Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*
“Si legenda pembangkang Abu Jahal sudah meninggal. Namun, pemikiran dan tingkah laku kebodohan Abu Jahal di era kontemporer ini tetap hidup.”
Amr bin Hisyam atau lebih dikenal dengan Abu Jahal (bapak kebodohan) adalah nama legendaris pembangkang dan sosok yang dilumuri amarah kebencian dalam sejarah peradaban umat manusia, Abu Jahal adalah simbol manusia pembangkang atas perintah-perintah yang berasal dari Allah maupun dari Nabi Muhammad dan Abu Jahal adalah simbol manusia pembenci dan suka menyakiti manusia lainnya.
Nama panggilan Abu Jahal adalah Abu Hakam, karena Abu Jahal merupakan seorang hartawan yang memiliki kedudukan terpandang. Abu Jahal sosok paling kejam diantara masyarakat Quraiys, lantaran sikapnya yang sangat keras dalam memusuhi Islam dan juga menyakiti hati Nabi Muhammad dengan tingkah laku bodohnya yang mengingkari kerasulan Nabi Muhammad.
Abu Jahal mempunyai kawan akrab bernama Iblis yang sama-sama pembangkang. Allah memerintahkan Iblis untuk sujud kepada Nabi Adam, Iblis menolaknya karena menganggap dirinya paling hebat dari Nabi Adam serta kesombongan, dan keangkuhan yang ada pada dirinya. (Baca: Menolak Kebenaran, LintasGAYO.co (18/10/2016).
Lain Iblis, lain pula dengan tingkah laku Abu Jahal. Si nama legendaris dalam sejarah pembangkangan ini disebutkan dalam Surat al-An’am ayat 124: “Dan apabila datang suatu ayat kepada mereka, mereka berkata “Kami tidak akan percaya (beriman) sebelum diberikan kepada kami seperti apa yang diberikan kepada Rasul-rasul Allah.” Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan azab yang keras karena tipu daya yang mereka lakukan.”
Ayat ini menjelaskan bahwa kesombongan dan kebiasaan para pemimpin yang mendapatkan hak istimewa dihadapan para pengikutnya merupakan penyebab memilih kekafiran daripada harus beriman kepada Rasul-rasul Allah, seperti yang dikatakan oleh Abu Jahal berikut ini: “Demi Allah, kami tidak tidak terima dirinya (Nabi Muhammad) dan tidak akan mengikutinya, kecuali jika kami mendapatkan wahyu seperti yang diberikan kepadanya.”
Allah menolak perkataan Abu Jahal tersebut dengan alasan: pertama, masalah pemilihan para rasul sebagai pembawa risalah merupakan kehendak Allah. Kedua, Allah membantah dengan ancaman, penghinaan dan pemberian nasib akhir yang buruk. Demikian penjelasan dalam tafsir Fi Zhilal Qur’an karangan Sayyid Quthb.
Imam Ali Khamenei dalam bukunya Mendaras Tauhid Mengeja Kenabian menyebutkan bahwa Allah memilih para nabi dengan istilah ishthafa (memilih yang terbaik) secara fisik dan ruhani sebagai umat manusia, para nabi adalah makhluk biasa. Hanya saja, pada waktu yang sama, mereka sudah memiliki potensi yang diperlukan untuk memperoleh derajat-derajat dan posisi-posisi tertinggi.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Abu Jahal membangkang perintah Allah karena dirinya cemburu terhadap Nabi Muhammad yang mendapat wahyu dari Allah. Oleh karena itu, Abu Jahal juga ingin mendapat wahyu. Namun, Allah menolak permintaan Abu Jahal karena pembawa risalah merupakan kehendak dari Allah. Historis lain menyebutkan bahwa Abu Jahal cemburu dan menambah kebencian kepada Nabi Muhammad ketika menikahi Siti Khadijah yang pernah dilamar oleh Abu Jahal, tetapi Siti Khadijah menolaknya.
Abu Jahal juga berasal dari kaum hartawan, sementara Allah memilih para nabi-Nya dari orang-orang yang tertindas, masih dalam buku Mendaras Tauhid dan Mengeja Kenabian, menurut Amirul Mukminin, para nabi berasal dari kaum tertindas. Mereka mengetahui, merasakan penderitaan dan kecemasan orang-orang miskin. Mereka merasakan, misalnya, kelaparan karena Allah telah menguji mereka dengan kelaparan.
Telah disebutkan di atas bahwa Abu Jahal merupakan simbol manusia pembenci atas manusia lainnya karena Abu Jahal mengolok-olok dan menghina Nabi Muhammad, bukan hanya Nabi Muhammad; Alquran juga diolok-olok oleh Abu Jahal. Namun secara diam-diam Abu Jahal mendengar Nabi Muhammad membaca Alquran. Sementara Iblis merendahkan (menghina) Nabi Adam. Maka dari itu, penulis menyebutnya Abu Jahal dan Iblis kawan dari generasi yang berbeda namun mempunyai tujuan yang sama yaitu sama-sama pembangkang.
Pembangkangan lahir karena ketidakpuasan dan keegoisan yang ada dalam diri, merasa paling hebat, paling benar serta menggugat bahwa hanya dirinya yang pantas dan cocok menjadi pemimpin. Kalau dirinya tidak menjadi pemimpin maka dia akan membangkang terhadap perintah-perintah atau aturan yang ditujukan kepadanya dan ketika dirinya melanggar aturan; dia menuduh dengan dalih peraturan tersebut mengkriminalisasi manusia.
Abu Jahal memang sudah meninggal pada perang Uhud dan tetap dalam keadaan kafir hingga akhir hayatnya karena pembangkanggannya. Namun, pemikiran dan tingkah laku Abu Jahal di era kontemporer ini tetap ada dalam kehidupan manusia. Semoga kita terhindar dari pemikiran dan tingkah laku kebodohan yang pernah dibuat oleh si legenda pembangkang Abu Jahal.
*Penulis : Kolumis LintasGAYO.co