Politik Bukan Pekerjaan

oleh

Oleh Rizal Fahmi, S. Hum MA

SECARA harfiah Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non konstitusional. (https://id.wikipedia.org/wiki/Politik, 15 Maret 2017).

Jika melihat petuah filsuf Yunani Aristoteles dalam teori klasik  politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama,  politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara, politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat, politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Dalam fenomena yang berbeda di Indonesia yang sedang ngetrend dewasa ini adalah pada umumnya orang sibuk dengan urusan politik walaupun perut kosong, kesibukan ini apakah pada musim pemilihan legeslatif maupun pemilihan kepala daerah. Politik sudah dijadikan sebagai pekerjaan bukan lagi menjadikan sebagai pengabdian. Banyak dari beberapa kalangan ingin terjun politik, seperti seniman, artis, ustaz, pelawak, dan masyarakat. Pada umumnya asumsi mayoritas masyarakat menjadi calon legeslatif maupun kepala daerah dinilai memiliki prospek yang jelas  dilihat dari fasilitas yang mewah maupun gaji yang diberikan menggiurkan, sehingga banyak tertarik untuk menjadi dewan ataupun bupati walaupun tanpa memiliki pengetahuan politik yang memadai.

Akibat politik dijadikan sebagai lahan pekerjaan maka banayak persoalan yang timbul di publik banyak dewan yang tidak tau bidangnya dalam menangani kebijakan publik dan terkesan lamabat, dia hanya tau bagaimana duduk di dewan itu hanya sebatas absen kerja, memakai baju resmi kemeja dan jas, serta gaji bulanan.

Persoalan inilah yang sekarang dihadapi bangsa ini, ketika seorang pemimpin miskin kecakapan dan pengetahuan siapa saja bisa masuk tanpa proses seleksi yang ketat, sehingga melahirkan pemimpin karbitan ataupun rakitan. Seharusnya partai politik dijadikan sebagai instrumen politik yang mendidik kader partai maupun non kader yang memiliki kapasitas untuk dikirim ke perwakilan dewan terhormat, akan tetapi partai yang terkadang lebih berorientasi pada pragmatisme dan oportunis maka tak perlu heran hasil yang dilahirkan melahirkan politisi yang berkarakter oportunis yang hanya mementingkan keuntungan kelompok dan pribadi, tidak memikirkan kepentingan rakyat. Jangan heran jika proses politik kita terkesan transaksional serta bersistemkan kapitalisme yang berpihak kepada pemilik modal. Akibat kapitalisme politik terjadi maka makna politik pun mengalami pergeseran berkuasa hanya sebatas untuk mendapatkan sebuah pekerjaan bukan pengabdian.

Peran Partai Politik

Sebagai mana kita ketahui selama ini partai politik adalah sebuah alat untuk pencapaian kekuasaan politik secara legal, siapaun warga negara yang baik dan memiliki kecakapan pemimpin sah-sah saja untuk menjadi bupati, dewan bahakan presiden akan tetapi harus di usung oleh partai.

Namun partai dalam kurun waktu yang cukup lama masyarakat kurang percaya terhadap mekanisme partai yang terkesan memiliki ketidak transparanan dalam menetapkan calon kandidat pemimpin dan tidak selektif, sehingga melahirkan pemimpin yang tidak berpihak kepada rakyat.

Seharusnya partai melakukan upaya penjaringan yang selektif untuk diusung sebagai pemimpin berdasarkan asas kepatutan yang meliputi integritas, kapasitas, dan capabelitas, bukan kepentingan kelompok dan pribadi. Seharusnya partai politik melahirkan pemimpin yang memiliki pengetahuan, dan berkarakter, karena politik adalah bukan pekerjaan akan tetapi pengabdian pada masyarakat.[]

Penulis adalah Peneliti Cosmopolit Research, Banda Aceh, Email rizalfahmialkatiri01@gmail.com

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.