Semoga Samawa Zakir & Zuhra

oleh

Oleh : Ria Devitariska

Suara canang bertalu-talu, lusinan piring dan sendok beradu, asap dari kayu yang dibakar memenuhi ruangan, sesekali suara melawi “ahoooy wiw” terdengar hingga ke seberang jalan. Duhai, tak ada yang keberatan dengan kegaduhan itu semua, tak ada yang dapat mengalahkan keriangan keluarga dan sanak saudara dari menyambut hadirnya anggota keluarga baru.

Di ruangan pribadi duduk berinai calon pengantin wanita yang biasa disebut inen mayak belem dalam Bahasa Gayo. Wajahnya merona alami, “aura pengantinnya keluar” kata sebagian orang. Ia sibuk menata hati, menghitung hari, kemudian menyalahkan ayam yang terlalu cepat berkokok setiap harinya.

Sementara itu, di sudut ruangan sambil memperhatikan pekerja dan sanak saudara mempersiapkan pesta pernikahannya putrinya, degup jantungnya semakin tak berirama. Rahangnya mengatup keras, mempertanyakan sudah benarkah persetujuannya akan pilihan gadis kecilnya. Sungguh, ia sudah mengikhlaskan jauh sebelum anaknya meminta izin, namun tetap saja terasa menyesakkan.

Pada tradisi Gayo, ada yang disebut beguru/begenap yang berarti kegiatan penyampaian nasehat terakhir kepada calon pengantin lelaki atau perempuan, yang berlangsung secara terpisah dalam lingkungan keluarga masing-masing, diadakan pada malam/sore menjelang keesokan hari dilangsungkan acara aqad nikah, dihadiri oleh sanak saudara dan penghulu kampung. Beguru/begenap juga menjadi acara meminta maaf dan meminta izin kepada keluarga dan sanak saudara.

Aku ingat sekali, saat bersalaman dengan kerabat saudara lima tahun yang lalu, mereka seakan memiliki misi yang sama dalam penyampaian kata sabar di telingaku. Sabar, sabar dan sabar. Aku benar-benar tidak paham, kenapa tidak ada yang menyebutkan kata selamat atau sejenisnya? Ternyata memang seperti itu, pernikahan adalah tentang tanggung jawab dan kesabaran. Maka ketika ada yang mengatakan “ternyata pernikahan itu tak seperti yang dibayangkan” aku hanya tersenyum simpul.

Kini, baru kusadari mengapa pernikahan merupakan gerbang memasuki kehidupan baru. Bukan hanya soal memasuki kamar/rumah yang berisikan perabotan baru, menyesuaikan diri dengan keluarga baru, lebih dari itu. Ada dua kepala dengan pola pikir dan latar belakang yang berbeda, disatukan oleh Mitsaqan Ghalidza (perjanjian yang agung) yang jika dirusak, Allah Swt. akan sangat membencinya.

Dahulu, saat kata pernikahan masih jauh dari kamus hidupku. Aku berharap bertemu dengan lelaki yang mencintai buku, yang melihat jejeran tumpukan buku seperti menemukan harta karun. Namun apa, jauh panggang dari api. Lelakiku sama sekali tak menyentuh buku, kecuali divelog (diver log book) yaitu dokumentasi informasi bagi seorang penyelam. Sikap dan sifat kami juga jauh berbeda, introvert versus ekstrovert. Jika ekstrovert suka berinteraksi dan bersosialisasi, maka introvert kebalikannya. Jangan ditanya bagaimana kami melewati badai di awal-awal pernikahan. Sabar, kata kuncinya. Ah, siapalah aku yang berbicara soal pernikahan bahkan usia rumah tanggaku saja baru seumur jagung.

Maka, ketika ada seseorang yang bertanya apa yang membuatku yakin kepadanya, kepada lelaki yang menjabat erat tangan ayahku saat mengucapkan aqad pernikahan di Meunasah Arrahman? Adalah sifat tanggung jawab yang ia miliki. Berapa banyak laki-laki yang kusaksikan sendiri tanpa tanggung jawab meninggalkan anak dan istrinya begitu saja bahkan kadang disertai dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Bagaimana caraku mengetahui sifatnya? Tanyakan pada orang-orang yang dekat dengannya yang bisa dipercaya.

Adalah Muzakir, salah seorang lelaki yang memiliki sifat bertanggung jawab. Aku mengenalnya karena sama-sama berkecimpung di Media Online LintasGayo.co. Hanya saja bedanya, ia masih sangat aktif bahkan saat ini menduduki jabatan sebagai Direktur Operasional PT. Lintas Gayo Media, sedangkan aku hanya aktif pada whatsapp group saja. Maka beruntunglah Zuhra Ruhmi gadis manis yang dipersuntingnya pada Senin, 26 Agustus 2019 lalu.

Tak berbeda dengan Muzakir, aku mengenal Zuhra juga karena dahulu sering bersama-sama menulis berita di media online LintasGayo.co. Namun kini, untuk menulis status di media sosial saja aku tak punya ide, berbeda dengan Zuhra yang kini menjabat sebagai Redaktur Pelaksana LintasGayo.co, bahkan telah menyandang Wartawan Madya dari Dewan Pers.

Zuhra, dengan kepiawaiannya meramu kata demi kata menjadi sebuah kalimat, mudah saja baginya menulis berita dari peristiwa/kegiatan yang sedang berlangsung. Sedangkan Muzakir, mudah saja baginya melihat peluang pariwara dari sebuah tulisan. Sungguh, pasangan yang seirama. Saat ini, tidak ada yang lebih mengenal LintasGayo.co lebih besar dari pasangan ini. Sangatlah pantas keluarga besar LintasGayo.co sangat antusias dan berbahagia akan pernikahan yang kata orang “teman tapi menikah” ini.

Sejatinya jarak bukanlah penghalang untuk dapat menghadiri pernikahan kalian, namun izinkan aku meminta maaf tidak bisa membersamai dalam kebahagiaan kalian. Doaku semoga kalian menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Barakallahu lakuma wa Baraka ‘alaikuma wa jama’a bainakuma fi khair.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.