(Kenangan bersama Guru BK saat di SMA)
Oleh: Mahbub Fauzie*
Pengukuhan Pengurus Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) Kabupaten Aceh Tengah periode 2025–2028 yang dilaksanakan pada 5 Agustus 2025, mengingatkan penulis saat mengenyam pendidikan di Sekolah menengah atas (SMA) dulu.
Bahwa, guru BK adalah figur penting yang membentuk arah hidup, karakter, bahkan masa depan siswa. Pernyataan ini bukan sekadar teori. Penulis adalah salah satu dari sekian banyak orang yang merasakannya secara nyata.
Tahun 1990-an, SMA Negeri 1 Takengon merupakan sekolah favorit di Aceh Tengah. Penulis diterima di sana pada tahun ajaran 1990/1991 dan lulus pada tahun ajaran 1992/1993.
Terkait : Uswatun Hasanah di Balik Ruang Konseling
Mayoritas siswa kala itu berasal dari kalangan kota, anak pejabat, profesional, hingga keluarga Tionghoa yang dikenal aktif dan berprestasi. Sementara penulis berasal dari Jagong Jeget, yang saat itu belum menjadi kecamatan, melainkan masih berupa desa eks pemukiman transmigrasi yang masuk dalam wilayah Kecamatan Linge.
Datang dari latar orang desa yang sederhana, dan apa adanya, dengan gaya kampung yang khas dan suasana sosial yang jauh berbeda dari kota, menjadikan hari-hari awal di sekolah penuh dengan rasa minder.
Ayah penulis adalah seorang guru agama Islam di MIS Jagong Jeget. Selain mengajar, beliau berdagang kecil-kecilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Latar belakang pesantren menjadikan pendidikan agama, adab, dan kedisiplinan sebagai nilai utama yang ditanamkan kepada anak-anaknya. Bekal inilah yang menjadi fondasi kuat hingga penulis mampu menempuh jenjang pendidikan tinggi.
Di SMA, penulis mengambil jurusan A1 (ilmu-ilmu fisika) di antara tiga jurusan yang ada: A1 (fisika), A2 (biologi), dan A3 (sosial). Meskipun kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh (sekarang UIN Ar-Raniry), pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, dasar-dasar ilmu eksakta yang dipelajari tetap memberikan kontribusi besar dalam proses berpikir yang runtut dan sistematis.
Apalagi, banyak mata kuliah di jurusan tersebut juga berkaitan dengan jurnalistik dan keterampilan menulis, yang kemudian menjadi hobi penulis hingga sekarang.
Namun perjalanan itu tidak selalu mudah. Perasaan terasing dan minder sebagai anak desa di sekolah kota saat itu menjadi beban tersendiri. Di saat-saat seperti itu, hadir sosok Bu Rukayah, guru Bimbingan dan Konseling kami.
Beliau bukan hanya menjalankan fungsi administratif atau penjurusan. Ia hadir sebagai pendengar, pembimbing, dan penguat mental bagi siswa-siswa dari berbagai latar belakang, termasuk mereka yang datang dari desa seperti penulis.
Dalam sambutannya saat pengukuhan pengurus MGBK, Kepala Kankemenag Aceh Tengah, H. Wahdi, MS., MA., menekankan pentingnya peran guru BK sebagai uswatun hasanah, teladan yang baik dalam sikap, ucapan, dan tindakan.
Guru BK, menurutnya, bukan hanya mengatasi masalah siswa, tetapi juga menjadi contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam penampilan dan pembawaan.
Bu Rukayah adalah cerminan nyata dari prinsip itu. Penampilannya selalu rapi, tutur katanya lembut, dan sikapnya penuh empati. Beliau memperlakukan semua siswa dengan keadilan dan kasih sayang, tanpa memandang latar belakang.
Di ruang konseling yang sederhana, beliau menciptakan ruang aman bagi siswa untuk mencurahkan perasaan, mendapatkan arahan, dan menemukan kembali keyakinan diri. Dari situlah kepercayaan diri penulis mulai tumbuh.
Guru BK yang tampil sebagai figur positif sangat dibutuhkan di tengah fenomena degradasi moral saat ini. Maka pengukuhan 38 pengurus MGBK Aceh Tengah menjadi momentum penting.
Mereka akan mendampingi siswa di madrasah dan sekolah, bukan hanya dalam urusan akademik, tetapi juga persoalan pribadi, sosial, bahkan krisis kepercayaan diri. Maka sudah sepatutnya pihak sekolah dan madrasah memberi dukungan penuh, termasuk dalam mengelola beban kerja yang kompleks.
Pengalaman penulis membuktikan bahwa ruang konseling bisa menjadi titik balik. Di sana, siswa yang terpinggirkan bisa merasa berharga. Siswa yang ragu-ragu bisa diyakinkan.
Dan siswa yang kehilangan arah bisa dipandu menemukan jalannya. Di ruang itulah uswatun hasanah guru BK tidak hanya menjadi konsep, tetapi hadir nyata dalam bentuk tindakan dan keteladanan.
Terima kasih kepada seluruh guru BK, terutama Bu Rukayah. Semoga para pengurus MGBK yang baru saja dikukuhkan dapat meneruskan nilai-nilai itu. Teruslah menjadi uswatun hasanah di balik ruang konseling, teladan dan contoh baik yang membentuk generasi dengan hati dan keikhlasan.
*Alumni SMA N 1 Takengon, sekarang ASN Kemenag yang bertugas di KUA Kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah