Oleh : Fauzan Azima*
Pada awal damai RI-GAM, driver yang merangkap sebagai penghubung stasiun televisi berita, Metro TV kepada GAM Wilayah Linge, bernama Rusli tiba-tiba menghubungi saya via handphone.
“Bang Fauzan Azima, Panglima Wilayah Linge? Saya Rusli bersama kawan-kawan dari Metro TV,” kata Rusli dengan suara kaku.
“Benar, saya Fauzan Azima, apa yang bisa saya bantu, Bang Rusli?” jawab saya.
“Kawan-kawan dari Metro TV rencana wawancara Abang, kapan ada waktu?” lanjut Rusli.
“Baik, kita bertemu besok pagi di Kampung Blang Ara, Kecamatan Bukit, Bener Meriah” instruksi saya kemudian.
Ke-esokan harinya, mereka datang dengan mobil mini bus bercat polos, tanpa stiker. Saya kira demi keamanan dan kelancaran tugas wartawan Metro TV.
Rusli datang bersama seorang kameramen bernama Darwin dan reporter Desi Fitriani yang kebetulan kami sama-sama alumni IISIP Jakarta.
Salah satu pertanyaan Mbak Desi, begitu saya memanggil Desi Fitriani, yang melekat dalam ingatan saya, “Setelah damai RI-GAM, apa rencana Teungku?”
“Saya hanya ingin menjadi rakyat biasa; terlambat tidak ditunggu dan hilang tidak dicari,” jawab saya sederhana.
Sejak pertemuan dengan “Tim” Metro TV dan menyiarkan liputan wawancaranya, kemudian saya banyak menerima “orderan” wawancara baik media cetak maupun elektronik; TV dan radio.
Nama GAM Wilayah Linge telah lama “tenggelam” terutama sejak diberlakukan Darurat Militer, 19 Mei 2003-15 Agustus 2005 karena tidak ada akses lagi kepada wartawan. Ditambah lagi dengan kebijakan “penguasa” darurat militer, pemberitaan dari pihak GAM harus disensor sebelum diterbitkan.
Selanjutnya, GAM Wilayah Linge sempat “naik daun” atau sekarang orang menyebutnya “viral” berkat pemberitaan kawan-kawan wartawan. Bahkan saya menyebutnya, GAM Wilayah Linge tanpa wartawan, apalah!
Berikut salah satu video liputan tim Metro TV ke Markas GAM Wilayah Linge. Selamat menikmati dan jangan lupa tekan “like” dan “subscribe” serta jangan lupa “comment”. Terima kasih!
(Mendale, 13 Maret 2020)





