Membangkitkan Semangat Ekoteologis

oleh

Catatan: Mahbub Fauzie, S.Ag, M.Pd*

Setiap tanggal 20 Mei, bangsa kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Sebagai hari bersejarah perjuangan bangsa melalui berdirinya Boedi Utomo pada 20 Mei 1908 di Jakarta, yang menjadi awal dari gerakan nasional yang terorganisir di Indonesia.

Boedi Utomo didirikan oleh Dr. Soetomo bersama beberapa pelajar STOVIA dengan dorongan Dr. Wahidin Sudirohusodo, sebagai organisasi pemuda pertama yang mendorong kesadaran nasionalisme, persatuan, dan perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia.

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional bukanlah sekadar seremonial, melainkan momentum untuk mengenang semangat persatuan dan nasionalisme yang mulai tumbuh pada awal abad ke-20.

Baca Juga : Luas Danau Lut Tawar Berkurang 2 Hektar Setiap Tahun, Akibat Penimbunan?

Mengingat hari yang bersejarah ini tentunya juga bukan hanya sekadar mengenang perjuangan kemerdekaan, tetapi juga momen untuk membangun Indonesia yang lebih baik, termasuk dalam hal menjaga alam.

Karena itu, tidaklah salah bila kita mencoba mengaitkan semangat hari kebangkitan nasional ini dengan kepedulian terhadap alam dan lingkungan hidup sebagai satu kesatuan ciptaan Allah Swt, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dalam perspektif umat beragama, kepedulian terhadap alam dan lingkungan hidup adalah wujud nyata dari kesadaran ekoteologis.

Kesadaran yang menyatakan bahwa manusia dan alam ciptaan Allah Swt yang penting dirawat dan dijaga kelestariannya.

Semangat ekoteologi merupakan semangat untuk menghidupkan kembali semangat perjuangan dan kesadaran nasional dengan menempatkan lingkungan di sekitar kita sebagai bagian penting dari kebangkitan bangsa.

Baca Juga : Menjemput Kesadaran, Dari Danau Lut Tawar ke Masa Depan Gayo

Gagasan tentang kesadaran ekoteologis yang kini gencar dikampanyekan bagi anak bangsa, dan diprakasai oleh Menteri Agama Republik Indonesia Prof Dr KH Nasaruddin Umar MA, perlu dan penting disambut dan diejawantahkan oleh umat beragama negeri ini.

Di lingkungan Kementerian Agama seluruh negeri ini, para Aparatur Sipil Negara (ASN) instansi berlogo Ikhlas Beramal giat dan berjibaku menindaklanjuti gerakan ekoteologi dengan semakin massifnya melakukan dan menggalakkan penanaman pohon secara massal dan banyak upaya lainnya dalam turut serta ikhtiar merawat bumi.

Dengan momentum Hari Kebangkitan Nasional, tentunya semangat perjuangan bangsa para pendahulu menjadi inspirasi membangkitkan semangat ekoteologis di Negara Kesatuan republik Indonesia.

Upaya Membangkitkan Semangat Ekoteologis

Membangkitkan kesadaran ekoteologis dalam kaitannya dengan kebangkitan nasional umat beragama negeri ini, setidaknya dapat diintegrasikan melalui:

Pertama, adanya Kesadaran Kolektif atas Krisis Lingkungan. Seperti halnya kebangkitan nasional di masa lalu yang didorong oleh kesadaran akan penjajahan, kebangkitan modern bisa dimulai dengan menyadari “penjajahan” baru berupa kerusakan lingkungan akibat eksploitasi berlebihan.

Kesadaran ini mengajak masyarakat untuk bangkit dari apatisme terhadap lingkungan melalui pendekatan spiritual dan kebangsaan.

Kesadaran ekoteologis secara kolektif dalam skala lokal di Aceh Tengah dalam ini, contohnya adalah menjaga kelestarian dan keberlangsungan Danau Laut Tawar dengan seluruh ekosistemnya sebagai ciptaan Allah Swt.

Kedua, Memaksimalkan Peran Pemimpin dan Tokoh Agama. Dalam hal ini, tokoh agama dan masyarakat dapat menjadi katalisator gerakan kepedulian lingkungan, mengingatkan bahwa mencintai tanah air juga berarti merawat bumi Indonesia.

Ajaran agama bisa dipadukan dengan semangat nasionalisme untuk menanamkan tanggung jawab terhadap lingkungan sebagai bagian dari cinta Tanah Air.

Ketiga, Aksi Nyata Berbasis Komunitas. Aksi nyata ini dapat diwujudkan melalui penggalangan gerakan nasional seperti menanam pohon, membersihkan sungai, atau kampanye anti-sampah plastik dengan landasan bahwa tindakan ini adalah bagian dari ibadah dan tanggung jawab spiritual.

Keempat, Menanamkan Nilai Ekoteologis dalam Pendidikan. Dilakukan dengan mengintegrasikan nilai cinta lingkungan dalam pendidikan formal dan informal, khususnya dalam pelajaran agama dan sejarah perjuangan bangsa.

Mendorong generasi muda untuk melihat hubungan antara iman, lingkungan, dan semangat nasionalisme.

Kelima, Menghubungkan Sejarah dan Ekologi. Memori ini mengingatkan kita bahwa para pendiri bangsa merawat alam sebagai bagian dari perjuangan mereka, seperti halnya dengan mempertahankan kekayaan sumber daya alam Indonesia dari eksploitasi penjajah.

Mengajarkan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari meneruskan perjuangan para pahlawan.

Keenam, Kebangkitan Moral dan Etis terhadap Lingkungan. Di sini mengingatkan kita, bahwa mencemari lingkungan adalah pengkhianatan terhadap masa depan bangsa.

Menekankan bahwa kebangkitan bangsa tidak hanya diukur dari kemajuan ekonomi, tetapi juga dari harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.

Demikianlah upaya integrasi semangat kebangkitan nasional dengan semangat ekoleologis. Hari Kebangkitan Nasional dapat menjadi momentum untuk memulai revolusi kesadaran ekologis yang berbasis pada nilai-nilai spiritual dan nasionalisme.

Dengan membangun kepedulian ekoteologis, kita tidak hanya melestarikan lingkungan tetapi juga menghidupkan kembali semangat juang bangsa dalam menjaga Indonesia sebagai warisan suci untuk generasi mendatang.

Wallahu a’alam bish shawab.

*Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama Republik Indonesia yang bertugas di KUA Kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.