Oleh : Salman Yoga*
Pacu Kuda Gayo
Di sini angin menjadi perantara pecut
Ringkikkan perkasa penabur gelora jiwa
Len pacuan menjelma menjadi lingkaran yang tak pernah resah
Meski peluh seperti mata air yang muncrat dari ribuan pori-pori bulu mengkilab
Kuda-kuda jalang memberotak menghentak-hentak tali kendali menuju arena
Melangkah gagah menebar aroma kegundahan sang tuan
Oi hewan berkaki empat yang disebut dalam ktab suci itu meringkik lagi
Seperti terlalu lambat menunjukkan kuku kakinya yang membundar tanah
Rambut punggungnya berkibas-kibas diantara kerumunan manusia
Menari dan sesekali mengacungkan kedua kakinya ke udara sebagai salam kedatangan
Ketika bendera bernegara langit itu jatuh sejajar pinggang
Kuda-kuda itu melesat berlarian saling berburu
Dengus nafasnya adalah pekik lelaki bertopi rumbia
Yang berteriak memuntahkan petir
Debu-debu terbang menjadi payung merah ungu gadis-gadis pancaroba
Kopi hitam para pemegang tali dan rerumputan hijau yang terputus dari perdunya
Kuda menembus matahari, mata-mata membinar menembus udara
Tali kekang dibalut jampi-jampi upurba, lutut kuda seperti roda pesawat
Joki-joki cilik tak berpelana terbang menjemput pelangi
Gemuruh di ujung garis finis
Takengon – Aceh Tengah, 2017
Belang Langsat
Kuda itu seperti manusia
Pecutlah pantat dekar ekor
Agar otot menegang mata menatap lurus
Rambut mengurai debu
Dan angin akan mendinginkan telinga
Dalam gelora jiwa
Ia akan mengerti
Seperti dialog gaib yang menggetarkan
Akan makna sebuah kemegahan
Sekaligus jalinan cinta yang sunyi
Takengon, 2017
Pacuan Kuda Musara Alun
A a a a s a a l u u a a l é é é é*
merah kuning hijau biru dan ungu berkejaran
salam dan ahoi wiw dari lingkaran gelanggang menghela nafas
kuda lepas, berpacu berburu ke arah terdepan
Salam berikut cerita tentang kuda pacu yang melesat kencang
tanpa pelana dan satu lebar daun sirih dengan tujuh tangkai yang
menyatu tampuknya mengulum diri dalam mantra sejati
Kelubung kain sarung, sarung dan sipu senyum
mengulum bunga-bunga kopi dalam udara dingin Gayo
di ketinggian gunung merendah awan
tawa dan tepuk riang hantarkan lemparan topi ke udara
Ahoooi wiiiw tawa dan lemparan senyum memabukkan remaja kasmaran
kuda terus berlari menjemput riuh sorak sorai melambai kemenangan
Salam damai, salam Gayo raja gunung yang suci menggelar pesta bumi
negeri tembuni, ooo Pesaka Due Belas**
A a a a s a a l u u a a l é é é é, katak buntak ke ketol mate*
kuda-kuda meringkik perkasa
Musara Alun – Takengon, 2001
Catatan: * Yel-yel pacuan kuda yang menyerupai mantra.
** Nama kuda lokal Gayo yang melegenda, mengalahkan kuda keturunan Australi dalam sebuah pacuan.
*Ketiga judul puisi di atas dipetik dari Buku Antologi Puisi “Gemuruh 1001 Kuda Padang Sabana”, (Teras Budaya Jakarta- Komunitas Seni Sastra Budaya Sumbawa (SSBS): 2017).