Oleh : Dr. Joni MN, M.Pd.B.I
A. Pendahuluan

Tertib Bemajelis Umet Bemulie adalah salah satu bentuk ungkapan Peri Mestike dalam budaya Gayo. Makna dan maksud dari ungkapan ini dapat disesuaikan dengan konteks. Ungkapan ini mengekspresikan bahwa setiap bertindak harus bernilai teratur, rapi, dan saling menghargai, agar semua kita saling harga menghargai, sehingga akhirnya semua pihak dipandang terhormat dan mulia.
Seiring dengan berkembangannya dunia pendidikan, banyak orang saat ini berlomba-lomba untuk menuntut ilmu atau mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Mulai dari S1 sampai S3, dan bahkan jenjang lebih tinggi yaitu Profesor. Hal ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas diri dan hidup, tetapi ada juga hanya untuk mendapatkan jabatan, membodoh-bodohi orang awam, kewibawaan atau pamor (atau ingin dipandang wah) oleh orang lain atau sudah melenceng dari niat awal, yakni bukan lagi karena Allah SWT.
Asumsi masyarakat mengenai sarjana adalah orang terpelajar yang memiliki kelebihan dalam segi pengetahuan dan perilaku, seperti pengetahuan, ketrampilan, kualitas moral (akhlak), iman, dan budi pekerti yang luhur. Ternyata asumsi masyarakat ini sering berbanding terbalik, yakni kenyataannya asumsi itu mulai berlaku dan kurang tepat, karena banyak dari mereka-mereka yang berpendidikan tinggi kualitas akhlaknya tidak berimbang. Jika akhlak merosot alias rusak, maka, sia-sia saja pendidikan yang tinggi, karena tidak mampu menjadi tauladan yang membuat manusia-manusia lain di sekitar menjadi lebih bernilai tertib bemajelis umet bemulie atau secara kualitas akhlak mulia. Fenomena tidak tertib bemajelis umet bemulie ini dapat dilihat pada oknum-oknum pejabat yang notabenenya memiliki pendidikan tinggi dan bergelar banyak. Oknum-oknum terssebut sering mempertontonkan banting-banting meja di dalam ruangan rapat, mengatakan orang lain bodoh, mengomentari negatif terhadap kebaikan hanya karena bukan dia yang melakukan kebaikan tersebut, dan lainnya yang bersifat mendiskriminasi orang lain.
B. Keilmiahan Tertib Bemajelis Umet Bemulie
Jika dikaji secara detail maksud (means) dan tujuan (end) dari ungkapan Peri Mestike tertib bemajelis umet bermulie maka dapat dijabarkan bahwa pendekatannya secara ontologis, epistemologis dan aksiologis dapat memberikan kontribusi terhadap 18 asas moral yang terkait akhlak mulia dengan kegiatan keilmuan. Keseluruhan asas tersebut pada hakikatnya dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk akhlak yang dapat membentuk tanggung jawab secara (1) profesional keilmiahan dan (2) kelompok yang membentuk tanggung jawab sosial.Tanggung jawab profesional lebih ditujukan kepada masyarakat ilmuwan dalam pertanggung jawaban akhlak yang berkaitan dengan landasan epistemologis. Tanggung jawab profesional ini meingkupi 10 nilai-nilai dasar, yakni; (1) kebenaran, (2) kejujuran, (3) tanpa kepentingan langsung, (4) menyandarkan kepada kekuatan argumentasi, (5) rasional, (6) obyektif, (7) kritis, (8) terbuka, (9) pragmatis, (10) netral. Ke-10 nilai-nilai dasar akhlak ini secara tersirat terkandung di dalam ungkapan Peri Mestike Gayo tertip bemajelis umet bermulie.
C. Akhlak Tertib Bemajelis Umet Bemulie
Kemudian, akhlak mulia tidak hanya diwujudkan dengan prilaku sopan dan berkata santun dalam bersikap di hadapan sesama manusia baik secara langsung atau tidak, artinya akhlak mulia ini tidak hanya direalisasikan oleh lisan saja dan tidak juga dengan perbuatan saja. tetapi, lebih dari itu, yaitu dengan tindakkan yang bernilai tertib bemajelis umet bemulie, yakni akhlak mulia yang tercermin dalam sikap mewujudkan profesionalisme keilmuan yang dimiliki orang tersebut dalam membangun kenyamanan dan keharmonisasian.
Banyak orang ingin dinilai atau dipandang hebat oleh orang lain yang mana pekerjaan yang bukan bidang kajiannya atau bukan disiplin keilmuannya juga ia tangani dan jika menyaksikan peristiwa tertentu yang bersifat memukau atau mengejutkan ia langsung memberi komentar yang terkadang sangat menyakiti perasaan orang lain (si pendengar atau si pembaca). Tidak jarang terkadang dari komentarnya (mulutnya) terlontar ucapan kotor, kasar, atau sia-sia tidak bernilai. Ini merupakan ekspresi diri dari akhlak orang tersebut dan perilaku ini tidak termasuk kepada akhlak yang mulia.
Menangani dan mencampuri perkerjaan yang bukan keahlian atau yang bukan latar belakang (background knoledge) keilmuan yang dimiliki oleh si pelaku adalah masuk kedalam kategori perbuatan yang tidak berakhlak. Karena, hal ini bisa merusak tatanan keilmuan yang sebenarnya dan dapat merusak capaian dikemudian hari. Dampak dari perbuatan ini lebih kepada merugikan masyarakat banyak, karena jika suatu pekerjaan diserahkan penangannya kepada orang yang bukan ahlinya pasti akan menuai kehancuran. Umumnya, jika bumi ini dikelola oleh manusia-manusia tidak berakhlak (tidak tertib bemajelis umet bermulie) maka akan berakhir dengan kerusakan eksistensi kemulian orang, mahluk lain dan alam. Menerima dampak dari perilaku akhlak mulia adalah cita-cita setiap manusia. Tidak ada satu manusia pun yang tidak menyukai akhlak mulia.
D. Akhlak Mulia Wujud Tertib Bemajelis Umet Bemulie
Tertib bemajelis umet bermulie adalah perwujudan dari akhlak yang mulia, hal ini erat hubungannya dengan kerapian, penghargaan, dan keteraturan perilaku manusia yang tulus keluar dari batin atau sanubari dalam tiap pemikiran, perkataan, perbuatan (tindakan) nyata dalam koridor yang pasti untuk tidak menyakiti baik lahir mapun batin, menindas, menyinggung, meremehkan, melecehkan, merendahkan, monopoli keilmuan, mengambil hak orang lain dan menghilangkan hak pribadi serta menginjak martabat orang lain secara terbuka maupun tersembunyi. Pelanggaran hal ini adalah perusak nilai-nilai yang terkandung dalam ‘amanah suci’ atau Peri Mestike, yakni filosofi tertip bemajelis umet bermulie. Ilmuwan yang sukses meraih banyak gelar, namun kepintarannya ia gunakan untuk memperdaya orang lain, untuk membodohi orang lain adalah ilmuwan yang hanya memikirkan isi otak dan perut saja, tetapi mengosongkan isi dari hati. Karena, jika baik hati seseorang, maka baiklah pemikirannya, tetapi jika buruk hati seseorang, maka buruklah pemikiran orang tersebut. terjadinya keetidak tertiban, ketidak teraturan dan tidak saling menghargai merupakan pelanggaran nilai “tertip bemajelis umet bermulie”.
E. Penerapan Peri Mestike Tertip Bemajelis Umet Bermulie
Penerapan Peri Mestike tertib bemajelis umet bermulie adalah untuk memiliki akhlak mulia dan menjaga maru’ah (harga diri) orang lain. Untuk mencapai maksud dari filosofi tersebut, maka, kita harus kuat dan tahan menjaga keprofesionalismean ilmu yang dimiliki serta dianjurkan mampu menjaga lisan dari ucapan-ucapan yang tidak pantas, apalagi ucapan yang berdosa. Untuk menggapai maksud dari tertib bemajelis umet bermulie tidaklah mudah, apalagi untuk membiasakannya. Godaan selalu menumbuhkan pikiran-pikiran yang murusak keterban yang menjatuhkan harga diri, seperti; sok menguasai bidang keilmuan orang lain, keserakahan untuk memiliki kebendaan tanpa memikirkan halal dan haramnya dari benda tersebut. Ia selalu bernafsu mendapatkan apa yang diinginkannya dengan berbagai macam cara, seperti menutup-nutupi hasil jerih payah orang lain, bermanis-manis muka atau menyenangkan atasan, dan merusak harga diri orang lain hanya demi mendapatkan uang dan jabatan. Jadi, tertib bemajelis umet bemulie adalah akhlak mulia yang lahir dari kekuatan dan ketahanan kita mengendalikan diri. Wasiat Rasulullah SAW, yakni; “Sebaik-baik kalian adalah yang paling mulia akhlaknya.” (HR. Bukhori dan Muslim). Dan, “Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat tempat tinggalnya denganku pada hari kiamat adalah yang paling mulia akhlaknya” (HR. Tirmidzi).
F. Simpulan
Tertib bemajelis umet bermulie adalah ekspektasi atas tanggung jawab sosial yakni pertanggung jawaban ilmuwan terhadap masyarakat yang menyangkut akhlak mulia mengenai pemilihan etis terhadap obyek penelaahan keilmuan dan penggunaan pengetahuan ilmiah yang berbeda. Seorang yang mencampuri yang bukan subtansi bidang keilmuannya, ia telah melakukan ketidakjujuran dalam kegiatan ilmiah dan akan mendapatkan sanksi yang konkrit. Sanksi moral dari sesama ilmuwan lebih berfungsi dan lebih efektif dibandingkan dengan sanksi legal. Tidak ada sanksi yang lebih berat bagi seorang ilmuwan selain menjadi seorang pelacur yang dikucilkan secara moral dari masyarakat keilmuan. Ungkapan ini mendidik kita untuk dapat bertindak secara teratur, rapi, dan saling menghargai orang lain atau mitra tutur kita, tujuannya adalah agar terciptanya kearmonisasian, kedamaian dan kenyamanan dalam berinteraksi dengan yang lain. Capaian ini semua masuk kedalam bentuk etika yang dalam kategori akhlak mulia. Jadi, seseorang yang memiliki keilmuan sesuai dengan nilai-nilai tertib bemajelis umet bermulie adalah ilmuwan yang memiliki akhlak mulia yang tidak hanya memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan dunia saja. []