Catatan Mahbub Fauzie, S.Ag., M.Pd*
Peran Kantor Urusan Agama (KUA) di tengah masyarakat semakin berkembang, tidak lagi hanya sebatas pencatatan nikah atau pelaksanaan akad.
Kini, KUA juga dituntut untuk menjadi pusat edukasi keagamaan, pelayanan sosial, dan penjaga nilai-nilai budaya serta harmoni umat.
Di banyak tempat, termasuk di Kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah kehadiran KUA berupaya untuk menjadi pusat pelayanan keagamaan yang lebih menyentuh aspek edukatif, sosial, dan kultural masyarakat.
Sebagai penghulu dan kepala KUA, saya melihat bahwa pengabdian ini bukan hanya tentang menyelesaikan kewajiban administratif, tetapi juga tentang hadir dalam denyut kehidupan masyarakat, mendampingi umat, serta membantu memperkuat nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan.
Edukasi di Sekolah: Mencegah Perkawinan Anak
Pada Kamis, 17 Juli 2025, saya bersama Tgk Anda Putra, SH (Penghulu dan Kepala KUA Kecamatan Ketol) mendapat kesempatan menjadi narasumber dalam kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) siswa baru di SMA Negeri 1 Takengon.
Tema yang dibawakan adalah “Dampak Negatif Perkawinan Anak: Mengenali, Memahami dan Mencegahnya”, dari sudut pandang Islam dan pendidikan.
Dalam kesempatan tersebut, para siswa diajak memahami bahwa pernikahan bukan sekadar sah secara hukum, tapi juga harus matang secara usia, mental, dan tanggung jawab.
Upaya pencegahan perkawinan anak sangat penting demi keberlanjutan pendidikan dan kesehatan generasi muda, dan hal ini sejalan dengan nilai-nilai Islam yang menjunjung tinggi maslahat dan kemaslahatan umat.
Moderasi Beragama: Bekal Spiritual dan Sosial bagi Generasi Madrasah
Keesokan harinya, Jumat 18 Juli 2025, saya mengisi kegiatan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (MATSAMA) di MTsS Miftahul Falah, Atu Lintang.
Materi yang saya sampaikan bertema Moderasi Beragama, dengan menekankan empat nilai utama: komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan penerimaan terhadap kearifan lokal.
Saya menyampaikan bahwa memahami Islam tidak bisa dilepaskan dari konteks kemanusiaan dan kebangsaan. Moderasi bukanlah kompromi terhadap akidah, tapi cara beragama yang menghargai perbedaan dan membangun kerukunan.
Pembinaan di Pelosok: Menyapa Saudara Muslim dan Para Mualaf
Masih di hari yang sama, menjelang salat Jumat, sesuai jadwal yang dibuat Bimas Islam Kankemenad Kabupaten Aceh Tengah saya bersama rekan ASN PPPK KUA Atu Lintang, Tgk Muhammad Akrom, S.Pd.I, menuju Dusun Kala Wih Ilang, Kecamatan Pegasing.
Di sana kami melakukan pembinaan dan penyuluhan agama kepada masyarakat, dengan titik awal menyapa anak-anak TPA.
Jadwal kunjungan ke Kala Wih Ilang berkolaborasi dengan rekan-rekan ASN dari KUA Kecamatan Pegasing dan personal dari Kankemenag Kabupaten Aceh Tengah. Program ini sengaja disusun instansi kami demi kelangsungan pembinaan keagamaan Masyarakat setempat.
Memasuki waktu,kami menunaikan salat Jumat berjamaah bersama masyarakat muslim Kala Wih Ilang termasuk beberapa saudara mualaf. Khatib Jumat adalah Tgk Muhammad Akrom.
Seusai salat Jumat, kami melanjutkan pembinaan, mengangkat tema pentingnya ketaatan dalam beragama, menjaga akidah, dan memperkuat kebersamaan sebagai umat Islam, terutama bagi masyarakat muslim di wilayah tersebut.
Kegiatan ini sekaligus menjadi bagian dari ikhtiar KUA dalam menjangkau kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini mungkin belum terlayani secara maksimal, khususnya dalam aspek penguatan akidah dan bimbingan spiritual.
Merawat Tradisi, Menguatkan Pendidikan
Pada Sabtu, 19 Juli 2025, saya kembali menghadiri kegiatan adat “Munyerahen Ku Tengku Guru” di Madrasah Miftahul Falah, yaitu prosesi penyerahan anak secara adat Gayo kepada guru di awal masa belajar.
Tradisi ini sangat bermakna, karena mengandung nilai keikhlasan dan penghormatan terhadap proses pendidikan.
Saya mengajak para wali murid untuk mendukung penuh madrasah sebagai lembaga yang tak hanya mendidik secara akademik, tetapi juga membina akhlak dan karakter anak-anak, agar kelak menjadi insan yang bermanfaat bagi sesama.
Sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw: “Khairunnas anfa uhum linnas” yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)
Demikianlah, keseluruhan kegiatan tersebut menjadi gambaran bahwa tugas KUA tidak berhenti di meja kerja. Keterlibatan dalam dunia pendidikan, penyuluhan keagamaan, pelayanan kepada mualaf, hingga penghormatan terhadap adat istiadat lokal merupakan bagian dari pelayanan yang utuh.
Melalui kerja bersama dan kehadiran nyata di lapangan, KUA diharapkan semakin dipercaya sebagai garda terdepan dalam membangun masyarakat yang religius, rukun, dan berkarakter. Semoga setiap langkah kecil ini memberi kontribusi nyata untuk umat dan negeri. Aamiin.
*Penghulu Ahli Madya & Kepala KUA Kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah.