Oleh: Sastri*
Taburan-taburan benih mahasiswa di beberapa pulau yang mencintai akan kebudayaan dan keseniannya, kini telah bertebaran di beberapa daerah, tak terkecuali di Banda Aceh baik dalam organisasi maupun dalam perkumpulan lainnya. Organisasi atau paguyuban seperti IPPEMATA (Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Aceh Tengah), MAPESGA (Mahasiwa Peduli Sejarah Gayo), HPBM (Himpunan Pelajar Pemuda Mahasiswa Bener Meriah) dan masih banyak organisasi kekeluargaan lainnya, yang mana organisasi seperti ini mencoba memperkenalkan beberapa karya-karya daerahnya seperti didong dan tari guel yang menunjukkan bahwa keeksistensian mahasiswa mampu memperkenalkan etniknya kepada masyarakat luas.
Penulis mencoba membuka tulisan ini dari salah satu pernyataan Bung Karno “Beri aku sepuluh pemuda maka akan aku guncangkan dunia”. Ini merupakan salah satu penegasan yang sempurna bahwa peran pendidikan yang disuguhkan bagi mahasiswa perantauan dari tanah Gayo sangatlah berperan besar dalam membentuk masa depan Aceh Tengah-Bener Meriah-Gayo Lues yang cerah. Perjuangan yang dilakukan oleh para pemuda yang berada di Nusantara khusunya di Banda Aceh sering melakukan perkumpulan, bahkan seluruh pemuda pernah berkonsolidasi untuk melihat jalan keluar yang tepat untuk mengatasi persoalan yang melanda yaitu jatuh bangunnya perkumpulan mahasiswa.
Paguyuban seperti ini ternyata memiliki efek yang signifikan, di mana seluruh pemuda yang berkumpul bisa memberikan semangat ataupun daya juang yang lebihi kepada keharuman nama Aceh Tengah-Bener Meriah. Tapi, tentunya ini tidak terlepas dari hitam putihnya serta redup terangnya perkumpulan Pemuda Gayo. Pada dasarnya pemuda merupakan sosok yang sangat penting, hal ini dapat kita lihat di Banda Aceh; yang mencoba mempertahankan keeksistensiannya dan keteguhan perjuangan yang mulia dengan aliran nafas yang bersenandung akan keharuman Tanah Gayo. Oleh karenanya sosok pemuda ini menjadi actor yang cukup penting dalam mendorong kekuatan pergerakan mahasiswa Gayo.
Peran yang dilakoni mahasiswa bisa memberikan suatu perubahan yang berdampak positif kepada masyarakat yang ada di tanah Gayo. Akan tetapi, apabila yang di pilih kepentingan maka tentunya ini bisa memberikan persoalan yang baru dan sangat berdampak negatif baik bagi penerus perantauan selanjutnya, organisasi bahkan bagi masyarakat yang ada di Gayo.
Tidak terlepas dari hal maju mundurnya perkembangan diaspora mahasiwa Gayo, sangat disayangkan pula pemuda dewasa ini, sebagian pemuda seperti burung yang kehilangan sayap, perannya telah berubah drastis yang tadinya agent of change, agent control social sekarang hanya menjadi penonton budiman yang diam tidak berkutik ketika melihat adanya ketumpang tindihan yang terjadi di dalam strata masyarakat Gayo.
Tetapi, begitu banyak contoh pula dari pemuda yang dari dahulu sampai sekarang yang bisa dijadikan kiblat sempurna yang patut ditiru, begitu kiranya ciri-ciri pemuda yang memiliki cita dan cinta terhadap perubahan yang lebih baik. Belum sah 100% dikatakan pemuda maupun pelajar sebagai kontribusi jikalau hanya memprioritaskan masuk perguruan tinggi hanya untuk mengejar Indek Prestasi (IP) semata tanpa peduli terhadap kemajuan dan kehidupan kedepannya bagi Aceh Tengah-Bener Meriah-Gayo Lues.
Penulis akan mencoba menguraikan gagasan tentang ide “bagaimana seharusnya sikap pemuda” walaupun sulit dengan uaraian realitas yang terjadi. Pertama, pemuda harus terlibat aktif terutama dalam perkumpulan atau acara yang diadakan, oleh sebab itu pemuda harus mengambil sikap atau gerak yang tepat dan bijaksana di dalam melihat redup terangnya gejolak yang terjadi tanpa memikirkan sebarapa besar hambatan. Tapi, memikirkan sebarapa besar peluang untuk menembus dinding keharuman untuk Aceh Tangah-Bener Meriah, apalagi pemuda adalah sosok yang sangat di tunggu-tunggu karena sepak terjangnya di dalam publik dan juga bisa memberikan pembaharuan sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Alumni maupun tokoh–tokoh yang sebelumnya.
Kedua, terlibat langsung dan menjalin komunikasi yang efektif, sehingga terjalin ukhuwah yang lebih matang dan memberikan gambaran serta contoh yang mampu menggerakan, bahwa betapa pentingnya menjaga kekhasan daerah, seperti penghayatan terhadap lirik lagu tawar sedenge yang diciptakan oleh AR Moese:
(sebujang dan Seberu), Nti osah ku pumun jema…
Pesaka si ara… Tenaring ni muyang Datu… Ken Ko bewenmu…
(Pemuda dan Pemudi), Jangan kasih ke tangan orang…
Pusaka yang ada… Peninggalan moyang datu… Untuk kamu semua…
Menurut hemat penulis bahwa lirik tersebut merupakan menjadi tonggak kekuatan kalangan pemuda dan pemudi, betapa pentingnya mempertahankan kekhasan tanah Gayo seperti Didong, Tari Guel, Kerawang bahkan depik dan Masam Jeng harus betul-betul di jaga keotentikannya. Kemudian dari penerangan kalimat “Untuk Kamu Semua” ini menjadi harus dasar kunci, bahwa yang akan menikmati bukan diri kita bahkan nanti anak cucu kita sekalipun akan memetik hasilnya, Kibaran dan kobaran para mahasiswa dan pemuda yang berdiaspora akan pastinya tetap menjaga langkah kuda-kudanya dan penulis selaku mahasiswa yang berdiaspora akan mencoba dan berusaha menjaga kekhasan dataran tanah tinggi Gayo. Karena kalau bukan kita sebagai generasi Gayo siapa lagi dan kalau kita mau pasti akan mampu untuk dataran tanah tinggi Gayo tercinta.[]
Penulis: Mahasiswa Prodi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry dan Pengurus IPPEMATA (Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Aceh Tengah) Banda Aceh.