Oleh: Ahmad Dardiri*
Memasuki TahunPelajaran 2025-2026 Kementerian Agama menerapkan Kurikulum Berbasis Cinta. Langkah tersebut terus berjalan dengan dikeluarkannya Surat Edaran (SE) No. 10 Tahun 2025 oleh Direktur Jendral Pendidikan Islam sebagai panduan awal implementasi Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) di seluruh lini pendidikan Islam.
Dalam SE tersebut ditegaskan bahwa KBC bukanlah kurikulum baru, melainkan revitalisasi kurikulum yang ada dengan ruh nilai cinta kasih sebagai nafas utama.
Panduan teknis lebih lanjut tersedia melalui Panduan Implementasi Kurikulum Berbasis Cinta yang disusun oleh Ditjen Pendidikan Islam (Dir. KSKK Madrasah).
Panduan ini menjadi acuan strategis bagi guru dan madrasah dalam menjalankan KBC secara kontekstual dan sistematik.
Merujuk pada nilai fundamental Islam sebagai dasar spiritual pendidikan berbasis cinta, dapat kita baca bahwa Allah Subhanahu Wata’ala menyebarkan rahmat seluas-luasnya (rahmatan lil ‘ālamīn), menunjukkan bahwa kasih sayang adalah inti dari misi kenabian (QS. Al Anbiyā’ 21:107). Kemudian dalam hadis dikatakan:
“Tidaklah seseorang beriman sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari & Muslim). Dalil ini menegaskan bahwa cinta kepada sesama adalah bagian dari manifestasi iman sejati
Konsep Kurikulum Berbasis Cinta dan Mengapa Harus Sekarang
Menurut Panduan KBC hadir melalui Panca Cinta sebagai kerangka nilai utama dan menjadi inti kurikulum ini: 1). Cinta kepada Tuhan (Hablum min Allah) 2). Cinta kepada diri dan sesama (Hablum min an nās) 3). Cinta kepada ilmu pengetahuan 4). Cinta kepada lingkungan hidup (Hablum min al bi’ah) 5). Cinta kepada bangsa dan tanah air (Hubbul Wathan).
Nilai-nilai ini tidak berdiri sendiri, melainkan diintegrasikan ke dalam semua mata Pelajaran agama dan umum melalui pendekatan hingga terasa hangat dalam kehidupan madrasah sehari-hari.
Lalu mengapa harus sekarang menerapakan KBC? Ada beberapa hal sebagai gambaran pentingnya penerapan KBC untuk dilaksanakan:
a. Merespon intoleransi dan polarisasi sosial yang muncul sejak dini. Pendidikan berbasis nilai cinta bisa menjadi solusi riil untuk menghadirkan toleransi mendalam tanpa retorika kosong.
b. Menjawab krisis lingkungan, dengan insersi nilai cinta lingkungan sebagai bagian dari pendidikan moral dan ekoteologi.
c. Berpendidikan karakter holistik: siswa diharapkan tidak hanya cerdas secara intelektual, namun juga memiliki kedalaman spiritual dan empati sosial.
d. Menguatkan identitas berbangsa dalam era globalisasi, dengan cinta sebagai perekat keberagaman bangsa
Mengimplementasikan KBC di Madrasah
Berikut beberapa langkah praktis yang bisa dijalankan oleh guru madrasah dalam menimplementasikan KBC :
a. Membangun Sebuah Suasana Sekolah dengan Kasih
Mulailah hari dengan sapaan hangat, senyum, dan salam tulus. Budayakan perhatian personal dankomunikasi empatik antara guru dan siswa sebagai bentuk nyata cinta kasih sehari-hari
b. Insersi Panca Cinta Melintasi Pelajaran
• Di pelajaran Pendidikan Agama Islam seperti Al Qur’an Hadis atau SKI: soroti kisah nilai cinta dan toleransi.
• Di IPA, IPS, Bahasa: kaitkan ilmu pengetahuan dengan kepedulian sosial dan cinta alam.
Metode diskusi kelompok, proyek lintas disiplin, serta refleksi pribadi sangat membantu menanamkan nilai nilai ini
c. Guru sebagai Teladan Cinta
• Guru mencontohkan kasih sayang dan toleransi dalam sikap sehari-hari.
• Aksi nyata seperti memprakarsai gerakan kebersihan lingkungan, penghijauan sekolah, dan kerja bakti mencerminkan cinta kepada bumi dan sesama
d. Dialog Lintas Agama dan Kegiatan Sosial
• Selenggarakan dialog terbuka antar siswa dari berbagai latar belakang agama.
• Libatkan siswa dalam aksi sosial dan kepedulian lingkungan untuk menumbuhkan empati dan solidaritas.
e. Pelatihan Guru & Kolaborasi Komunitas
• Ikuti program pelatihan dari Kemenag dan Dirjen Pendis (MOOC, Magis, dsb).
• Bentuk forum guru berbasis cinta untuk saling bertukar praktik baik dan inspirasi nyata
Seiring dalam pelaksanaannya KBC tentu akan muncul beberapa tantangan yang mesti diantisipasi seperti resistensi terhadap paradigma baru: guru yang terbiasa metode konvensional mungkin membutuhkan pendampingan dan pelatihan.
Di samping itu adannya keterbatasan sarana dan kesejahteraan guru khususnya di madrasah pelosok. Namun, di sini ada inspirasi yang dikatakan Menteri Agama: Nilai cinta bukan teori belaka, tapi budaya yang hidup dari ketulusan hati guru dan kepala madrasah, budaya yang tumbuh dari tindakan kecil yang konsisten
Sebagai penutup saya mengajak untuk mengobarkan semangat cinta dalam aksi bukan teori, KBC bukan sekadar kebijakan formal. Ia adalah panggilan spiritual dan sosial untuk membentuk generasi madrasah yang cinta Tuhan, cinta manusia, cinta ilmu, cinta lingkungan, dan cinta tanah air, serta langkah implementasi inspiratif, setiap guru madrasah menjadi agen transformasi nilai kasih sayang dalam pendidikan.
Mari kita jadikan anak-anak madrasah mewujudkan cinta dalam setiap sapaan, dalam setiap pelajaran, dalam setiap langkah kita mencetak insan rahmatan lil ‘ālamīn. Dengan cinta, pendidikan menjadi hidayah; dengan cinta, madrasah menjadi ruang suci yang menghangatkan jiwa bangsa.
*Kepala MAS Al Huda Jagong