga ilmu yang Pak Prof berikan pada kami menjadi amal shalih. Aamiin.
*Penghulu Ahli Madya & Kepala KUA Kec. Atu Lintang, Aceh Tengah