Menguatkan Sinergi Keluarga, Sekolah dan Masyarakat dalam Pendidikan Anak

oleh

Oleh: Mahbub Fauzie, S.Ag., M.Pd*

Suasana awal tahun ajaran baru selalu menyimpan kesan tersendiri. Selain menjadi masa transisi bagi para peserta didik, momen ini juga menjadi pengingat bahwa proses pendidikan bukan hanya tanggung jawab satu pihak, melainkan melibatkan kerja sama erat antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Pada hari Sabtu, 19 Juli 2025 lalu, atas nama Kepala KUA Atu Lintang, saya diundang untuk memberikan sambutan dalam sebuah kegiatan adat Gayo yang sarat makna, yaitu prosesi โ€œMunyerahen Ku Tengku Guruโ€ di Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah pada Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Falah Atu Lintang, Aceh Tengah.

Sebuah tradisi luhur yang menggambarkan secara simbolik penyerahan anak-anak dari orang tua kepada para guru untuk dididik secara lahir dan batin.

Saya merenung setelah mengikuti kegiatan tersebut: betapa bijaknya warisan budaya kita yang memuliakan pendidikan dan menempatkan guru sebagai tokoh utama dalam pembentukan karakter anak.

Namun, prosesi itu juga menyiratkan pesan penting โ€” bahwa meskipun anak telah diserahkan kepada guru, bukan berarti orang tua melepaskan seluruh tanggung jawabnya. Sebaliknya, ini adalah awal dari sebuah kolaborasi yang saling menguatkan.

๐Š๐ž๐ฅ๐ฎ๐š๐ซ๐ ๐š: ๐Œ๐š๐๐ซ๐š๐ฌ๐š๐ก ๐๐ž๐ซ๐ญ๐š๐ฆ๐š ๐๐š๐ง ๐๐ž๐ง๐ž๐ง๐ญ๐ฎ ๐€๐ซ๐š๐ก

Melalui haditsnya, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda:
“๐‘†๐‘’๐‘ก๐‘–๐‘Ž๐‘ ๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘˜ ๐‘‘๐‘–๐‘™๐‘Žโ„Ž๐‘–๐‘Ÿ๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘‘๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘š ๐‘˜๐‘’๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž๐‘Ž๐‘› ๐‘“๐‘–๐‘ก๐‘Ÿ๐‘Žโ„Ž. ๐‘€๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž ๐‘œ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘ก๐‘ข๐‘Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘—๐‘Ž๐‘‘๐‘–๐‘˜๐‘Ž๐‘›๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘Œ๐‘Žโ„Ž๐‘ข๐‘‘๐‘–, ๐‘๐‘Ž๐‘ ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘–, ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘ข ๐‘€๐‘Ž๐‘—๐‘ข๐‘ ๐‘–.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam konteks ini, keluarga memegang peran strategis sebagai pembentuk awal nilai, akhlak, dan kepribadian anak. Namun, dalam dinamika kehidupan modern, banyak orang tua yang mulai mengurangi keterlibatan mereka dalam pendidikan anak, menyerahkan semuanya kepada sekolah.

Padahal, sekolah hanya bisa memperkuat apa yang telah ditanamkan di rumah. Jika pondasi dari rumah rapuh, maka sekolah pun akan kesulitan membangun di atasnya.

๐’๐ž๐ค๐จ๐ฅ๐š๐ก: ๐Œ๐ข๐ญ๐ซ๐š ๐’๐ญ๐ซ๐š๐ญ๐ž๐ ๐ข๐ฌ ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐๐ฎ๐ญ๐ฎ๐ก ๐ƒ๐ฎ๐ค๐ฎ๐ง๐ ๐š๐ง ๐Š๐ž๐ฅ๐ฎ๐š๐ซ๐ ๐š

Sekolah dan madrasah adalah tempat penguatan pengetahuan dan pengembangan kemampuan sosial anak. Guru, sebagaimana yang dimuliakan dalam tradisi “Munyerahen Ku Tengku Guru”, tidak hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga membimbing adab dan akhlak anak-anak. Namun demikian, guru bukanlah “pengganti” orang tua.
Komunikasi antara sekolah dan keluarga harus berjalan aktif dan dua arah.

Saat anak menghadapi masalah di sekolah, respon terbaik bukan saling menyalahkan, tapi saling memahami dan mencari solusi bersama. Pendidikan yang berhasil terjadi jika ada sinergi, bukan sekadar distribusi tugas.

๐Œ๐š๐ฌ๐ฒ๐š๐ซ๐š๐ค๐š๐ญ: ๐‹๐ข๐ง๐ ๐ค๐ฎ๐ง๐ ๐š๐ง ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐Œ๐ž๐ฆ๐›๐ž๐ง๐ญ๐ฎ๐ค ๐๐š๐ง ๐Œ๐ž๐ง๐ฃ๐š๐ ๐š

Anak tidak hanya tumbuh di rumah dan sekolah, tapi juga di tengah masyarakat. Apa yang mereka lihat, dengar, dan alami di luar sana ikut memengaruhi cara berpikir dan bertindak mereka. Maka dari itu, masyarakat harus menjadi bagian dari ekosistem pendidikan yang sehat.

Sayangnya, tidak sedikit tantangan di luar sana yang bisa merusak pendidikan anak: akses ke konten digital yang tidak sehat, pergaulan yang bebas nilai, hingga minimnya keteladanan dari orang dewasa di sekitarnya.

Di sinilah peran tokoh masyarakat, pemuka agama, dan para pemuda sangat diperlukan untuk menjaga nilai-nilai yang membangun.

Dalam Islam, menjaga generasi adalah bagian dari amar maโ€™ruf nahi munkar. Allah SWT mengingatkan kita:
“๐ป๐‘Ž๐‘– ๐‘œ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘”-๐‘œ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘š๐‘Ž๐‘›, ๐‘๐‘’๐‘™๐‘–โ„Ž๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘‘๐‘–๐‘Ÿ๐‘–๐‘š๐‘ข ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘’๐‘™๐‘ข๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘”๐‘Ž๐‘š๐‘ข ๐‘‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘Ž๐‘๐‘– ๐‘›๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž…”
(QS. At-Tahrim: 6)

Artinya, tanggung jawab mendidik tidak hanya soal masa depan dunia anak-anak kita, tapi juga menyangkut keselamatan akhirat mereka.

๐Š๐ž๐ฆ๐›๐š๐ฅ๐ข ๐ฉ๐š๐๐š ๐๐ข๐ฅ๐š๐ข-๐๐ข๐ฅ๐š๐ข ๐Š๐ฎ๐ฅ๐ญ๐ฎ๐ซ๐š๐ฅ ๐๐š๐ง ๐’๐ฉ๐ข๐ซ๐ข๐ญ๐ฎ๐š๐ฅ

Tradisi โ€œMunyerahen Ku Tengku Guruโ€ adalah cerminan kearifan lokal yang sejalan dengan nilai-nilai Islam. Di balik seremonialnya, terkandung pesan spiritual dan edukatif yang sangat kuat: bahwa pendidikan adalah tugas bersama dan guru adalah pihak yang dimuliakan.

Namun proses ini tidak boleh berhenti di seremoni saja. Semangat di balik tradisi itu harus dihidupkan dalam praktik sehari-hari: di rumah, di sekolah, dan di tengah masyarakat.

Kita harus menjadikan nilai-nilai lokal seperti ini sebagai fondasi membangun generasi. Anak-anak harus tumbuh dalam atmosfer yang menghargai ilmu, menjunjung tinggi adab, dan menjaga akhlak. Pendidikan bukan semata proses formal, tapi upaya pembentukan manusia seutuhnya.

๐ˆ๐ค๐ก๐ญ๐ข๐ญ๐š๐ฆ: ๐Œ๐š๐ซ๐ข ๐’๐š๐ฅ๐ข๐ง๐  ๐Œ๐ž๐ง๐ ๐ฎ๐š๐ญ๐ค๐š๐ง

Pendidikan anak bukan tugas yang bisa dikerjakan sendirian. Ia membutuhkan tangan-tangan yang bekerja sama dengan hati yang ikhlas. Keluarga, sekolah, dan masyarakat โ€” tiga pilar yang harus bersatu, bukan berjalan sendiri-sendiri.
Di awal tahun ajaran baru 2025/2026 ini, mari kita bangun tekad bersama untuk lebih hadir dalam kehidupan anak-anak. Jangan saling menyalahkan bila ada kekurangan, tapi mari saling melengkapi dan memperkuat.

โ€œ๐‘†๐‘’๐‘ ๐‘ข๐‘›๐‘”๐‘”๐‘ขโ„Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐ด๐‘™๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘ก๐‘–๐‘‘๐‘Ž๐‘˜ ๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘”๐‘ข๐‘๐‘Žโ„Ž ๐‘˜๐‘’๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž๐‘Ž๐‘› ๐‘ ๐‘ข๐‘Ž๐‘ก๐‘ข ๐‘˜๐‘Ž๐‘ข๐‘š ๐‘ ๐‘Ž๐‘š๐‘๐‘Ž๐‘– ๐‘š๐‘’๐‘Ÿ๐‘’๐‘˜๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘”๐‘ข๐‘๐‘Žโ„Ž ๐‘˜๐‘’๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž๐‘Ž๐‘› ๐‘‘๐‘–๐‘Ÿ๐‘– ๐‘š๐‘’๐‘Ÿ๐‘’๐‘˜๐‘Ž ๐‘ ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘Ÿ๐‘–.โ€
(QS. Ar-Raโ€™d: 11)

Mari kita mulai perubahan itu, dari rumah, dari sekolah, dari lingkungan terdekat kita. Karena masa depan generasi ini adalah cerminan dari seberapa serius kita dalam mendidik mereka hari ini. Semoga!

*๐‘ƒ๐‘’๐‘›๐‘”โ„Ž๐‘ข๐‘™๐‘ข ๐ดโ„Ž๐‘™๐‘– ๐‘€๐‘Ž๐‘‘๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐พ๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘™๐‘Ž ๐พ๐‘ˆ๐ด ๐พ๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘š๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘› ๐ด๐‘ก๐‘ข ๐ฟ๐‘–๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘›๐‘”, ๐ด๐‘๐‘’โ„Ž ๐‘‡๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Žโ„Ž

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.