Mitsaqan Ghalizha: Memaknai Kembali Hakikat dan Tanggung Jawab Pernikahan

oleh

Catatan Mahbub Fauzie, S.Ag., M.Pd*

Pernikahan dalam Islam bukanlah kontrak biasa. Ia adalah mitsaqan ghalizha atau perjanjian yang agung dan kokoh. istilah ini termaktub dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 21:

“…padahal sebagian dari kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain (sebagai suami istri) dan mereka (istri-istri itu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalizha).”

Perjanjian ini menuntut komitmen lahir dan batin, serta kesadaran penuh bahwa pernikahan bukan sekadar urusan duniawi, tetapi juga ibadah yang bernilai ukhrawi.

Hal inilah yang menjadi inti dari nasehat pernikahan yang disampaikan oleh H. Wahdi MS, MA Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Tengah dalam prosesi akad nikah warga Kampung Arul Gele dan Kampung Atu Lintang di Balai Nikah KUA Atu Lintang, pada 24 Juni 2025 lalu.

Momen ini bertepatan dengan pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-35 Tingkat Kabupaten Aceh Tengah, yang berlangsung di Kecamatan Atu Lintang sejak 21 hingga 24 Juni 2025.

Karena kebetulan Kakankemenag dan jajaran yakni para Kasi menginap di Gedung KUA selama pelaksanaan MTQ, kesempatan emas ini dimanfaatkan oleh kami untuk menghadirkan nasehat pernikahan langsung dari beliau.

Walau peristiwa tersebut sudah berlalu, isi nasehatnya tetap aktual dan patut dijadikan pedoman bagi pasangan yang ingin membangun rumah tangga kokoh dan penuh keberkahan. Berikut adalah 10 poin nasehat beliau yang layak direnungkan:

Pertama, Pahami Hakikat Pernikahan sebagai Ibadah dan Niatkan Pernikahan sebagai Jalan Menuju Pahala.
Pernikahan bukan semata urusan cinta atau kebutuhan biologis. Ia adalah ibadah dan bagian dari penyempurnaan agama. Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila seorang hamba menikah, maka sungguh ia telah menyempurnakan separuh agamanya.” (HR. Al-Baihaqi)

Memahami pernikahan sebagai ibadah akan membuat pasangan saling menjaga niat dan tujuan hidup bersama: mencari ridha Allah.

Setiap perbuatan dalam pernikahan yang dilandasi niat ibadah akan berbuah pahala. Bahkan tersenyum kepada pasangan pun bernilai sedekah. Dengan niat yang benar, setiap langkah bersama menjadi amal.

Kedua, Jaga Komunikasi dan Terapkan Prinsip Mawaddah wa Rahmah Komunikasi adalah kunci keharmonisan. Dengan komunikasi yang jujur dan terbuka, banyak masalah rumah tangga bisa diselesaikan sebelum membesar.

Komunikasi juga memperkuat ikatan emosional antara suami dan istri.
Surat Ar-Rum ayat 21 menyebutkan: “…dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan rahmah.”

Mawaddah berarti cinta yang membara, sementara rahmah adalah kasih sayang yang penuh ketulusan. Pernikahan harus dirawat dengan keduanya: cinta yang tumbuh dan kasih yang mendalam.

Ketiga, Berlaku Adil dan Saling Menghormati serta Saling Mendukung dalam Suka dan Duka. Adil dalam rumah tangga berarti tidak mendominasi, tidak meremehkan. Suami istri adalah mitra sejajar yang saling melengkapi. Hormat-menghormati akan melahirkan rasa aman dan saling percaya.

Bahtera rumah tangga akan menghadapi ombak dan angin kencang. Suami istri harus menjadi tempat bersandar satu sama lain, bukan saling menjatuhkan. Dukungan emosional dan spiritual sangat penting dalam perjalanan panjang ini.

Keempat, Musyawarah dalam Menyelesaikan Masalah dan Jaga Kepercayaan. Dalam rumah tangga, perbedaan pendapat adalah hal biasa. Yang luar biasa adalah ketika perbedaan itu diselesaikan dengan musyawarah. Allah SWT berfirman:
“…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” (QS. Ali Imran: 159)

Musyawarah menciptakan rasa saling memiliki dan kebersamaan dalam mengambil keputusan. Kepercayaan adalah pondasi rumah tangga. Sekali retak, sulit untuk dipulihkan. Oleh karena itu, kejujuran, keterbukaan, dan kesetiaan adalah nilai yang harus terus dijaga.

Kelima, Hindari Perselingkuhan dan bersabar dalam Ujian. Perselingkuhan, dalam bentuk apapun, adalah racun yang membunuh kepercayaan. Menundukkan pandangan, menjaga batas, dan memperkuat iman adalah cara efektif untuk melindungi rumah tangga dari godaan.

Tidak ada rumah tangga tanpa ujian. Maka, sabar adalah pakaian yang harus dikenakan setiap hari. Sabar dalam marah, sabar dalam kecewa, dan sabar dalam harapan. Allah berjanji: “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)

Demikian catatan ini dibuat untuk pengingat. Bahwa nasehat yang disampaikan oleh Pak Kakankemenag bukan hanya bagian dari seremoni akad nikah, tetapi juga warisan nilai yang patut dijaga dan diamalkan. Di tengah derasnya arus modernisasi dan tantangan moral rumah tangga masa kini, nasehat tersebut menjadi cahaya penuntun yang tak lekang oleh waktu.

Bagi kita, setiap kali menyaksikan langsung prosesi akad nikah, bahwa setiap akad nikah bukan sekadar ijab qabul, tapi juga momen edukatif yang penuh hikmah.

Semoga kita semua dapat menanamkan nasehat ini dalam hati dan mengamalkannya dalam kehidupan rumah tangga kita. Aamiin. Wallahul muwafiq ilaa aqwamith thariq.

*Kepala KUA Kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.