AFC U-17 : Garuda Asia Tundukkan Korsel 1-0, Kemenangan Taktis Mengesankan di Laga Perdana

oleh
Selebrasi Kemenangan. (Sumber : pssi.org)

Oleh: Win Wan Nur*

Timnas U17 Indonesia membuka Piala Asia U17 2025 dengan kemenangan 1-0 atas Korea Selatan, Jumat (4/4), di Prince Abdullah Al Faisal Stadium, Jeddah.

Gol tunggal Evandra Florasta di menit akhir injury time bukan sekadar penentu tiga poin, tapi juga pernyataan: Indonesia bisa menang, dengan organisasi taktik, disiplin bertahan, dan eksekusi rencana yang matang.

Dan yang lebih penting—tanpa jualan ilusi “menyembunyikan taktik” seperti yang sering kita dengar dari mulut Coach Indra Syafrie.

Permainan yang Terstruktur, Bukan Bertumpu pada Doa dan Spekulasi

Di bawah arahan Nova Arianto, pelatih yang merupakan titisan Shin Tae Yong ini, Garuda Asia menunjukkan pendekatan permainan yang sadar ruang, sadar waktu, dan sadar struktur.

Mereka tidak terburu-buru, tidak bermain seperti sekumpulan pemain yang baru dipanggil lewat seleksi YouTube. Blok medium diterapkan dengan disiplin. Garis pertahanan tidak naik-turun liar. Transisi dari bertahan ke menyerang dilakukan secara kolektif.

Bandingkan ini dengan tim kelompok umur sebelumnya, Timnas U-20 yang diasuh Coach Indra Syafrie. Tim itu sering dikirim uji coba ke luar negeri, tapi hasil nihil. Bukan karena kualitas individu semata, melainkan karena taktik tak pernah benar-benar terlihat.

Indra sering mengatakan bahwa taktiknya “masih disembunyikan sampai pertandingan resmi”. Hasilnya? Kekalahan beruntun—dan yang paling mencolok adalah kebobolan di dua laga awal karena bola-bola udara. Lantas pembelaan pun datang.

Membantah Mitos: Bukan Soal Postur, Tapi Organisasi

Salah satu pembelaan yang paling viral saat itu datang dari komentator alias pundit kondang Justinus Laksana yang lebih dikenal dengan nama Coach Justin.

Ia mengatakan bahwa masalah Indonesia dalam bertahan dari bola udara “bukan salah pelatih, tapi karena postur pemain kita yang pendek”.

Pernyataan itu terdengar logis di permukaan. Tapi sayangnya, tidak didukung oleh data. Kala itu, bek tengah Indonesia berdiri di atas 180 cm semua. Jadi, bukan tubuh mereka yang pendek, tapi organisasi mereka yang pendek pikir.

Kini, pernyataan itu resmi dipatahkan. Timnas U17 asuhan Nova Arianto adalah tim dengan rata-rata postur terpendek kedua dari seluruh 16 peserta Piala Asia U17. Dan lawannya hari ini, Korea Selatan, adalah tim dengan postur rata-rata tertinggi kedua.

Hasilnya?

Dari 9 sepak pojok dan belasan crossing Korea, tak satu pun berbuah gol. Bahkan sebagian besar tidak mencapai sasaran. Kenapa? Karena Nova sudah mengantisipasinya.

Garis pertahanan dikawal Putu Panji dan Mathew Baker yang tak hanya tangguh di duel, tetapi juga cermat dalam posisi. Zona marking berjalan efektif.

Second ball disapu bersih oleh gelandang bertahan seperti Daniel Alfrido dan Evandra. Setiap pemain tahu tugasnya. Tidak ada lagi yang melihat ke kiri dan kanan, bingung siapa yang harus menutup ruang.

Perubahan Generasi, Perubahan Pola Pikir
Nova tidak bicara soal menyembunyikan taktik. Nova bicara soal eksekusi. Tentang bagaimana tim ini bermain berdasarkan rencana, bukan berdasarkan harapan atau mitos lama soal keajaiban dari “jam terbang luar negeri.”

Dan hari ini, rencana itu berhasil. Tim dengan tinggi badan rata-rata 1,69 meter berhasil meredam tim dengan postur 1,80-an tanpa harus bermain seperti tim kecil yang hanya menumpuk pemain di belakang.

Gol Evandra mungkin akan dikenang sebagai penentu tiga poin. Tapi yang lebih penting, pertandingan ini adalah bukti bahwa sepak bola Indonesia bisa menang dengan logika.

Dengan rencana. Dengan struktur. Dengan pembacaan pertandingan. Bukan dengan menyalahkan postur, menyembunyikan taktik, atau bermain sembari berharap keajaiban datang dari langit.

Kemenangan ini juga sekaligus membungkam mulut nyinyir kaum muallaf bola yang mengatakan bahwa Indonesia itu cuma hebat karena yang main itu orang Belanda yang dinaturalisasi.

Nyinyiran tersebut terbantahkan dengan telak, karena para pemain di tim ini sepenuhnya pemengang status WNI sejak lahir, termasuk Matthew Baker yang bapaknya adalah orang Australia dan sebenarnya juga dipanggil untuk memperkuat Australia tapi lebih memilih Indonesia ini, juga sudah berstatus WNI sejak lahir.

Akhirnya tim ini membuktikan, dengan pendekatan yang benar, tak peduli siapapun yang memperkuat Indonesia, apakah mereka lahir di negeri ini atau bukan. Kita tetap bisa mendapatkan hasil yang baik.

Dan kemenangan ini juga menunjukkan kepada dunia, bahwa sekarang ini, kelas Indonesia memang sudah kelas Asia.

Susunan Pemain Timnas U17 Indonesia vs Korea Selatan
Formasi dasar: 3-4-3 / 5-4-1 saat bertahan
Starting XI:
GK: 23 – Dafa Al Gasemi

CB: 5 – Mathew Baker
CB: 4 – I Putu Panji Apriawan
CB: 16 – Muhamad Al Gazani

RM: 14 – Fabio Azka
CM: 12 – Daniel Alfrido
CM: 6 – Evandra Florasta
LM: 8 – Nazriel Syahdan (digantikan 15 – Ilham menit 78)

RW: 9 – Mierza Fijatullah (digantikan 17 – Rafi menit 58)
LW: 7 – Zahaby Gholy (digantikan 11 – Fandi Ahmad Muzaki HT)
CF: 10 – Fadly Alberto

Cadangan masuk:

11 – Fandi Ahmad Muzaki (46′)
17 – Rafi (58′)
15 – Ilham (78′)
19 – Putu (90’+6)

*Penulis adalah anggota dewan redaksi LintasGAYO.co dan seorang YouTuber

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.